Versi Original: Alternatif Pembacaan terhadap Novel-Novel Andrea Hirata

Dalam dunia penerbitan modern, ada beragam jenis pengembangan naskah. Sebuah naskah kini tidak melulu dicetak, tetapi bisa diubah menjadi buku audio, buku internet, dan banyak macamnya. Bahkan dari sisi konten, kita sering melihat ada versi ringkas (abridged) dan versi panjang atau lengkap (unabridged). Buku yang semula setebal 700 halaman, dipangkas hingga hanya menjadi 500, atau bahkan lebih tipis lagi.

Alasan di balik pemangkasan itu beragam.

Kebanyakan untuk memenuhi kebutuhan pembaca yang menginginkan bacaan yang bisa dibaca dalam waktu lebih singkat. Meskipun demikian, pemangkasan itu tidak dilakukan sembarangan. Beberapa poin tetap dipertahankan, terutama inti cerita.

Penyajian cerita dalam bentuk lebih ringkas umumnya juga ditempuh saat sebuah naskah diputuskan untuk rilis ke dalam medium berbeda, misalnya buku audio. Buku setebal 500 halaman yang kadang baru bisa selesai dibaca dalam waktu beberapa hari, tentunya akan terasa menyusahkan jika harus dibacakan lengkap, mengingat daya serap informasi yang berbeda antara indra penglihatan dan indra pendengaran.

Lantas, kapan kita perlu membaca buku versi ringkas ini? Jika Anda hendak bepergian dan membutuhkan buku sebagai teman perjalanan, bisa jadi Anda lebih cocok dengan buku berukuran kecil dan lebih tipis. Dengan demikian, Anda bisa menghemat ruang pada ransel sambil tetap bisa menuntaskan cerita dalam waktu yang lebih singkat. Atau, terkadang kita sudah mendengar tentang sebuah judul yang dibicarakan banyak orang tetapi ragu-ragu membacanya karena terlalu tebal. Maka, buku versi ringkas bisa menjadi pilihan.

Kita tetap bisa menikmati cerita meski dalam versi miniaturnya.

Mungkin juga Anda ingin menghadiahkan buku bagus tetapi tebal kepada anak atau teman yang baru mulai belajar menyukai buku, versi ringkas bisa menjadi pertimbangan. Adapun membaca versi lengkap juga memberikan keuntungan lain. Terkadang kita membutuhkan sebuah gambaran konteks yang utuh untuk membantu kita memahami lebih detail situasi yang dihadapi setiap karakter dalam cerita.

Andrea Hirata, dalam launching Guru Aini dan serial original buku-bukunya pada Februari, memiliki pendapat sendiri tentang hal ini. Dalam riset yang dilakukannya untuk menulis ulang novel-novelnya (Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor, Maryamah Karpov, Padang Bulan, Cinta di Dalam Gelas, Sebelas Patriot, dan Orang-Orang Biasa), Andrea memang membaca sebanyak-banyaknya judul dengan berbagai versi. Dari situ, dia menyimpulkan bahwa membaca semua versi akan membuka mata kita lebih lebar tentang gaya penulis. Kita akan tahu apa keahlian setiap penulis ini, entah pada deskripsi, plot, karakter, atau konteks.

Andrea Hirata sendiri juga melakukan hal serupa pada novel-novelnya

Terutama Laskar Pelangi. Diakui bahwa alasan menuliskan kembali novel Laskar Pelangi dalam versi ringkas karena ingin buku itu bisa dinikmati oleh kalangan yang lebih luas. Masih pada sesi launching Guru Aini di salah satu kafe di Jakarta Selatan beberapa waktu lalu, Andrea menjelaskan bahwa Laskar Pelangi dan juga judul-judul lain bukan sekadar diringkas, tetapi juga melewati sejumlah penyesuaian, yang merupakan hasil kegelisahan selama ini.

Bagi Andrea, setelah menulis selama belasan tahun, kegiatan menulis ini serupa dengan berkesenian, dan dalam berkesenian ini kritik terbesar tidaklah berasal dari orang lain, melainkan dirinya sendiri. Dari sinilah kegelisahan itu muncul. Penerbitan sebuah buku adalah proses yang panjang dan penuh dinamika. Sebuah naskah bisa mengalami banyak perubahan bentuk.

Tepat 15 tahun setelah Laskar Pelangi kali pertama terbit di Indonesia, Andrea ingin membagikan kepada pembaca, seperti apa ide awal novel-novelnya. Misalnya, novel Sang Pemimpi dan Edensor yang awalnya merupakan satu kesatuan dan dipisah karena pertimbangan penerbitan pada masa itu, kini kembali disatukan dengan judul Sang Pemimpi. Begitu pun kisah Maryamah Karpov, Padang Bulan, dan Cinta di Dalam Gelas kini kembali bersatu dalam kaver yang sama, berjudul Buku Besar Peminum Kopi.

Selama 15 tahun, Andrea Hirata berkarya tanpa henti.

Banyak pembaca yang tumbuh besar bersama 12 novel yang dia lahirkan. Pembaca Laskar Pelangi yang dulu masih berseragam putih-merah kini sudah memasuki dunia kerja. Karakter pembaca pun berubah mengikuti perkembangan zaman dan teknologi. Mungkin hal ini pula yang menggugah Andrea Hirata untuk menuliskan ulang dan mempersembahkan kembali novel-novelnya dalam bentuk baru, yang dinamakannya seri original. Melalui seri original ini, Andrea ingin menawarkan sebuah alternatif baru untuk membaca karya-karyanya.

Bisa dibilang versi original hadir untuk melengkapi karya Andrea Hirata sebelumnya. Pembaca setia Andrea tidak perlu ragu membacanya karena, seperti yang diungkapkan di atas lewat pengalaman Andrea, membaca beragam versi akan memperkaya wawasan pembaca tentang gaya penulis. Adapun bagi pembaca baru, versi original ini hadir dalam bentuk yang lebih ringkas tanpa menghilangkan esensi penting sehingga membacanya tetap akan merasakan roh yang sama dengan versi sebelumnya.

launching karya andrea hirata

Guru Aini, Maryamah Karpov Kedua Andrea Hirata

[Review Buku] Membaca buku ini membuat pikiran saya melayang di suatu masa ketika guru matematika itu melempari saya dengan sebatang kapur. Di saat ia dengan serius menjelaskan rangkaian angka-angka, saya malah asyik makan kuaci bunga matahari di dalam kelas.

Guru Aini adalah prekuel dari novel Andrea Hirata: Orang-Orang Biasa. Prekuel itu awalan dari cerita sebelumnya. Novel Guru Aini sejenis novel from zero to hero. Dulu Andrea pernah menulis semacam ini ketika membuat novel Maryamah Karpov. Kali ini palagan itu bukan catur, melainkan matematika, ibu segala ilmu, piston yang menggerakkan seluruh mekanika kepandaian.

Guru Matematika yang Idealis

Nuraini binti Syafrudin atau Aini biasa ia dipanggil adalah tokoh novel ini yang paling bebal dalam pelajaran matematika. Sejak SD sakit perutnya kambuh kalau ada pelajaran itu. Sebuah kebiasaan yang entah kenapa bisa diturunkan dari ibunya Aini, Dinah, dulu sewaktu masih sekolah. ”Kalau ada pemilihan putri paling tak becus matematika tingkat Provinsi Sumatera Selatan, lekas kudaftarkan kau, Dinah!” kata Guru Matematika Desi Istiqomah.

Semua berubah ketika ayah Aini jatuh sakit dan ia tak naik kelas karena absen selama 7 bulan untuk menjaga ayahnya. Sang tabib bilang kepada Aini kalau penyakit ayahnya ini hanya bisa disembuhkan dengan pengobatan modern. Sejak itu Aini ingin menjadi dokter.

Masalahnya adalah ia harus menaklukkan matematika agar bisa kuliah di fakultas kedokteran. Untuk itu ia harus belajar kepada guru terbaik: Guru Desi. Guru matematika yang terkenal idealis. “Tanpa idealisme, matematika akan menjadi lembah kematian pendidikan,” kata Guru Desi.

Nazar yang Aneh

Guru Desi juga dikenal sebagai guru yang galak, genius, dan punya nazar yang aneh. Guru Desi tidak akan pernah mengganti sepatu pemberian ayahnya yang sudah dipakai sejak pertama kali pergi ke tempat terpencil itu, sampai ia menemukan murid yang pintar matematika. Di sinilah cerita guru eksentrik dan murid bebal terjalin menarik.

Guru Desi tak serta-merta menerimanya. Ia harus mengetahui seberapa kuat nyali Aini. Menurut Guru Desi ada tiga cara mempersulit diri sendiri di sekolah itu: “Pertama, masuk kelasku. Kedua, belajar matematika. Ketiga, belajar matematika dariku.”

Dengan berjalannya t kecil (baca: waktu) Guru Desi menerima Aini. Namun kebebalan seperti pungguk pengkor yang tak mau terbang dari tempurung kepala Aini. Guru Desi berusaha mencari cara bagaimana Aini bisa memahami matematika, tidak menjadi monumen kegagalannya mengajar, dan tak menjadi bagian dari statistik suram matematika dunia.

Juga Aini dengan tekad kuat berusaha tabah dengan kelakuan gurunya. “Di tiang bendera mana kepalamu pernah terbentur sehingga kau telat mikir begini?!” teriak Desi kepada Aini kalau tak mampu menjawab soal matematika. Guru Aini hampir menyerah sampai ia menemukan suatu cara terakhir.

Kuaci dan Fibonacci

Seperti biasa Andrea mahir memancing haru biru juga gelak tawa dengan humor-humornya. Karakter Guru Desi yang kuat menjadi daya pikat novel yang terbit di awal Februari 2020 ini walaupun bab pertamanya terasa membosankan. Tidak ada komentar lain selain ini.

Kemudian, bagaimana cara jitu Guru Desi mengajari matematika kepada Aini? Mampukah Aini seperti pesan Guru Desi kepadanya di suatu hari? “Buatlah sesuatu, supaya aku tak dapat melupakan namamu!” Bisakah Aini masuk fakultas kedokteran?

Tentu, menikmati dengan membaca sendiri novel itu lebih berkesan daripada mendengar akhir ceritanya dari orang lain. Oh ya, ingat dengan kuaci bunga matahari? Melihat pola bunganya, tersembunyi urutan Fibonacci. Matematika juga. Kalau saja guru matematika itu tahu dan saya tak bebal.

Selamat membaca.

Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
10 Februari 2020

 

Review ini dikutip atas izin penulis dari

https://rizaalmanfaluthi.com/2020/02/10/resensi-buku-guru-aini-maryamah-karpov-kedua-andrea-hirata/

Andrea Hirata

Tip Andrea Hirata bagi Para Penulis Pemula

Kalian suka menulis? Ingin menjadi penulis juga tapi kalian masih bingung harus mulai dari mana? Kebingungan untuk memulai memang menjadi masalah yang biasa dihadapi oleh orang yang baru mulai menekuni dunia menulis. Namun jangan khawatir, karena dalam artikel ini Bentang Pustaka akan memberikan tip bagi penulis pemula yang ingin menekuni dunia tulis-menulis dan ingin menjadi penulis andal. Orang yang memberikan tip ini juga bukan sembarangan. Pak Cik Andrea Hirata akan membagikan informasi menarik ini kepada kalian.

Andrea Hirata sendiri memberikan tip-tip kepenulisan bagi para pemula ini mengacu pada pengalamannya selama 15 tahun berkecimpung di dunia literasi. Sehingga tip darinya bisa kalian implementasikan secara langsung. Apa saja sih yang perlu dilakukan oleh penulis pemula saat ia akan menuliskan naskah pertamanya?

Menanamkan pada Diri Sendiri bahwa Kita Senang Bercerita

A good writer is a good storyteller. Ya, kemampuan bercerita dan berkisah adalah salah satu hal penting dan utama yang harus dimiliki oleh seorang penulis agar kariernya sukses di bidang ini. Kita bisa melihat contohnya pada sosok Andrea Hirata. Andrea Hirata merupakan salah satu penulis Indonesia yang memiliki kemampuan bercerita di atas rata-rata. Saat berkunjung ke kantor Bentang Pustaka pun terlihat sekali bahwa bercerita atau berkisah merupakan bakat alaminya. Ia senang menceritakan banyak hal, sehingga yang mendengarkan pun tidak bosan.

Hal tersebut juga tergambar saat ia menuangkan bakat berceritanya dalam bentuk tulisan. Bahasa yang mengalir, alur yang bernyawa, dan kisah yang terasa nyata selalu berhasil membius pembaca. Pertanyaannya sekarang adalah bagaimana jika kita tidak memiliki kemampuan bercerita? Tenang saja, jalan menjadi penulis masih lebar. Jika kemampuan bercerita tidak ada maka yang kita butuhkan adalah senang bercerita. Kalau kita senang bercerita dan melatihnya dengan rutin, kesenangan itu lama-lama menjadi sebuah kemampuan.

Percaya kepada Cerita

Tip “percaya kepada cerita” ini sebenarnya memiliki dua maksud. Maksud yang pertama adalah kamu harus percaya pada cerita. Apa maksudnya? Pernahkah kalian mendengar bahwa ada seseorang yang tidak menyukai buku-buku fiksi karena mereka menganggap bahwa membaca buku fiksi, yang isinya adalah cerita-cerita, merupakan kegiatan yang membuang-buang waktu? Ya, memang ada seseorang yang seperti itu, dan hal tersebut tidak dapat disalahkan. Namun, ketika kalian ingin menjadi penulis, apalagi penulis novel, haruslah percaya kepada cerita. Percaya bahwa ada banyak hal dan pelajaran yang bisa diambil dari cerita tersebut. Lalu maksud yang kedua adalah kalian harus percaya pada cerita yang kalian tuliskan, harus percaya diri dengan alurnya dan segala hal yang sudah terbentuk di sana. Jika kalian saja tidak percaya diri pada cerita yang kalian buat sendiri, bagaimana orang lain mau percaya?

Memiliki Tujuan yang Baik dengan Bercerita

Tip terakhir adalah kalian harus memiliki tujuan yang baik dengan bercerita. Apa maksudnya? Kalian membuat novel, bercerita, dan berkisah bukan hanya untuk keperluan mencari uang atau ketenaran, namun lebih dari itu. Kalian harus memiliki misi dan tujuan yang baik dengan cerita kalian. Tujuan-tujuan baik itu dapat berupa memotivasi orang lain melalui cerita kalian, menyumbangkan sebagian dari royalti yang kalian dapatkan untuk membangun pendidikan, atau yang paling sederhana adalah menyebarkan kebaikan melalui cerita kalian. Jika tujuan kalian untuk menulis buku ini baik, maka buku tersebut akan lebih mudah diterima oleh masyarakat dan biasanya lebih bermakna untuk masyarakat.

Itulah ketiga tip yang diberikan oleh Pak Cik Andrea Hirata bagi kalian para penulis pemula yang ingin menekuni dunia tulis-menulis. Pesan tambahan dari beliau, yang terpenting saat kita memilih untuk menekuni bidang ini adalah rasa sabar dan tidak mudah menyerah. Sabar untuk membangun cerita serta menyelesaikan naskah, dan tidak mudah menyerah bila naskah kita ditolak oleh penerbit.

Tip menulis oleh Andrea Hirata bisa didengarkan juga di Podcast Bentang melalui Spotify dan Google Podcast.  (Nas)

 

Kenapa Guru Matematika Memiliki Persona Galak?

Apa yang terlintas dalam benak kalian ketika mendengar kata matematika? Bisa dipastikan bahwa banyak yang akan menjawab pelajaran yang menakutkan, bukan? Lalu, apa yang akan kalian bayangkan ketika mendengar sebuah profesi bernama guru matematika? Masih bisa dipastikan bahwa akan banyak yang dengan spontan menjawabnya menggunakan satu kata: galak.

Ya, banyak di antara para siswa, mulai dari siswa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, hingga sekolah menengah atas yang menganggap bahwa guru matematika adalah guru yang paling galak. Hal tersebut pun tak jarang diamini oleh para guru matematika itu sendiri. Beberapa di antara mereka membagikan cerita di situs pribadi dan mengatakan sering mendapatkan imej galak dari para murid yang mereka ampu. Apakah memang benar bahwa guru matematika itu galak? Tentu saja tidak semuanya. Mungkin memang ada beberapa guru matematika yang galak, namun ada juga yang baik bahkan penuh kesabaran dalam mengajar siswa-siswinya, seperti Bu Desi mengajari matematika Aini. Lantas, mengapa sih banyak yang menganggap bahwa guru matematika itu galak? Mengapa pula imej tersebut begitu melekat?

Terbawa Predikat “Menakutkan” yang Disandang oleh Matematika

Banyak di antara para murid yang menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang menakutkan, sangat serius, dan sulit. Karena mengampu mata pelajaran yang serius, dianggap sulit, dan dianggap menakutkan, maka logika asal-asalan para murid tersebut akan berpikir bahwa guru pengampu mata pelajarannya pun akan sama menakutkannya. Matematika yang merupakan benda mati saja sudah menakutkan, apalagi guru matematika yang merupakan makhluk hidup dan harus mereka temui setiap berapa kali seminggu, pasti lebih menakutkan lagi. Jadi, guru matematika memiliki imej menakutkan karena terkena paparan pelajaran matematika yang sudah dicap menakutkan terlebih dahulu. Padahal itu hanya persepsi mereka yang kadung merasa takut sebelum mempelajari matematika dengan sungguh-sungguh. Guru matematika ada juga yang baik, kok, tenang saja!

Guru Matematika Itu Tegas, Bukan Galak

Seorang guru matematika haruslah menjadi seorang idealis. Tanpa idealisme, matematika akan menjadi lembah kematian pendidikan.”

Dalam novel Guru Aini, diceritakan bahwa sebagai guru matematika, Bu Desi memiliki sifat idealis, dan biasanya orang dengan sifat idealis juga cenderung bersikap tegas, sikap tegas ini rata-rata dimiliki oleh para guru matematika. Bahkan mungkin tingkat ketegasan mereka di atas guru mata pelajaran lain. Sikap tegas inilah yang oleh para siswa dikatakan galak. Guru matematika memang harus bersikap tegas. Mengapa? Karena banyak siswa yang sudah terlebih dahulu benci dengan matematika, mereka kemudian merasa malas untuk mempelajarinya, menganggap hal tersebut hanya membuang-buang waktu, dan akhirnya para siswa tidak menguasai ilmu penting ini. Guru matematika yang memiliki tanggung jawab untuk mengajari para siswa sampai bisa pastinya tidak ingin hal ini terjadi. Sehingga tidak ada pilihan baginya selain bersikap tegas agar para siswa mau dan serius mempelajari matematika. Sikap tegas ini pastinya harus dibarengi dengan sikap telaten dan sabar agar para murid tidak ketakutan.

Cara Mengajar yang Kurang Fun

Apa lagi yang membuat guru matematika terlihat menyeramkan dan galak? Ya, pelajaran yang ia ampu, seperti yang telah dijelaskan di poin pertama, guru matematika dicap galak karena matematika itu sendiri. Dikenal sulit di kalangan siswa, matematika tak jarang menjadi momok setiap semesternya. Oleh karena itulah para guru matematika harus memutar otak dan mencari cara bagaimana agar matematika dapat dipelajari dengan menyenangkan, santai tapi serius, dan menarik perhatian para siswa. Biasanya para guru matematika akan menggunakan alat peraga, game, atau cara-cara lain yang memungkinkan keterlibatan aktif para siswa untuk menjadikan kegiatan belajar-mengajar matematika ini menjadi menyenangkan. Kreativitas guru sangat dibutuhkan di sini.

Dipengaruhi oleh Persona Guru Matematika Lainnya

Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Karena satu guru matematika yang menghardik, jadi kena guru matematika seluruhnya. Mungkin memang ada oknum guru matematika yang galak, bukan tegas ya, tapi memang galak. Oknum guru ini sering memarahi siswa dan mengatai-ngatai siswanya yang sulit diajari, bahkan tak jarang mengejek. Karena satu guru yang seperti ini, jadilah seluruh guru matematika terkena akibatnya, yaitu dianggap galak. Padahal, lagi-lagi, kita tidak dapat menggeneralisasi sifat orang, pasti ada banyak guru matematika yang baik dan sabar di luar sana, seperti halnya Bu Desi yang tetap sabar mengajari Aini yang bersikeras agar bisa menguasai matematika.

Perjuangan Bu Desi untuk mengabdi dan menjadi guru matematika yang baik dapat kalian nikmati dalam novel Guru Aini karya Andrea Hirata yang akan terbit pada tanggal 2 Februari 2020 nanti. Pastikan kamu menjadi saksi dari petualangan ajaib Bu Desi, ya! (Nas)

 

Di Balik Alasan Mulianya Profesi Guru

Ada satu bait dalam lirik lagu Hymne Guru yang diciptakan oleh Sartono pada tahun 1980-an yang menjelaskan betapa pentingnya kehadiran seorang guru. Engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa. Satu bait terakhir dalam lagu tersebut, telah meletakkan profesi guru sama dengan pahlawan.

Mengapa profesi seorang guru begitu dimuliakan? Bukan hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi kelangsungan hidup suatu bangsa di negara mana pun. Padahal jika dibandingkan dengan pahlawan pada masa sebelum kemerdekaan, yang membawa senjata dan berlumuran darah, menjadi guru bukankah terlihat jauh lebih mudah?

Bertanggung Jawab dalam Melahirkan Generasi yang Cerdas

Sosok guru bertanggung jawab untuk mencerdaskan generasi di masa depan suatu bangsa. Di tangan mereka, seorang anak yang mulanya bodoh akan menjadi cerdas, dan yang awalnya tidak tahu menjadi tahu.

Misalnya dahulu ada anak kecil yang bodoh dan tidak mengerti matematika, namun ia memiliki mimpi menjadi seorang arsitek. Guru yang bijak akan membantu anak itu untuk meraih mimpinya, dengan membantunya belajar matematika. Ketika ia menjadi dewasa, si anak yang bodoh tersebut akhirnya bisa menjadi seorang arsitek dengan mampu melakukan perhitungan yang tepat karena ada seorang guru matematika yang dulu mengajarkannya berhitung.

Menjadi Penyemangat bagi Muridnya

Seorang guru mampu memotivasi muridnya untuk berani bermimpi besar bagi masa depan. Kehadirannya yang pantang menyerah dalam mengajarkan seorang murid, mampu menularkan semangat bagi murid tersebut.

Berkat jasanya pula akan lahir tokoh-tokoh besar yang nantinya berperan dalam membangun perkembangan suatu bangsa.

Suri Tauladan bagi Murid-muridnya

Kebaikan seorang guru mampu menjadi kenangan tersendiri bagi muridnya, ketika mereka beranjak dewasa. Dengan keikhlasan dan kesabarannya dalam mengajar, banyak murid yang akan  berubah perilakunya menjadi lebih baik dalam menyikapi persoalan hidup.

Guru Aini, Hasil Cinta Kasih Guru terhadap Muridnya

Novel berjudul Guru Aini karya Andrea Hirata, menjadi bukti bahwa cinta kasih seorang guru bisa terkenang selalu bagi muridnya. Ia mempersembahkan Guru Aini untuk Ibu Marlis, seorang guru yang hebat bagi Andrea.

Sosok Bu Marlis hadir dalam novel dengan nama Bu Desi Istiqomah, guru matematika yang berada di pelosok Sumatra. Kehebatan Bu Desi dibuktikan dengan tidak meninggalkan murid-muridnya yang berada di Kampung Ketumbi, yang sulit sekali memahami mata pelajaran yang ia ajarkan. Meskipun ia bisa saja mengusulkan pindah tugas ke kota yang lebih besar, namun idealismenya sebagai seorang guru tidak membuatnya goyah.

Apalagi ia bertemu dengan seorang murid yang sangat anti matematika bernama Aini. Nilai matematikanya tidak pernah beranjak dari 0 bahkan 1. Dengan mimpi besar Bu Desi untuk bisa menciptakan seorang murid yang cerdas dalam bidang matematika di daerah pelosok, tentu ia tidak akan menyerah dengan tantangan yang ia hadapi. (Justika Imaniar)

Kecintaan Andrea Hirata kepada Matematika

Dikenal sebagai seorang penulis novel di Indonesia, tak banyak yang tahu Andrea Hirata juga sangat menyukai dunia sains dan ilmu eksakta. Ia mengakui  dirinya suka dengan astronomi, fisika, kimia, dan statistik. Bahkan Andrea Hirata juga memiliki kecintaan kepada matematika. Sebab, ilmu ini merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang ia pelajari saat kuliah dahulu.

Karena kecintaannya di bidang literasi dan sastra, Andrea Hirata pun mengambil langkah serius dengan menulis. Lalu ia pun mencoba menerbitkan sebuah novel pada tahun 2005. Ya, novel tersebut tak lain dan tak bukan adalah Laskar Pelangi. Novel perdananya ternyata meledak di pasaran dan menjadi best seller hingga pada akhirnya difilmkan. Dari sanalah Andrea Hirata kemudian mencoba menekuni bidang ini hingga sekarang.

Tertarik pada Sains dan Ilmu Eksakta

Selama ini, kita mengenal Andrea Hirata sebagai sosok penulis novel Indonesia. Karya-karyanya dikenal khalayak luas, selalu dinantikan, bahkan salah satu novelnya yang berjudul Laskar Pelangi sudah diterbitkan di banyak negara dengan berbagai versi bahasa dan difilmkan oleh sinematografer terkenal di Indonesia. Selain itu, Andrea Hirata juga beberapa kali mendapatkan penghargaan terkait keterlibatannya di dunia literasi ini. Masyarakat awam atau siapa saja yang pertama kali mengenal Andrea Hirata pasti mengira bahwa ia merupakan seseorang yang menekuni bidang sastra dari awal. Dia juga sempat mengenyam pendidikan tinggi di bidang literature. Faktanya bukan seperti itu, Sahabat Bentang! Andrea Hirata merupakan lulusan salah satu universitas di Indonesia, di kampus tersebut ia justru mengambil studi ekonomi sebagai bidang yang ingin ia tekuni.

Jadi, pada dasarnya Andrea Hirata menyukai semua jenis ilmu. Buku-buku yang bertema ilmu-ilmu di atas juga dengan senang hati akan ia baca sampai habis. Oleh karena itulah sering kali kalian bisa menemui istilah-istilah ilmiah dalam novel Andrea Hirata. Ketertarikan Andrea Hirata dengan ilmu eksakta ini justru semakin memperkaya khazanah cerita dalam novel-novel yang ia tulis.

Matematika Menginspirasi Andrea Hirata Menulis Guru Aini

Karena kecintaannya kepada matematika, Andrea Hirata pun ingin menuliskan kisah yang terinspirasi dari ilmu tersebut, dan hal ini terealisasikan melalui novel Guru Aini. Penulisan novel ini juga sekaligus untuk mengajak siswa-siswi di Indonesia yang takut dengan matematika untuk menyukai dan menekuni ilmu tersebut, seperti tokoh Aini yang mulanya membenci matematika namun berkeinginan keras untuk menguasainya.

Novel Guru Aini ini akan bercerita tentang seorang guru matematika bernama Bu Desi yang bekerja di sebuah wilayah pelosok. Ia memiliki kesempatan untuk dipindahtugaskan ke wilayah yang lebih layak, namun menolak kesempatan itu. Bu Desi memiliki idealisme sendiri, di mana ia lebih ingin untuk mengajar anak-anak miskin di sebuah wilayah bernama Ketumbi. Di luar perkiraannya, mengajar murid-murid di Ketumbi ternyata penuh tantangan, Bu Desi harus memiliki stok kesabaran ekstra. Apalagi setelah bertemu dengan seorang murid bernama Aini yang anti sekali dengan matematika namun memiliki keteguhan hati untuk bisa menguasai ilmu ini. Sebagai guru matematika di sana, mau tidak mau Bu Desi harus mengajari Aini sampai bisa. Bagaimana perjalanan Bu Desi menjadi guru di pelosok? Apakah Bu Desi berhasil mengajari Aini matematika sampai bisa? Baca kisahnya lebih lanjut di novel Guru Aini. Novel terbaru Andrea Hirata ini juga sekaligus menjadi wadah baginya untuk bicara soal matematika. (Nas)

 

Guru Aini, Andrea Hirata

Guru Aini sebagai kecintaan Andrea Hirata kepada matematika.

Andrea Hirata

4 Tip Menulis Ala Andrea Hirata

Apa yang kalian bayangkan saat mendengar kata “menulis”? Pastinya ada berbagai macam jawaban yang terlintas dalam pikiran kalian, bukan? Dalam sebuah kesempatan, Andrea Hirata berbaik hati untuk membagikan tip menulis menurut versinya. Tip ini pastinya berasal dari pengalamannya selama 15 tahun menjadi penulis yang telah menerbitkan 12 karya. Bagi kalian para penggemar Pak Cik yang ingin sekali menjadi penulis hebat seperti beliau, berikut ini tip menulis ala Andrea.

Writing is Living

Bagi penulis yang sudah memiliki banyak karya seperti Andrea Hirata, menulis pastinya sudah menjadi bagian dari hidupnya. Menulis telah menjadi keseharian, bahkan mendarah daging pada sosok Andrea Hirata. Hal ini utamanya terkait dengan spontanitasnya dalam menulis sebuah karya. Baginya kegiatan menulis merupakan sebuah kebutuhan yang ia lakukan secara terus-menerus. Bahkan kalau bisa tanpa putus, sama halnya dengan bernapas, berjalan, dan bergerak. Menurutnya, jika menulis sudah menjadi bagian dari hidup, kita akan terus menulis, kapan pun, di mana pun, tanpa memandang tempat atau waktu. Karena menjadi keseharian, kita tidak merasakan menulis sebagai beban.

Apakah prinsip writing is living ini hanya berlaku bagi orang-orang yang memiliki spontanitas dalam menulis? Tentu saja tidak, dong! Bagi kalian yang harus menulis outline terlebih dahulu pun bisa menerapkan prinsip writing is living ini. Bawa saja buku kecil ke mana pun kalian pergi. Ketika sebuah ide terlintas di pikiran kalian, kalian bisa segera menuliskan setidaknya outline.

Writing is Expression

Jika selama ini kita sering menganggap bahwa untuk menulis dibutuhkan sebuah inspirasi terlebih dahulu, maka Andrea Hirata berkata lain. Ia membenarkan bahwa dalam menulis memang membutuhkan inspirasi, namun tak selalu seperti itu. Ia memegang satu prinsip bahwa writing is expression. Menulis adalah wadah untuk berekspresi, sehingga tidak perlu berdasarkan sebuah ide. Kita hanya perlu untuk mengeluarkan apa yang telah menjadi bagian dari diri kita untuk diekspresikan ke dalam sebuah tulisan. Dalam berbagai novel Andrea, kita dapat mengambil gambaran bahwa ia sedang mengekspresikan kritiknya terhadap kesenjangan yang terjadi di Indonesia sekaligus mengekspresikan harapan-harapannya untuk Indonesia kelak.

Writing is Learning Curve

Hidup adalah proses belajar. Begitu juga ketika kalian menekuni dunia kepenulisan, belajar akan menjadi suatu keniscayaan agar tulisan kalian semakin berkembang. Menulis adalah sebuah proses belajar karena untuk menghasilkan tulisan yang indah dan berkualitas tidak bisa dilalui dengan cara instan. Begitu pula yang dialami oleh penulis hebat sekelas Andrea Hirata. Telah berkecimpung di dunia kepenulisan selama kurang lebih 15 tahun, proses yang ia lalui tidaklah sebentar. Pasti banyak hal yang ia pelajari. Dalam proses belajar tersebut, pastinya ia pernah melakukan beberapa kesalahan. Ia pernah merasa tidak puas ketika sebuah novel tidak sesuai dengan keinginannya. Meskipun ia sempat merasa menyesal karena melakukan beberapa kesalahan, hal tersebut tidak lantas menghentikan Andrea Hirata untuk terus menulis. Justru semua itu ia jadikan sebagai pelajaran agar nantinya novel-novel yang akan ia terbitkan menjadi semakin matang. Dari kesalahan, penyesalan, dan rasa tidak puas inilah ia memandang bahwa menulis merupakan sebuah proses belajar.

Writing is Tendency

You are what you write. Tulisan kalian adalah cerminan dari diri kalian, hal ini berhubungan erat dengan prinsip writing is expression sebelumnya. Begitupun dengan Andrea Hirata, semua yang ditulis dalam novelnya adalah gambaran dari dirinya. Andrea Hirata juga mengatakan bahwa kita harus memiliki tendensi atau kecenderungan saat menulis. Kecenderungan ini dapat berupa kecenderungan dalam hal tema tulisan maupun kecenderungan pada tujuan dari kegiatan menulis yang kita lakukan. Tentunya, Pak Cik berpesan bahwa kita harus memiliki tujuan yang baik saat memiliki niat untuk menekuni dunia kepenulisan ini.

Itu dia beberapa tip menulis yang harus kalian perhatikan apabila kalian ingin menjadi seperti penulis yang segera merilis novel terbarunya, Guru Aini, ini. Empat hal tersebut pastinya harus ada semuanya, ya, jangan sampai kurang satu!

Tip menulis oleh Andrea Hirata bisa didengarkan juga di Podcast Bentang melalui Spotify dan Google Podcast  (Nas)

 

Guru Aini, Andrea Hirata

Guru Aini karya terbaru Andrea Hirata

Guru Aini

Matematika Bisa Sebabkan Psikosomatis?

Pernahkah kamu merasakan sakit di salah satu bagian tubuhmu, namun ketika ke dokter tidak ditemukan sakit apa pun alias baik-baik saja? Bisa jadi sakit yang kamu rasakan berasal dari mental atau emosional kamu sendiri.

Dalam dunia psikologi, hal tersebut dikenal sebagai psikosomatis. Psikosomatis dapat diartikan sederhana sebagai gangguan fisik yang disebabkan oleh psikis atau mental. Sebegitu kuatnya pengaruh pikiran sehingga mampu memengaruhi fisik seseorang.

Bagaimana Pikiran Memengaruhi Penyakit?

Seperti diketahui, pikiran dapat menyebabkan munculnya gejala atau perubahan pada fisik seseorang. Contohnya, ketika merasa takut atau cemas, bisa memunculkan tanda-tanda seperti denyut jantung menjadi cepat, jantung berdebar-debar (palpitasi), mual atau ingin muntah, gemetaran (tremor), berkeringat, mulut kering.

Gejala fisik tersebut disebabkan oleh meningkatnya aktivitas listrik atau impuls saraf dari otak ke berbagai bagian tubuh. Selain itu, pelepasan zat adrenalin (epinefrin) ke dalam aliran darah juga bisa menyebabkan gejala fisik di atas.

Hingga kini, bagaimana persisnya pikiran bisa menyebabkan gejala tertentu dan memengaruhi penyakit fisik, seperti ruam kulit atau darah tinggi, belum diketahui dengan jelas. Impuls saraf yang arahnya menuju bagian-bagian tubuh atau otak, diduga dapat memengaruhi sel-sel tertentu dalam sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan timbulnya gejala penyakit. Tapi keseluruhan dalam hal ini masih belum dipahami secara benar.

Psikosomatis: Teror Pelajaran Matematika

Matematika adalah pelajaran yang menggunakan banyak tenaga otak kiri daripada otak kanan. Banyak anak mempelajari matematika membutuhkan waktu yang panjang dan tenaga yang lebih untuk sekadar paham dan mengerti. Karena itu, ketika otak dipaksa untuk bekerja lebih dari normal, pikiran menjadi stres.

Akibatnya banyak siswa yang mengidap psikosomatis. Solusi dan cara untuk mencegahnya tergantung pada gurunya. Guru yang lebih tahu kondisi anak didiknya. Seberapa kadar anak didik dapat menerima materi yang menurutnya mampu dan keberatan.

Sebagaimana yang dikisahkan dalam novel Guru Aini karya Andrea Hirata, Pak Cik mengisahkan Bu Desi yang sabar dan perhatian kepada anak didiknya dalam mengajarkan matematika.

Terutama kepada Aini yang mengidap psikosomatis terhadap matematika dengan menunjukkan perilaku yang aneh seperti sakit perut, mengacak-acak rambut, mulut komat kamit sampai membayangkan guru matematikanya disambar petir di siang bolong.

Duh, kasihan sekali Aini!

Peran Guru Sebagai Obat Penyembuh yang Ampuh

Dengan adanya Bu Desi yang semangat sekali menemukan cara-cara terbaru untuk mengajari Aini hingga nyaman mempelajari matematika, kita jadi mengerti bahwa peran guru tidak main-main. Guru yang betul-betul berdedikasi adalah obat paling ampuh untuk murid-murid yang takut sekali akan matematika.

Perjuangan Bu Desi, idealisme, dan trik-triknya yang bisa kita baca dalam novel Guru Aini wajib kita baca. Kenapa? Tentu agar kita lebih tahu lagi bagaimana seharusnya melawan ketakutan belajar matematika. (Rizal)

Andrea Hirata

Andrea Hirata Terinspirasi oleh Para Guru

Telah berkarya selama belasan tahun dalam dunia literasi Indonesia, Andrea Hirata ternyata memiliki satu figur khusus yang memberinya inspirasi. Figur yang pastinya selalu ada dan selalu menjadi karakter dalam setiap novelnya, siapa lagi kalau bukan sosok guru. Ya, bagi kalian yang memperhatikan, sosok guru ini pasti hampir selalu muncul pada setiap novel Andrea Hirata. Begitu terinspirasi Andrea Hirata oleh para guru, terutama yang bertugas di pedalaman, ia menjadikan mereka sebagai tokoh dalam karya-karyanya. Kekagumannya tersebut sangat tergambar dari bagaimana ia menceritakan sosok Bu Muslimah dan Pak Harfan, dua tokoh guru di Laskar Pelangi.

Andrea kembali ingin memusatkan cerita novelnya pada peran sosok guru dalam karya terbarunya yang akan segera rilis awal Februari 2020 nanti, Guru Aini. Dalam akun Instagram-nya, Andrea Hirata mengunggah tampilan sampul depan novel Guru Aini dan menuliskan sebuah caption singkat. Dia menulis, “Persembahan sederhanaku untuk guru-guru dan murid-murid Indonesia. Salam belajar. Andrea Hirata.”

Terinspirasi dari Dedikasi Guru Honorer dan Guru di Pelosok

Dalam novel pertamanya, Laskar Pelangi, kita bisa melihat bagaimana Andrea Hirata sangat kagum pada dedikasi Bu Muslimah sebagai seorang guru di pelosok. Dalam novel terbarunya yang berjudul Guru Aini pun Andrea Hirata ingin menceritakan tentang perjuangan seorang guru yang ditempatkan di pelosok. Bu Desi, itulah namanya. Seorang guru yang ditempatkan di wilayah antah berantah, namun ia tetap melakoni perannya dengan penuh pengabdian. Punya kesempatan untuk dipindahtugaskan, namun ia tetap memilih bertahan.

Mengapa Andrea Hirata sangat terinspirasi oleh para guru yang ditempatkan di pelosok? Pastinya karena dedikasi dan perjuangan mereka yang begitu besar pada pendidikan dan upaya mereka yang serius dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Apalagi ditempatkan sebagai guru di kawasan pelosok yang terpencil biasanya harus bersedia merasakan hidup yang apa adanya, serba kekurangan, tempat terpencil, dan tak jarang jauh dari keluarga. Di sisi lain, fasilitas sekolah-sekolah di pelosok biasanya sangat minim, sehingga para guru yang mengajar di pelosok harus memutar otak dan mencari cara agar materi yang mereka ajarkan dapat tersampaikan dengan baik, meskipun fasilitas dan alat ajar tidak memenuhi standar.

Di sisi lain, Andrea Hirata juga ingin menyampaikan apresiasinya kepada para guru honorer lewat novel Guru Aini. Mengingat diberikan amanah sebagai guru honorer bukanlah hal yang mudah. Kesejahteraan hidup guru honorer biasanya jauh dari kata layak. Kasus-kasus seperti ini sering kali kita temui dan beredar di media sosial. Gaji yang rendah, fasilitas yang tak seberapa, dan apresiasi pemerintah yang kurang merupakan beberapa hal yang melekat pada titel guru honorer ini. Meskipun begitu, semangat mereka dalam mengajar dan membagikan ilmu pengetahuan agar anak didiknya menjadi insan yang berpendidikan sangat layak diapresiasi. (Nas)

 

Guru Aini, Andrea Hirata

Guru Aini karya terbaru Andrea Hirata

Gaya Menulis Spontan Ala Andrea Hirata

Salah satu hal yang kerap  ditanyakan oleh para pembaca kepada penulis idolanya selain isi novel adalah gaya menulisnya. Hal ini terjadi pula pada Andrea Hirata. Beberapa orang pembaca setia Andrea Hirata pernah menanyakan tentang gaya menulisnya dan kebiasaannya dalam menulis. Saat itu, pertanyaan yang diajukan adalah apakah Andrea Hirata tipikal orang yang menulis dengan membuat outline (kerangka karangan) terlebih dahulu? Atau justru masuk dalam jajaran penulis dengan tipikal menulis spontan? Tanpa pikir panjang, Andrea Hirata lantas mengatakan bahwa ia adalah seseorang yang spontan dalam menulis novel.

Saat menemukan atau mendapatkan ide, Andrea tak pernah membuat outline terlebih dahulu. Ia memilih langsung menuliskan skenario cerita yang saat itu terlintas di kepalanya. Andrea mengakui bahwa ia adalah tipikal penulis dengan gaya menulis cepat. Oleh karena itulah alur cerita dalam novel-novelnya terkesan mengalir dan mudah untuk diikuti. Tak jarang juga membuat pembaca ikut terlarut dalam alur yang ia buat. Namun, di sisi lain, ia juga mengatakan bahwa riset yang ia lakukan untuk satu novel memakan waktu lama.

Pernah mendengar sekilas informasi bahwa novel Sirkus Pohon membutuhkan waktu selama 6 tahun hanya untuk risetnya, padahal proses menulisnya sendiri memakan waktu lebih singkat, yakni 1 tahun? Ya, itulah salah satu contoh dari pengakuan Andrea Hirata terkait fakta di atas. Contoh yang lainnya adalah novel Padang Bulan yang memakan waktu selama 4 bulan untuk riset. Sedangkan proses penulisannya hanya membutuhkan waktu selama 2 sampai 3 minggu saja. Sehingga Andrea Hirata selalu mengatakan bahwa ia adalah tipikal penulis yang menulis cepat, namun membutuhkan waktu riset yang lama untuk satu novelnya.

Peran Editor Sangat Penting

Selain menjelaskan bahwa ia menulis cepat, Andrea Hirata juga mengakui bahwa peran editor sangatlah penting dalam setiap karyanya. Editor memiliki peran besar dalam merapikan tulisan, memberikan masukan terkait cerita, dan pastinya merapikan tata bahasanya agar mudah dipahami oleh para pembaca. Peran editor ini sangat dibutuhkan oleh Andrea Hirata mengingat kebiasaannya yang menulis cepat juga tak jarang memunculkan beberapa kesalahan dalam ejaan dan tata bahasa.

Namun, Andrea Hirata mencoba memberikan kejutan kepada pembaca setianya melalui novel terbarunya, Guru Aini. Penasaran juga kan? (Nas)

 

Guru Aini, Andrea Hirata

Guru Aini karya terbaru Andrea Hirata

© Copyright - Bentang Pustaka