launching karya andrea hirata

Guru Aini, Maryamah Karpov Kedua Andrea Hirata

[Review Buku] Membaca buku ini membuat pikiran saya melayang di suatu masa ketika guru matematika itu melempari saya dengan sebatang kapur. Di saat ia dengan serius menjelaskan rangkaian angka-angka, saya malah asyik makan kuaci bunga matahari di dalam kelas.

Guru Aini adalah prekuel dari novel Andrea Hirata: Orang-Orang Biasa. Prekuel itu awalan dari cerita sebelumnya. Novel Guru Aini sejenis novel from zero to hero. Dulu Andrea pernah menulis semacam ini ketika membuat novel Maryamah Karpov. Kali ini palagan itu bukan catur, melainkan matematika, ibu segala ilmu, piston yang menggerakkan seluruh mekanika kepandaian.

Guru Matematika yang Idealis

Nuraini binti Syafrudin atau Aini biasa ia dipanggil adalah tokoh novel ini yang paling bebal dalam pelajaran matematika. Sejak SD sakit perutnya kambuh kalau ada pelajaran itu. Sebuah kebiasaan yang entah kenapa bisa diturunkan dari ibunya Aini, Dinah, dulu sewaktu masih sekolah. ”Kalau ada pemilihan putri paling tak becus matematika tingkat Provinsi Sumatera Selatan, lekas kudaftarkan kau, Dinah!” kata Guru Matematika Desi Istiqomah.

Semua berubah ketika ayah Aini jatuh sakit dan ia tak naik kelas karena absen selama 7 bulan untuk menjaga ayahnya. Sang tabib bilang kepada Aini kalau penyakit ayahnya ini hanya bisa disembuhkan dengan pengobatan modern. Sejak itu Aini ingin menjadi dokter.

Masalahnya adalah ia harus menaklukkan matematika agar bisa kuliah di fakultas kedokteran. Untuk itu ia harus belajar kepada guru terbaik: Guru Desi. Guru matematika yang terkenal idealis. “Tanpa idealisme, matematika akan menjadi lembah kematian pendidikan,” kata Guru Desi.

Nazar yang Aneh

Guru Desi juga dikenal sebagai guru yang galak, genius, dan punya nazar yang aneh. Guru Desi tidak akan pernah mengganti sepatu pemberian ayahnya yang sudah dipakai sejak pertama kali pergi ke tempat terpencil itu, sampai ia menemukan murid yang pintar matematika. Di sinilah cerita guru eksentrik dan murid bebal terjalin menarik.

Guru Desi tak serta-merta menerimanya. Ia harus mengetahui seberapa kuat nyali Aini. Menurut Guru Desi ada tiga cara mempersulit diri sendiri di sekolah itu: “Pertama, masuk kelasku. Kedua, belajar matematika. Ketiga, belajar matematika dariku.”

Dengan berjalannya t kecil (baca: waktu) Guru Desi menerima Aini. Namun kebebalan seperti pungguk pengkor yang tak mau terbang dari tempurung kepala Aini. Guru Desi berusaha mencari cara bagaimana Aini bisa memahami matematika, tidak menjadi monumen kegagalannya mengajar, dan tak menjadi bagian dari statistik suram matematika dunia.

Juga Aini dengan tekad kuat berusaha tabah dengan kelakuan gurunya. “Di tiang bendera mana kepalamu pernah terbentur sehingga kau telat mikir begini?!” teriak Desi kepada Aini kalau tak mampu menjawab soal matematika. Guru Aini hampir menyerah sampai ia menemukan suatu cara terakhir.

Kuaci dan Fibonacci

Seperti biasa Andrea mahir memancing haru biru juga gelak tawa dengan humor-humornya. Karakter Guru Desi yang kuat menjadi daya pikat novel yang terbit di awal Februari 2020 ini walaupun bab pertamanya terasa membosankan. Tidak ada komentar lain selain ini.

Kemudian, bagaimana cara jitu Guru Desi mengajari matematika kepada Aini? Mampukah Aini seperti pesan Guru Desi kepadanya di suatu hari? “Buatlah sesuatu, supaya aku tak dapat melupakan namamu!” Bisakah Aini masuk fakultas kedokteran?

Tentu, menikmati dengan membaca sendiri novel itu lebih berkesan daripada mendengar akhir ceritanya dari orang lain. Oh ya, ingat dengan kuaci bunga matahari? Melihat pola bunganya, tersembunyi urutan Fibonacci. Matematika juga. Kalau saja guru matematika itu tahu dan saya tak bebal.

Selamat membaca.

Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
10 Februari 2020

 

Review ini dikutip atas izin penulis dari

https://rizaalmanfaluthi.com/2020/02/10/resensi-buku-guru-aini-maryamah-karpov-kedua-andrea-hirata/

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta