Jangan Sekali-Kali Menyepelekan Titi Kolo Mongso sebagai Pengingat Perubahan Zaman

Titi kolo mongso, orang Jawa pasti tahu istilah tersebut. Titi kolo mongso memiliki makna ‘momentum’. Ada banyak sekali momentum berharga yang ditemui dalam kehidupan kita. Sampai-sampai tidak terhitung. Bagi seorang jurnalis, sastrawan, dan penulis, titi kolo mongso sangat penting. <p style="text-align: justify;"><a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;"><em>Titi kolo mongso</em></span></a>, orang Jawa pasti tahu istilah tersebut. <em>Titi kolo mongso</em> memiliki makna ‘momentum’. Ada banyak sekali momentum berharga yang ditemui dalam kehidupan kita. Sampai-sampai tidak terhitung. Bagi seorang jurnalis, sastrawan, dan penulis, <em>titi kolo mongso</em> sangat penting. Mereka menjadikan momentum yang terlintas untuk dijadikan ide sebelum dilahirkan ke dalam tulisan/buku ataupun bentuk karya lain. Sedangkan bagi masyarakat umumnya, momentum dibiarkan berlalu dan pergi.</p>

<p style="text-align: justify;"><a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;">Jangan sekali-kali menyepelekan <em>titi kolo mongso</em></span></a>, sekiranya itulah yang selalu dicatat oleh seniman, penulis, ataupun jurnalis. Sekecil apa pun momentum, jika dapat diolah dengan kreativitas bisa menjadi karya yang bombastis dan meledak di pasaran. Namun, tidak semua orang mampu memanfaatkan <a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;"><em>titi kolo mongso</em></span></a> dengan benar. Rahasia memaknai momentum dengan cara mempertajam sensitivitas.</p>

<p style="text-align: justify;">Tidak semua orang memiliki sensitivitas dalam memanfaatkan <a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;"><em>titi kolo mongso</em></span></a>. Misal, ketika banyak masyarakat yang bertanya (heran) pada penulis yang produktif menelurkan karya. Banyak pembaca yang mempertanyakan bagaimana bisa menemukan ide. Kasus lain yang hampir mirip, pertanyaan tentang bagaimana menemukan inspirasi bagi penulis pemula. Rerata penulis pun sering kebingungan menjawab pertanyaan dengan pas dan tepat. Karena, baik buruknya ide tergantung dari kemampuan pengelolaannya, daya analisis, dan kemampuan berimajinasi.</p>

<p style="text-align: justify;">Perbedaan orang yang produktif dan orang biasa-biasa saja terletak pada sensitivitas melihat lingkungan sekitar. Sensitivitas seseorang yang tinggi inilah yang akan melahirkan banyak ide. Bagi mereka yang peka bisa melihat <a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;"><em>titi kolo mongso</em></span></a> yang biasa menjadi luar biasa sehingga melahirkan karya yang dikagumi oleh banyak orang. Itu sebabnya <a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;">jangan sekali-kali menyepelekan <em>titi kolo mongso</em>.</span></a></p>

<p style="text-align: justify;">Berbicara tentang <a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;"><em>titi kolo mongso</em></span></a>, pada era sekarang dan dahulu ternyata jauh berbeda. <a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;"><em>Titi kolo mongso</em> </span></a>masyarakat dahulu dan sekarang sudah mengalami banyak pergeseran. Seperti yang disampaikan oleh Sujiwo Tejo dalam buku terbarunya, <a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;"><em>Talijiwo</em></span></a>. Dia menyampaikan bahwa masyarakat Indonesia era pemerintahan Soekarno adalah masyarakat yang guyub rukun, tulus, tidak banyak prasangka. Sebaliknya, era yang semakin maju justru melahirkan masyarakat yang memiliki prasangka yang besar.</p>

<p style="text-align: justify;">Sujiwo Tejo juga mencontohkan <em>titi kolo mongso</em> dahulu dan sekarang. Masih pada masa pemerintahan Soekarno, dahulu masyarakat desa selalu menyediakan gentong-gentong di pinggir jalan. Gentong-gentong tersebut diisi dengan air mentah. Fungsinya untuk masyarakat yang jalan kaki dan membutuhkan air minum. Mereka tinggal meminum air dari gentong di pinggir jalan sepuasnya. Menariknya, air tersebut bukan air matang, melainkan air sumur. Itulah yang unik, kandungan air di sumur dan di kali masih bisa langsung diminum, tanpa menimbulkan sakit perut.</p>

<p style="text-align: justify;">Berbeda dengan era sekarang. Kini air sudah tercemar. Jika air dari sumur tidak dimasak, dapat mengakibatkan perut sakit. Jangankan kandungan air yang mulai kotor, beberapa tempat bahkan di Ibu Kota sendiri mengalami krisis air. Untuk keperluan minum sehari-hari, air yang dulu melimpah kini harus dibeli. Dari dua zaman itulah sudah tampak jelas perbedaannya. Itulah sebabnya Sujiwo Tejo berpesan agar<a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;"> jangan sekali-kali menyepelekan <em>titi kolo mongso</em>.</span></a> Barangkali sekarang masih krisis air. Dua puluh tahun yang akan datang, kita tidak akan tahu krisis apa yang akan terjadi.</p>

<p style="text-align: justify;">Itulah hal yang menarik dari pesan Sujiwo agar <a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;">jangan sekali-kali menyepelekan <em>titi kolo mongso</em>.</span></a> Semoga ulasan ini memberikan sudut pandang lain.</p>

<p style="text-align: justify;">Dapatkan karya terbaru <a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;">Sujiwo Tejo, <em>Talijiwo, </em></span></a>di sini.</p>Elisa

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta