Melatih Toilet Training pada Anak

Pernahkah kita mendengar kata toilet training? Apakah kita mengetahui apa maksudnya? Toilet training adalah proses anak belajar untuk buang air besar dan buang air kecil di toilet secara mandiri. Tahap ini mengajarkan anak untuk tidak lagi buang air di popok, seperti yang biasanya ia lakukan. Pada buku Cican Bisa ke Toilet Sendiri, diceritakan bahwa Cican sudah bisa ke toilet secara mandiri dan tahu kapan ia harus ke toilet. Ajak si kecil untuk ke toilet sendiri juga, yuk.

 

Bagaimana Cara Melatih Toilet Training?

Melatih toilet training pada anak tentu memerlukan waktu dan kesabaran. Sebelumnya, anak telah terbiasa untuk buang air di popok tanpa berusaha untuk pergi ke toilet dan membersihkannya. Ketika ia harus pergi ke toilet untuk buang air, tentu ada banyak perubahan yang ia rasakan dan perlu ia sesuaikan.

Langkah pertama yang bisa kita lakukan untuk melatih toilet training pada anak adalah mengenalkannya pada toilet. Kita ingatkan dan beri tahu anak bahwa jika ingin buang air besar dan kecil, ia bisa pergi ke toilet.

Langkah kedua adalah menjelaskan fungsi dan beri contoh penggunaannya. Kita harus menjelaskan fungsi benda-benda yang ada di toilet sembari mengajarkan cara penggunaannya. Misalnya, wastafel. Kita jelaskan bahwa benda tersebut namanya adalah wastafel, fungsinya sebagai tempat mencuci tangan, wajah, dan gosok gigi. Kemudian kita beri contoh penggunaannya.

Langkah selanjutnya adalah menjadikan kegiatan tersebut sebagai rutinitas. Misalnya saat anak baru bangun tidur, kita bisa mengajaknya ke kamar mandi untuk buang air. Sebelum tidur juga kita bisa ajak anak untuk buang air.

 

Baca juga: Pentingnya Menjaga Kebersihan Toilet

 

Mengajari Anak Cara Penggunaan Toilet

Saat melihat toilet pertama kali, anak pasti merasa bingung karena banyaknya hal yang harus ia lakukan ketika buang air. Untuk mempermudah toilet training, pastikan anak mengenakan celana yang mudah dilepas dan dipakai secara mandiri. Setelah itu kita bisa mengajari mereka cara menggunakan toilet.

Pertama, kita jelaskan cara duduk yang benar di kloset. Selanjutnya, kita mengajari cara membersihkan diri setelah buang air. Saat mengajari cara membersihkan diri ini, pastikan anak merasa aman dan nyaman. Kemudian, ajari mereka cara menekan tombol flush setelah selesai buang air. Mungkin tombol flush bisa terlalu tinggi atau berat bagi anak, sehingga kita perlu pelan-pelan mengajari mereka.

Langkah selanjutnya kita bisa menunjukkan proses pembuangan air seni atau tinja ke kloset. Kita perlu menekankan pada anak bahwa tempat pembuangan akhir air seni dan tinja adalah kloset. Langkah terakhir ialah mengajari mereka cara mencuci tangan dengan benar setiap selesai menggunakan toilet. Langkah terakhir ini sangat penting untuk selalu anak lakukan dan beritahu mereka pentingnya mencuci tangan setelah menggunakan toilet.

 

Mengajari anak toilet training penting dilakukan sejak dini. Tidak hanya agar mereka bisa terbebas dari popok lebih cepat, tetapi juga melatih kemandirian mereka. Selain itu, jika anak terlambat memahami toilet training, ia bisa telanjur merasa tidak nyaman ketika kita mengajari dan menunjukkan langkah-langkahnya.

Melalui buku Cican Bisa ke Toilet Sendiri yang akan segera republish pada bulan Mei, ajak dan ajari anak untuk ke toilet sendiri. Buku karya Wahyu Aditya ini tidak hanya menampilkan karakter Cican dan Cini yang menggemaskan, tetapi juga menyampaikan pesan yang baik untuk anak.

Makna kegiatan anak

Makna Perilaku Anak yang Perlu Kita Ketahui

Ketika kita melihat perilaku anak, mungkin dalam pikiran kita hanyalah mereka melakukan aktivitas yang lucu, menggemaskan, atau bahkan nakal. Namun, setiap gerakan mereka mengandung sebuah makna. Pada buku Montessori: Keajaiban Dunia Anak yang Terlupakan, Montessori menjelaskan hasil eksperimennya terhadap makna perilaku anak-anak.

 

Anak Suka Mengulang-ulang Kegiatan

Apakah si kecil sering mengulangi kegiatan yang sama? Misalnya mengeluarkan dan memasukkan mainan dua kali atau lebih? Apa yang ada dalam pikiran kita ketika melihat hal tersebut? Montessori dalam buku ini melakukan eksperimen dengan berusaha menginterupsi fokus anak yang melakukan hal sama berulang kali. Hasilnya, si anak tetap fokus dengan hal yang sedang ia kerjakan.

Hal ini menandakan bahwa anak berhasil konsentrasi terhadap sesuatu yang ia kerjakan dan begitu selesai ia akan kembali melihat kita dan mencari hal lain yang menarik. Tentu ini menjadi lebih mudah bagi kita ketika ingin mengajari anak sesuatu. Misal kita mengajari mereka cara mencuci tangan setelah bermain. Anak-anak cenderung mengulangi hal yang sama dan bangga menunjukkan pada kita kalau mereka sudah mencuci tangan.

 

Peka Terhadap Keteraturan

Banyak dari kita yang tidak mengetahui kalau anak-anak itu menyukai keteraturan. Ketika anak terlepas dari sesuatu yang biasa ia rasakan atau keteraturan tersebut, mereka cenderung merasa tidak nyaman. Mereka juga suka meniru apa yang mereka lihat. Misalnya, ketika kita menjatuhkan sesuatu kemudian kita ambil dan kita kembalikan ke tempatnya. Anak juga cenderung akan melakukan hal tersebut dan paham bahwa benda itu memiliki tempatnya sendiri.

Kita pasti pernah menghadapi situasi ketika sedang melakukan suatu pekerjaan lalu anak mengikuti dan kita meminta mereka untuk tidak mengikuti. Namun, anak tetap mengikuti dan kita berpikir bahwa mereka tidak patuh. Namun, sebenarnya anak ingin membantu. Ketika ia sudah berhasil membantu, ia akan kembali melakukan hal tersebut untuk seterusnya. Ini menunjukkan bahwa anak sebenarnya peka terhadap keteraturan.

 

Bebas Memilih

Pernahkah kita lupa mengunci pintu lemari anak dan kemudian tiba-tiba ia mengambil barang miliknya di dalam lemari? Apa yang kita pikirkan ketika hal itu terjadi? Ketika hal ini terjadi, Montessori melihat bahwa hal ini menandakan anak-anak sudah mulai bisa memilih. Ketika melihat lemari terbuka, mereka berpikir bahwa mereka boleh memilih baju dan aksesori apa yang ingin mereka kenakan.

Kita juga bisa mulai melatih kebebasan anak dalam memilih, misalnya memilih rasa es krim yang mereka inginkan, pakaian yang ingin mereka kenakan, dan kegiatan apa yang ingin mereka lakukan hari ini. Alih-alih berpikir bahwa mereka nakal atau memiliki insting mencuri, misalnya, kita bisa berpikir bahwa anak sudah memiliki preferensi dan minat mereka sendiri.

 

Anak-Anak Tidak Selalu Memilih Mainan

Montessori melihat bahwa anak-anak tidak selalu memilih mainan dalam beraktivitas. Mereka lebih memilih aktivitas tanpa mainan hingga Montessori datang kepada mereka dan menawarkan mainan. Anak-anak tetap memilih kegiatan tanpa mainan ini dan Montessori menyimpulkan bahwa ketertarikan anak tidak selalu pada mainan.

Dalam kehidupan anak, mainan dan bermain mungkin dianggap sebagai sesuatu yang inferior, sementara aktivitas adalah alternatif lain yang bisa mereka lakukan jika tidak ada yang lebih baik lagi. Ini sama halnya ketika kita bermain kartu pada saat senggang, namun kita tidak lagi tertarik bermain kartu jika dipaksa terus-menerus.

 

Ada banyak perilaku ajaib anak yang mungkin hanya terlihat sederhana dan tanpa makna, namun jika kita mendalaminya, setiap langkah mereka jadi bermakna. Pada buku Montessori: Keajaiban Dunia Anak yang Terlupakan, Maria Montessori mengupas makna perilaku anak yang sering terlupakan oleh kita. Untuk memperdalam pemikiran Maria Montessori mengenai dunia anak, buku ini menjadi rekomendasi yang bisa kamu dapatkan melalui linktr.ee/Bentang

potensi anak

Menggali Potensi Anak dengan Lingkungan Montessori

“Anak bertumbuh karena potensi kehidupan di dalam dirinya berkembang, mewujud ke permukaan.”

 

Kutipan di atas diambil dari buku Montessori: Seni Menggali Potensi Anak Sejak Dini yang ditulis oleh Paula Polk Lillard dan baru diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Membicarakan tentang potensi anak, kita seolah telah memberikan banyak kebebasan pada anak untuk mengeksplorasi hal di sekitarnya. Namun, apakah hanya dengan memberikan kebebasan sudah cukup? Menurut Montessori, banyak hal yang perlu diperhatikan untuk menciptakan lingkungan Montessori dan ramah anak.

Menciptakan Lingkungan Montessori

Montessori memberikan penekanan pada lingkungan dan terdapat tiga hal penting yang perlu diperhatikan. Pertama, lingkungan adalah nomor dua setelah kehidupan. Anak bertumbuh seperti demikian bukan karena ia kebetulan berada di suatu lingkungan tertentu. Ia bertumbuh karena potensi di dalam dirinya berkembang.

Kedua, lingkungan harus dipersiapkan agar anak bisa menjadi orang dewasa yang memiliki pengetahuan dan kepekaan. Ketiga, orang dewasa juga harus ikut berpartisipasi dalam kehidupan dan pertumbuhan anak di dalam lingkungan tersebut.

Menurut Montessori, lingkungan yang hidup serta mendukung anak akan membuat proses penggalian potensi lebih terbuka untuk anak. Pada lingkungan Montessori ini, ditekankan pentingnya peran orang dewasa untuk membantu anak. Orang dewasa sudah pasti harus membuka diri terhadap kehidupan dan proses yang sedang dijalankan oleh anak. Jika orang dewasa tidak bisa terbuka dan bersikap kaku terhadap pandangan tentang kehidupan, maka anak juga akan menghadapi hambatan dalam prosesnya.

(Baca juga: Kecakapan Komunikasi Sebagai Potensi Anak)

Enam Komponen Montessori

Lingkungan kelas Montessori mengandung enam komponen dasar. Komponen ini diperlukan tidak hanya untuk menciptakan lingkungan kelas yang baik tetapi juga membantu kita untuk menggali potensi anak. Komponen-komponen ini antara lain ialah konsep kebebasan, struktur dan keteraturan, realitas dan alam, keindahan dan atmosfer, aparatus Montessori, dan pengembangan kehidupan bermasyarakat.

Kebebasan adalah elemen esensial dalam lingkungan Montessori. Anak bisa mengungkapkan dirinya hanya di tengah lingkungan yang bebas. Komponen struktur dan keteraturan berhubungan dengan alam semesta atau lingkungan sekitar anak. Jika kita membiasakan anak melihat dan merasakan keteraturan maka ia juga akan memercayai lingkungannya. Dengan adanya keteraturan, anak juga bisa menyelesaikan aktivitasnya.

Komponen ketiga adalah realitas dan alam. Pada komponen ini, anak harus memperoleh kesempatan untuk memperhatikan batas-batas alam dan realitas agar anak terbebas dari fantasi dan ilusinya sendiri. Dengan cara ini, anak bisa mengembangkan disiplin dan keyakinan dirinya. Komponen keempat adalah keindahan dan atmosfer. Keindahan dan atmosfer ini untuk memupuk respons positif terhadap kehidupan. Montessori mengatakan bahwa keindahan bukan hanya alat bantu anak yang sedang berkembang tetapi juga sebagai hal yang dibutuhkannya untuk mengeluarkan kemampuan dalam merespons kehidupan.

Apa saja Komponen Montessori?

Komponen selanjutnya adalah aparatus Montessori. Banyak anggapan yang salah mengenai hal ini. Aparatus Montessori bukan bahan ajar karena tujuannya bukan untuk mengajari anak keterampilan. Aparatus Montessori berfungsi internal untuk anak, yaitu membantu konstruksi diri dan perkembangan psikisnya. Komponen yang terakhir adalah pengembangan kehidupan bermasyarakat. Pada perkembangan anak, mereka akan belajar untuk menumbuhkan rasa memiliki dan bertanggung jawab. Rasa tanggung jawab ini juga akan berkembang menjadi rasa peduli, simpati, dan empati.

Menciptakan lingkungan kelas Montessori yang bisa membantu kita untuk menggali potensi anak memang bukan hal yang mudah. Namun, jika kita sudah memahami filosofi serta caranya, hal tersebut bukan lagi perkara yang begitu sulit. Melalui buku Montessori: Seni Menggali Potensi Anak Sejak Dini karya Paula Polk Lillard, kita akan mempelajari filosofi Montessori lebih mendalam. Selain itu, kita juga bisa memahami bagaimana untuk menciptakan lingkungan Montessori yang tepat untuk anak sehingga bisa menguak potensi dalam diri mereka.

 

Enda Sinta Apriliana

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta