Mengasuh dan Mendengarkan Suara Anak ala Montessori

Di era digital yang serbacepat ini makin banyak metode parenting yang ditawarkan. Dari beberapa metode pengasuhan anak tersebut, Montessori menjadi salah satu yang terbaik dan tetap relevan. Metode pengasuhan yang ditemukan oleh seorang antropolog dan psikolog perkembangan dari Italia bernama Dr. Maria Montessori ini mempunyai dasar teori yang kuat dan konsep penerapan yang jelas sehingga mudah diterapkan tetapi mempunyai dampak positif pada anak.

Dalam buku The Montessori Child: Panduan Orang Tua dalam Membesarkan Anak yang Berdaya, Berpikir Kreatif, dan Berhati Welas Asih karya Simone Davies dan Junnifa Uzodike, pendekatan Montessori mempunyai tiga pokok sebagai dasar konsep pengembangannya. Pertama, membesarkan anak dengan rasa menghormati, kasih sayang, dan pengertian. Di sini orang tua berposisi sebagai pemandu anak dalam belajar dan bertumbuh. Kedua, lingkungan yang dipersiapkan atau dikondisikan sehingga menunjang aktivitas belajar anak dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, menciptakan kegiatan-kegiatan yang memenuhi kebutuhan unik anak dalam rangka mendukung perkembangan kognitif, emosional, sosial, dan spiritual secara holistik (The Montessori Child, hlm. 2).

Sebagai “pemandu” anak, orang tua di rumah bukanlah bos yang mengatur anak melakukan apa atau menjadi apa, tetapi juga bukan pelayan yang membiarkan anak melakukan apa pun yang dia suka. Orang tua sebagai pemandu mempunyai tugas memandu anak untuk menjadi mandiri sekaligus bertanggung jawab. Anak yang belajar secara mandiri dengan panduan yang baik akan berkembang menjadi pribadi yang lebih mandiri.

Untuk mengondisikan kebebasan dan kemandirian dalam belajar agar tetap kondusif, tentunya orang tua harus menyiapkan baik ekosistem fisik ataupun peraturan. Itulah sebabnya dalam pendekatan Montessori, penting untuk mengajak anak membangun kesepakatan tentang peraturan yang akan berlaku selama proses belajar berlangsung. Proses menyusun kesepakatan bersama membuat pemelajar merasa aman dan diterima (The Montessori Child, hlm. 51). Kesepakatan ini misalnya mengatur jam berapa anak boleh bermain ke luar rumah dan kapan harus belajar atau berlatih. Kita bisa mendiskusikan dengan anak bagaimana menyusun jadwal sekaligus berapa lama durasinya. Kerepakatan ini juga berlaku bagi orang tua. Kapan orang tua harus menemani anak di rumah dan kapan orang tua bisa pergi meninggalkan anak sendiri di rumah. Orang tua dan anak-anak juga berdiskusi untuk menentukan konsekuensi yang didapatkan apabila kesepakatan itu dilanggar.

Semua anak bisa diikutsertakan dalam rapat untuk mengambil kesepakatan dalam aktivitas di rumah. Tentunya partisipasi anak dalam rapat disesuaikan juga dengan umurnya. Untuk anak usia 3–6 tahun rapat mesti singkat dan diarahkan orang dewasa, tetapi tidak menutup kemungkinan menampug ide anak yang muncul pada saat rapat. Selanjutnya pada usia 5,5 hingga 6 tahun ke atas, anak sudah bisa berpartisipasi secara penuh dalam rapat. Sebagai contoh, kita simak kegiatan rapat berikut ini.

  • Setelah makan bersama, orang tua meminta waktu kepada anak untuk ikut rapat kecil keluarga. Jika anak tidak mau, orang tua harus mencari waktu lain yang lebih kondusif dan memungkinkan anak bisa duduk dengan tenang.
  • Setelah waktu kondusif datang, kita mulai mengutarakan tujuan kita rapat dengan menggunakan kalimat-kalimat sederhana dan mudah dipahami anak.
  • Dengan poin-poin yang sudah diatur sedemikian rupa sehingga efektif, durasi rapat bisa diusahakan secepat mungkin agar anak tidak bosan.
  • Di tengah pengambilan kesepakatan, anak ditanya setuju atau tidak dengan poin-poin yang diajukan. Jika tidak setuju, anak diminta memberikan alternatif jawaban.
  • Untuk anak berusia 5,5 sampai 6 tahun bisa diberi kesempatan untuk mengajukan poin kesepakatan dari idenya sendiri.

Setelah kesepakatan tentang peraturan di rumah sudah jadi, maka langkah selanjutnya adalah mempersiapkan lingkungan fisik dan psikologis. Lingkungan fisik diciptakan di rumah untuk menfasilitasi aktivitas fisik sekaligus mengasah kognitif pada anak. Selanjutnya lingkungan psikologis yaitu kita membangun ruang tempat anak merasa aman, nyaman, dan bebas bereksplorasi. Kita menjadi rujukan anak ketika mereka mengalami situasi sulit. Dengan demikian, anak merasa bebas sekaligus mendapatkan perhatian dari orang tua.

Tugas-tugas pokok orang tua dalam penerapan metode Montessori adalah memberikan keamanan dan pengawasan, menyingkirkan hambatan, memupuk kedekatan, dan membangun kepercayaan bersama anak. Dalam hal ini kedekatan menjadi faktor penting untuk bekerja sama dengan anak. Dalam metode Montessori orang tua tidak boleh memaksa anak untuk belajar sesuatu untuk menyesuaikan dengan perkembangan anak pada umumnya.

Metode Montessori bertujuan untuk memupuk kemandirian dan rasa tanggung jawab. “Kita bisa membantu anak mempelajari bahwa dia mampu dan memegang kendali, mempunyai kemandirian fisik dan mental. Dengan melatih disiplin dan kemandirian diri, anak akan lebih mudah mempelajari keterampilan bermasyarakat. Kita membantu anak-anak secara mandiri belajar menjadi versi terbaiknya di keluarga dan masyarakat.

Rasa Ingin Tahu

Usia anak-anak adalah masa yang penuh dengan rasa ingin tahu. Maka dari itu, akan sangat penting memberikan pengalaman menyenangkan dari rasa ingin tahu pada anak. Pada anak usia 3–6 tahun adalah seperti spons yang menyerap semua stimulus dan hal-hal yang menurutnya menarik perhatian. Mereka sering bertanya, “Apa ini?” dan “Kenapa begitu?”. Dengan begitu mereka mengumpulkan fakta-fakta yang ada di sekitarnya. Sedangkan anak usia 6–12 tahun menurut Dr. Montessori adalah The Absorbent Mind yang tidak puas hanya dengan kumpulan fakta. Mereka akan berusaha mengungkap sebabnya. Absorbent makna harfiahnya adalah spons yang mudah menyerap apa pun informasi yang menarik di sekitarnya sekaligus ingin mengungkap hal-hal “misterius” di dalamnya.

Kita sebisa mungkin menghindarkan mesin pencari di internet untuk mencari tahu jawabannya. Lebih baik kita mengajak anak berpikir dan menganalisis hal-hal yang menarik. Salah satu caranya adalah menuliskan pertanyaan-pertanyaan itu dalam kertas dan ditempelkan ke tembok. Dengan mengumpulkan banyak pertanyaan itu, anak dilatih untuk berpikir kritis.

Untuk pengalaman yang lebih menantang dan eksploratif, alangkah baiknya anak dibiasakan atau diajari metode bercerita. Selain menggugah rasa penasaran, cerita juga merangsang imajinasi. Menjadi pencerita juga melatih anak untuk percaya diri berbicara di depan publik. Keterampilan ini juga akan mempermudah proses bersosialisasi dengan teman baru di sekolah dan di masyarakat.

Satu hal yang penting diperhatikan orang tua adalah tidak perlu meralat atau menyalahkan anak. Jika ada kesalahan dalam mempelajari satu keterampilan tertentu, alih-alih menyindir atau memarahi, orang tua harus tetap tenang dan berusaha mengajari dengan metode yang lebih mudah untuk melakukan dengan cara yang lebih benar. Jika anak belum bisa melakukan dengan tepat, tidak perlu khawatir karena kecepatan belajar setiap anak berbeda.

Untuk mempelajari dengan lebih detail cara-cara membesarkan anak dengan metode Montessori, alangkah baiknya membaca buku The Montessori Child: Panduan Orang Tua dalam Membesarkan Anak yang Berdaya, Berpikir Kreatif, dan Berhati Welas Asih karya Simone Davies dan Junnifa Uzodike. Buku terbitan Bentang Pustaka ini bisa didapatkan di toko-toko buku terdekat atau bisa dipesan secara online di www.bentangpustaka.com

Sering Mengulang Aktivitas, Montessori Mengungkap Hal yang Sedang Dialami Anak Usia 3-6 Tahun

Memasuki usia 3-6 tahun, anak cenderung sangat aktif bergerak dan bicara. Tidak jarang, anak sering mencoba untuk bergabung dalam berbagai kegiatan sehari-hari yang kita lakukan. Lalu, bagaimana cara menghadapinya?

Metode Montessori membagi tahap perkembangan anak dalam 4 ranah yang berlangsung setiap 6 tahun untuk memahami karakteristik anak agar kita bisa mendukung sesuai tahap perkembangannya. Khusus pada ranah usia dini, Dr. Montessori membaginya dalam dua sub-ranah. 

Pada sub-ranah pertama (0-3 tahun), anak mengalami pertumbuhan fisik yang sangat cepat dan menyerap berbagai hal tanpa sadar. Memasuki usia 3-6 tahun, anak akan cenderung menyempurnakan diri dengan mengasah dan menguasai kemampuan yang telah diperoleh pada tiga tahun pertamanya. Inilah yang menyebabkan pada usia ini, anak terus-menerus mengulang satu aktivitas.

Alt. Empat ranah perkembangan anak dalam metode Montessori.

 

Kenapa anak menanyakan berbagai hal?

Pada usia 3-6 tahun, anak akan sering menanyakan “Apa?” dan “Kenapa?” saat mengeksplorasi lingkungannya karena ingin lebih mengenal dunianya dengan lebih baik.

Saat anak menanyakan “Apa?”, kita bisa memberi anak lebih banyak kosakata untuk memahami dunia di sekitarnya. Saat anak menanyakan “Kenapa?”, kita bisa membantunya mencari jawaban bersama lewat berbagai jenis sumber informasi atau memfasilitasi anak untuk mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri.

Kita juga bisa mengenalkan anak usia 3-6 tahun dengan konsep semesta sederhana seperti membahas apa yang dibutuhkan makhluk hidup untuk tumbuh, bagaimana dia harus memperlakukan hewan, dan apa pun yang membuat anak tertarik saat mengeksplorasi dunia di sekitar.

Kenapa anak selalu ingin melakukan berbagai hal sendiri?

Pada dasarnya, anak senang meniru. Jika anak usia 3-6 tahun menunjukkan ketertarikan untuk ikut melakukan berbagai aktivitas yang kita lakukan, sebenarnya mereka ingin menyempurnakan diri sebagai individu dan membangun kemandirian dengan cara mengasah kemampuan untuk mengurus diri sendiri seperti makan, berpakaian, dan ke toilet secara mandiri. 

Maka, tidak heran jika dia ingin ikut ambil bagian dalam berbagai kegiatan, berusaha mengambil alih aktivitas kita, bahkan ingin memiliki berbagai alat yang bisa dia gunakan layaknya orang dewasa.

Lalu, aktivitas apa yang cocok untuk mendukung tumbuh kembang mereka?

Anak-anak usia 3-6 tahun mulai bisa bergerak secara sadar dan terkoordinasi. Maka, anak membutuhkan kegiatan yang dapat membantu anak mengembangkan koordinasi gerak yang terkait dengan pikiran mereka. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Kegiatan yang mengasah keterampilan dasar motorik kasar seperti berjalan, berlari, dan melempar,
  2. Kegiatan yang mengasah keterampilan dasar motorik halus seperti menulis, menguntai manik-manik, dan memotong,
  3. Mengenalkan anak pada keterampilan hidup sehari-hari seperti merawat diri dan lingkungan, berkebun, membantu menyiapkan makanan, dan sebagainya,
  4. Mengajak anak mengeksplorasi lingkungan sekitar, termasuk mengenal dan menggolongkan hewan dan tumbuhan.

Melalui buku “The Montessori Child”, Simone Davies dan Junnifa Uzodike memberikan panduan lengkap untuk membantu orang tua mengenali kebutuhan dan mendukung tumbuh kembang anak usia 3-6 tahun, serta menyiapkan lingkungan yang sesuai untuk anak berdasarkan metode Montessori. Dapatkan bukunya sekarang juga!

Lebih Nekat dan Suka Pamer? Ini Tips Mendampingi Anak Usia 6-12 Tahun Ala Montessori

Meskipun lebih ditujukan untuk pendidikan anak usia dini, Montessori sebagai metode pembelajaran yang membebaskan anak untuk mempelajari hal yang diminatinya dan belajar secara mandiri juga bisa diterapkan pada kanak-kanak hingga dewasa (usia 24 tahun).

Ranah perkembangan kedua terjadi saat anak berusia 6-12 tahun. Jika di usia dini anak mengalami pertumbuhan fisik yang pesat, memasuki usia 6-12 tahun, anak-anak akan mengalami banyak perubahan secara psikologis. Pada rentang usia ini, mereka memang jadi lebih nekat, pemberani, dan sering memamerkan setiap kemampuannya pada kita. 

Anak juga bisa jadi sering membantah sehingga sikapnya sering dianggap tidak sopan. Padahal, pada rentang usia tersebut anak sedang memasuki tahap perkembangan baru dan perlu didukung dengan cara yang berbeda.

Kenapa anak jadi jarang di rumah?

Memasuki usia 6-12 tahun, anak akan lebih suka menghabiskan waktu dengan orang lain dan melakukan kegiatan di luar rumah. Di ranah kedua ini, anak membutuhkan lebih banyak aktivitas fisik dan interaksi sosial karena sedang berlatih menjadi anggota masyarakat. 

Maka untuk mendukungnya, selain memberikan kasih sayang dan keamanan di rumah, kita juga harus belajar memberi anak kepercayaan, kebebasan, serta kesempatan untuk melakukan eksplorasi di luar rumah karena anak sedang mempelajari cara orang lain berpikir dan membangun empati. Anak mungkin juga akan membutuhkan bantuan kita untuk mengatur sejumlah insting naturalnya dalam hal sopan santun.

Kenapa anak melaporkan berbagai kejadian?

Jika di usia dini anak cenderung patuh dan menerima saja apa pun yang kita katakan, maka saat memasuki usia 6-12 tahun anak ingin mengetahui apa yang sebenarnya kita maksud, termasuk tentang apa yang “pantas” dan tidak pantas”.

Mereka seringkali melaporkan seseorang yang ia lihat melakukan tindakan yang salah karena sedang berusaha memahami benar, salah, dan keadilan. Secara instingtif, pada rentang usia ini, anak sedang berusaha membangun kompas moralnya. 

Mereka juga seringkali menanyakan “Kenapa?” dan “Bagaimana?” karena ingin memahami bagaimana segala hal bekerja dan bagaimana hal-hal tersebut terhubung satu sama lain. Kita bisa memanfaatkan imajinasinya yang sedang aktif untuk menjelaskan berbagai hal karena anak sudah bisa membayangkan waktu dan tempat yang lain. 

Anak punya bahasa rahasia?

Jangan kaget jika anak usia 6-12 tahun tiba-tiba tertarik pada sandi atau bahkan menciptakan bahasa sendiri. Hal ini mereka lakukan supaya bisa merasa mandiri dan terpisah dari keluarga, sekaligus menciptakan komunitasnya sendiri.

Lalu, kegiatan apa yang cocok untuk mendukung tumbuh kembang mereka?

Anak usia 6-12 tahun membutuhkan pekerjaan bermakna yang menggugahnya untuk berpikir, memecahkan masalah, dan membangun pemahaman baru. Ini adalah waktu yang tepat untuk:

  1. Mendorong anak melakukan pekerjaan besar seperti membuat penemuan,
  2. Bergabung dalam komunitas untuk mengetahui minat,
  3. Memupuk kemampuan berpikir kritis anak melalui diskusi,
  4. Berbagi cerita, termasuk cerita fantasi,
  5. Mendapatkan pendidikan semesta dengan topik yang lebih kompleks, dan
  6. Mengenalkan anak pada sejarah dunia.

Alt. Contoh aktivitas yang bisa dilakukan anak usia 6-12 tahun

 

Melalui buku “The Montessori Child”, Simone Davies dan Junnifa Uzodike memberikan panduan lengkap untuk membantu orang tua mengenali kebutuhan dan mendukung tumbuh kembang anak usia 6-12 tahun, serta menyiapkan lingkungan yang sesuai untuk anak berdasarkan metode Montessori. Dapatkan bukunya sekarang juga!

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta