Tip Agar Anak Mau Mendengarkan Orangtua

 

Banyak orangtua yang mengeluh tentang anaknya yang tidak mau mendengarkan perkataan, arahan, dan nasihat  mereka. Terkadang anak pura-pura tidak mendengar apa yang  dikatakan, bahkan sengaja pergi ketika kita mulai berbicara. Contoh, ketika anak selesai bermain dan meninggalkan mainannya begitu saja tanpa dibereskan, tentu akan membuat kita marah. Lalu kita memberi tahu mereka dengan cara kita sendiri, entah itu membentak, atau memberi tahu dengan nada kasar.

Namun tahukah Happy Parents? Ketika anak tidak ingin mendengarkan kita, bukan tanpa sebab mereka berbuat demikian. Simon Davies dalam bukunya The Montessori Toddler memberikan tip bagaimana agar anak mau mendengarkan kita. Yuk, kita coba empat tip di bawah ini.

  1. Gunakan bahasa yang positif

    Daripada mengatakan pada anak apa yang tidak boleh mereka lakukan, lebih baik kita mengatakan langsung apa sebenarnya perilaku yang kita inginkan darinya.

    Contoh:

    Kita bisa mengganti kata-kata di bawah ini dengan menyebutkan langsung perilaku yang kita inginkan dari mereka.

    “Jangan lari-lari”, diganti menjadi “Jalannya pelan-pelan saja, ya, Nak”.

    “Adiknya jangan dipukulin, dong”, diganti menjadi “Saling menyayangi, ya”.

    Tentu ini tidak selalu berlaku pada semua hal. Ada beberapa hal-hal yang berupa prinsip memang harus kita jelaskan kepada anak mengapa mereka tidak boleh melakukan hal tersebut. Ada dua hal yang tidak kita sadari saat memberi perintah pada anak balita kita, yaitu:

    • Mereka akan meniru kita
    • Mereka akan mendengar tepat apa yang kita tidak ingin mereka lakukan
  2. Berbicara dengan nada dan tindakan yang penuh hormat

    Nada bicara kita adalah cara untuk menunjukkan kepada anak bahwa kita menghormati dan menyayangi mereka. Nada suara yang gelisah, mengeluh, suara keras dan mengancam bisa memutarbalikkan tujuan baik dan tidak menunjukkan pada mereka bahwa kita menghormati dan menyayangi mereka. Tentu kita pun ingin diberi tahu dengan cara bicara dan nada yang lembut, bukan?

    Kita bisa memberi tahu mereka dengan mengendalikan suara dan mencoba membisikkan serta menatap mata anak balita kita. Hal itu akan membuat mereka menyimak langsung apa yang kita sampaikan padanya.

  3. Meminta bantuan pada mereka

    Sebagai bagian dari anggota keluarga, balita juga ingin dilibatkan. Beri anak balita kita kesempatan untuk membantu kita dalam hal-hal kecil. Seperti membawa sendiri piring dan gelas bekasnya ke dapur. Membawa kantong plastik belanjaan yang ringan, biarkan mereka mengambil barangnya dari rak dan membawanya ke meja kasir.

  4. Gunakan humor

    Anak merespons humor dengan sangat baik. Hal ini dapat kita gunakan terutama saat kesabaran kita mulai habis. Dengan melontarkan humor, ketegangan akan menurun dan mereka akan nyaman untuk kita arahkan.

 

6 Cara Ajarkan Anak Berpikir Kritis

Berpikir kritis dan logis menjadi salah satu dari 20 kemampuan yang dibutuhkan seseorang di dekade ini. Mengapa sikap kritis diperlukan? Era dunia ketika perubahan terjadi dengan cepat tentu saja membutuhkan manusia yang mampu mengikuti arusnya. Dengan bersikap kritis, seseorang dapat dengan cepat memecahkan masalah sehari-hari. Selain itu, berpikir kritis dan logis dapat menyelamatkan kita dari kejahatan orang lain ataupun informasi hoaks. Mengajarkan anak berpikir kritis dapat dilakukan sejak kecil. Menurut Dr.Bruce Lipton, masa emas untuk membentuk karakter adalah usia 0-7 tahun. Lalu, bagaimana cara mengajarkan anak untuk berpikir kritis dan logis? Simak beberapa kiat berikut.

Enam Cara Mengajarkan Anak Berpikir Kritis dan Logis

  • Menjadi orangtua yang kritis dan berwawasan

Sebelum berandai-andai memiliki anak yang mampu berpikir kritis, lebih baik berkacalah pada diri sendiri, apakah kita sudah bersikap kritis dalam menanggapi suatu hal? Apakah kita cukup berwawasan untuk menjelaskan suatu hal kepada anak?

  • Ajak anak berdiskusi mengenai suatu fenomena

Tanyakan pendapat si kecil akan berbagai hal. Misal, setelah membaca buku bersama, tanyakan pendapat anak mengenai cerita tersebut. Contohnya, pada buku Kina Makes a New Friends, kita bisa mendiskusikan dengan si kecil tentang ketakutan Kina kehilangan teman.

  • Berikan pertanyaan terbuka

Masih berhubungan dengan poin sebelumnya. Berikan anak pertanyaan terbuka seperti “mengapa” dan “bagaimana”. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, kita tidak membatasi si kecil dalam menjawab pertanyaan. Misal saat melihat berita banjir, coba tanyakan, “Menurutmu kenapa bisa terjadi banjir?”

  • Jawab semua “why” anak dengan logis

Sebenarnya, setiap anak memang terlahir untuk berpikir kritis. Ingatkah ketika si kecil terus bertanya “mengapa”?  Semakin kita memberi jawaban logis pada pertanyaan anak, semakin banyak si kecil akan bertanya. Oleh karena itu, siapkan banyak energi, ya!

  • Hindari menggunakan dogma, berikan penjelasan!

Mungkin tak jarang kita menemukan orangtua yang menyuruh anak melakukan sesuatu karena “memang harus”. Hal seperti itu jangan ditiru, ya. Beri si kecil alasan mengapa tidak boleh atau harus melakukan sesuatu. Dengan demikian, ia akan belajar bertindak secara rasional, bukan karena paksaan.

  • Asah dengan buku

Semakin banyak ide baru yang ia peroleh dari buku maka akan semakin kritis pula cara berpikirnya. Untuk meningkatkan minat baca, berikanlah stimulasi sejak kecil. Kita bisa mulai mengenalkan huruf dengan buku Cican Wipe and Clean: ABC. Setelah cukup lancar membaca, buku seri Cican lain juga cocok untuk diberikan.

Hmmm … cukup menantang, ya, mengembangkan cara berpikir kritis dan logis pada anak. Tenang, semua itu akan ada hasilnya, kok! Kita akan melihat si kecil tumbuh menjadi pribadi yang cerdas dalam menyikapi suatu hal kelak.

 

usia emas membentuk karakter

7 Tahun Pertama: Usia Emas Membentuk Karakter

Karakteristik seseorang cenderung sulit untuk diubah. Mungkin kita heran, mengapa ada orang yang tak memiliki sikap toleran, peduli, senang berbagi, dan sebagainya. Padahal sikap tersebut diperlukan setiap orang untuk hidup harmonis dengan sesama manusia. Menurut pakar biologi perkembangan, Dr. Bruce Lipton,  fase emas untuk membentuk karakter seseorang terjadi pada usia tujuh tahun pertama, lo! Jadi, bisa dikatakan bahwa peran orangtua sangatlah penting untuk membentuk karakter seseorang.

Sayangnya, orangtua kerap tak acuh dengan perilaku dan perkataannya. Ia menganggap bahwa anaknya tidak paham dengan perilaku dan perkataan mereka. Padahal kenyataannya tidak demikian. Pada 7 tahun pertama kehidupan otak anak bekerja dengan gelombang berfrekuensi rendah, yang disebut gelombang teta. Gelombang tersebut membuat anak sangat responsif dengan segala hal yang terjadi di sekitarnya. Jadi berhati-hatilah dengan apa yang kita bicarakan dan perbuat di sekitar si kecil!

HIPNOSIS, PENGULANGAN, DAN PENERIMAAN TAK BERSYARAT

Lalu, apa yang sebaiknya orangtua lakukan di masa kritis tujuh tahun pertama si kecil?

  • Hipnosis

Menurut Dr. Bruce Lipton, di usia 0 hingga 7 tahun kondisi bawah sadar seorang anak merekam apapun yang ia lihat, dengar, dan baca. Oleh karena itu orangtua sebaiknya berbicara dan berbuat yang baik, serta menempatkan anak pada lingkungan yang positif. Misalnya memberikan tontonan dan bacaan edukatif. Kita dapat memberikan buku Kina Makes a New Friend karya kedua dari Maudy Ayunda. Buku tersebut mengajak si kecil belajar toleransi dan bijak dalam berteman. Dengan membaca buku tersebut, pesan moralnya dapat terekam di keadaan bawah sadar anak.

  • Pengulangan

Dr. Bruce Lipton juga mengemukakan bahwa pengulangan perilaku baik penting dilakukan di usia emas 7 tahun pertama. Perilaku yang diulang-ulang akan berubah menjadi kebiasaan. Jika ingin si kecil menjadi pribadi yang baik kepada sesama, maka perilaku tersebut harus dilakukan oleh si kecil secara berulang.  Baca juga Tanamkan 5 Kebiasaan Baik untuk Anak!

  • Berikan Kasih Tak Bersyarat

Kasih tak bersyarat atau yang disebut dengan unconditional positive regards ialah sikap menerima seseorang dalam keadaan apapun. Kasih tak bersyarat merupakan sikap yang sangat krusial bagi perkembangan anak. Dengan menerima anak dengan kondisi apapun, artinya kasih sayang kita tak terpengaruh dengan kesalahannya. Jika tujuh tahun pertama anak dipenuhi dengan kasih tak bersyarat dari orangtua, ia akan menerima dirinya sendiri. Sedangkan orang yang bisa menerima diri sendiri akan tumbuh menjadi pribadi yang bisa menghargai orang lain.

Merupakan hal yang menarik sekaligus menantang, bukan? Ternyata usia tujuh tahun pertama merupakan usia emas membentuk karakter si kecil. Oleh karena itu, mari didik anak kita dengan hati-hati, ya!

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta