Aktivitas Ramadan

Aktivitas Islami Seru untuk Anak Selama Ramadan

Melihat orang tua melakukan aktivitas yang berbeda selama bulan Ramadan membuat anak sering bertanya apa itu Ramadan, apa itu puasa, dan bahkan apa itu Islam. Orang tua akan dengan senang hati menjelaskan panjang lebar. Sayangnya, yang anak-anak butuhkan bukanlah kultum tentang agama, melainkan aktivitas dan perkenalan yang seru. Dengan begitu, anak semakin termotivasi untuk mempelajari agama tanpa rasa bosan.

Aktivitas islami sangat tepat untuk Ramadan, Bulan Suci untuk memupuk iman dan amal. Bagi anak-anak, Ramadan adalah hal yang masih cukup asing. Bukan hanya tentang Ramadan, melainkan juga tentang Islam secara umum.  Oleh karena itu, anak perlu diperkenalkan dengan hal tersebut sejak dini sebagai fondasi moral anak. Mereka juga akan lebih mudah untuk belajar puasa ketika mereka sudah dekat dengan hal yang berkaitan dengan agama.

Akan tetapi, membantu anak belajar agama tidak bisa dibilang mudah. Selain harus menjaga dan mendorong motivasi anak untuk belajar, kita juga harus mengerti agama. Orang tua harus yakin bahwa apa yang disampaikan tidak melenceng dari ajaran sebenarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, orang tua perlu banyak membaca dari sumber tepercaya. Jika anak diberi buku bacaan, orang tua juga harus yakin terlebih dahulu kalau isi buku tersebut dapat dipercaya. Sementara itu, aktivitas islami yang seru merupakan kunci memotivasi anak untuk belajar agama. Berikut tiga aktivitas islami yang bisa anak lakukan selama Ramadan dan beberapa buku rekomendasi tepercaya.

Belajar Mengaji dengan Wipe and Clean Book

Belajar mengaji tidak hanya bisa dilakukan bersama pak ustad di musala. Di rumah, anak juga bisa mulai belajar mengaji. Bahkan, akan lebih baik lagi jika anak mulai belajar mengaji di rumah sebelum aktif mengaji di musala. Tujuannya mengenalkan anak aktivitas mengaji sehingga anak tahu apa yang akan mereka lalukan di masjid. Selain itu, mengaji dengan orang tua juga akan membantu bonding orang tua dengan anak sembari memperkenalkan Islam.

Belajar mengaji di rumah akan lebih seru jika dilakukan dengan wipe and clean book. Wipe and clean book adalah jenis buku yang dapat ditulis dengan spidol dan dihapus dengan mudah. Dalam wipe and clean book juga terdapat tracing sehingga anak dapat menulis tulisan Arab sesuai pola yang ada di buku. Wipe and clean book yang digunakan untuk belajar mengaji dapat berupa buku belajar angka Arab dan huruf hijaiyah. Untuk belajar angka Arab, anak dapat menggunakan buku Belajar Angka Arab Bersama Alif dan Alika. Sementara itu, anak dapat menggunakan buku Belajar Huruf Hijaiyah Bersama Alif dan Alika untuk belajar huruf Arab.

Belajar mengaji menggunakan wipe and clean book akan sangat menyenangkan karena anak bisa langsung praktik menulis Arab. Selain itu, buku wipe and clean juga berisi ilustrasi, bahkan cerita. Sebagai bonus, anak juga dapat belajar bahasa Inggris dan Arab karena buku tersebut merupakan trilingual book.

Mengenal Asmaul Husna

Mengenal Islam berarti juga harus mengenal Allah. Untuk mulai memperkenalkan Allah kepada anak, orang tua perlu menjelaskan terlebih dahulu Allah itu seperti apa. Yang pasti, tidak ada manusia yang mengetahui wujud Allah. Hal tersebut akan sedikit membuat anak kesulitan mengenal-Nya karena anak tidak dapat memvisualisasikan wujud Allah. Oleh karena itu, alternatif lain untuk mengenalkan Allah kepada anak adalah dengan mengenalkan Asmaul Husna. Dengan mengenal Asmaul Husna, anak dapat lebih mengenal Allah karena mereka telah mengenal sifat Allah. Terlebih lagi, mengenal Asmaul Husna membantu mereka melihat kebesaran Allah.

Bagi anak-anak, 99 Asmaul Husna memang sangat banyak untuk dipelajari. Kabar baiknya, mereka tak harus langsung hafal 99 Asmaul Husna. Yang perlu mereka pelajari adalah sifat dan arti dari setiap nama. Mereka juga tidak harus mengenal 99 Asmaul Husna sekaligus. Ajari mereka Asmaul Husna secara perlahan.

Cara mengenalkan Asmaul Husna juga tidak hanya dengan menyebutkan bahasa Arab dan artinya dalam bahasa Indonesia. Orang tua perlu menyampaikan nilai yang dapat diambil dari arti tersebut. Cara yang paling mudah dan seru adalah dengan menggunakan activity book seri Asmaul Husna. Salah satu judul activity book seri Asmaul Husna yaitu Alif dan Alika Mengenal Asmaul Husna: Ar-Rahman. Buku yang dilengkapi dengan cerita, ilustrasi, puzzle, dan bahkan wipe and clean membuat belajar Asmaul Husna menjadi lebih seru. Selain itu, melalui cerita dari buku tersebut, anak dapat mengambil nilai dan pesan moral dari setiap nama Allah.

Mengenal Kisah Nabi dan Rasul Islam

Selain mengenal Allah, anak juga perlu mengenal nabi dan rasul Islam seperti Nabi Muhammad Saw. Mengenalkan nabi dan rasul kepada anak sama dengan mengenalkan sejarah Islam dan memberi teladan kepada mereka. Mengenalkan kisah nabi dan rasul itu cukup mudah karena kisah mereka menyenangkan untuk diikuti.

Akan tetapi, orang tua tetap harus menggunakan alat bantu dalam mengenalkan kisah nabi dan rasul. Tujuannya supaya minat anak tidak semakin berkurang. Selain itu, orang tua juga harus bisa memaksimalkan kisah para nabi dan rasul untuk memberikan teladan kepada anak. Jangan sampai anak hanya mengetahui kisah mereka, tapi tidak ada pesan moral yang mereka dapatkan.

Untuk memaksimalkan kesempatan tersebut, orang tua dapat menggunakan buku Kisah Penuh Hikmah para Sahabat Kesayangan Rasulullah dan Kisah Menakjubkan 25 Nabi dan Rasul yang Wajib Diimani. Dengan menggunakan buku sebagai alat bantu, orang tua bisa memaksimalkan aktivitas ini karena terdapat pojok teladan pada setiap akhir cerita. Ditambah lagi, dengan ilustrasi dan bonus video narasi, mengenal kisah para nabi dan rasul akan semakin menarik bagi anak-anak.

Hal terpenting dalam melakukan aktivitas islami adalah membuat aktivitas tersebut tidak membosankan. Dengan begitu, anak akan memiliki motivasi intrinsik untuk melakukannya. Aktivitas islami juga penting untuk dilakukan sejak dini supaya anak dapat tumbuh dengan nilai Islam dan memiliki fondasi Islam yang kuat. Ketiga aktivitas islami di atas juga tidak hanya bisa dilakukan saat Ramadan. Setelah Ramadan, anak-anak masih dapat melakukannya selama orang tua merasa anak masih perlu belajar dari aktivitas tersebut.

damainya pengasuhan ala Denmark

Menangani Kemarahan kepada Anak hingga Akarnya

Menangani kemarahan adalah momok parenting bagi orang tua. Ada saat orang tua bersikap lemah lembut dan mengekspresikan rasa sayangnya kepada anak dengan baik. Tapi, ada pula saat dimana orang tua geram terhadap anak. Rasanya ingin sekali membentak anak.Banyak juga yang tak memukul anak untuk mengekspresikan kemarahan. Emosi berupa kemarahan sering kali berujung kekerasan.

Marah adalah emosi manusiawi. Sebagai manusia, orang tua juga bisa marah. Namun, kita sering mengekspresikan kemarahan dengan cara yang salah, seperti menggunakan kekerasan. Kekerasan bisa berupa kekerasan fisik maupun verbal. Padahal, jika dipikirkan dengan kepala dingin, kesalahan anak sebenarnya masih bisa ditolerir. Berita buruknya, mengekspresikan rasa marah dengan cara yang tidak sehat hanya akan berdampak buruk bagi anak maupun orang tua.

Anak yang sering dimarahi orang tua dibayangi dampak buruk secara fisik maupun mental. Kekerasan fisik akan berakibat buruk secara mental dan fisik. Sementara itu, kekerasan verbal berdampak buruk pada mental anak. Secara mental, anak akan tumbuh menjadi orang yang pemarah, anti-sosial, agresif, pemberontak, dan masih banyak lagi. Dampak tersebut juga diperngaruhi lingkungan dan kekuatan mental anak. Bagi orang tua sendiri, pelampiasan rasa marah yang tidak sehat akan berakibat pada penyesalan dan self-blaming atau menyalahkan diri sendiri.

Oleh karena itu, orang tua wajib memiliki kemampuan untuk menangani rasa marah. Dalam buku Gentle Discipline, Sarah Ockwell-Smith—seorang psikolog dan gentle parenting method specialist—membongkar rahasia menangani kemarahan dari akarnya. Berikut cara-cara menangani kemarahan sebagai orang tua.

Kenali Pemicu Kemarahan pada Anak

Jika kita bertanya pada internet atau orang di sekitar kita, banyak yang memberi saran tentang cara menangani kemarahan yang bersifat parsial sehingga tidak menyentuh akar permasalahan. Hal ini hanya akan membuat usaha kita menangani emosi tidak efektif dengan hasil yang tak pasti. Mereka hanya akan memberikan solusi untuk menahan emosi dengan menarik napas, menghitung dari satu sampai sepuluh, dan semacamnya. Tidak ada yang salah dari cara tersebut. Namun, jika orang tua hanya melakukan hal tersebut tanpa mengenali penyebab kemarahan pada anak, cara tersebut hanya akan bertahan sementara.

Pemicu kemarahan adalah akar dari setiap kemarahan kita. Dengan memahaminya, kita tidak hanya dapat mengendalikan kemarahan, tetapi juga menghindarinya. Pemicu yang dimaksud Sarah Ockwell-Smith bukanlah pemicu eksternal, tetapi pemicu internal. Pemicu eksternal bisa datang dari kesalahan anak, sementara pemicu internal datang dari diri kita sendiri. Dalam buku Gentle Discipline, Sarah menjelaskan beberapa contoh pemicu tersebut, seperti kelelahan mental dan fisik, stres, lingukungan tempat kita tumbuh menggunakan kekerasan, kecemasan dan kekhawatiran, kekurangan waktu untuk diri sendiri, dan masalah lain yang sedang kita hadapi baik di rumah maupun di luar rumah. Masalah-masalah tersebut dapat mengusik ketenangan mental kita sehingga menjadi pemicu kemarahan.

Lalu, apa manfaat mengetahui pemicu kemarahan kita? Dengan mengetahui pemicu kemarahan, kita dapat mengetahui kapan kita perlu memberi waktu untuk diri sendiri. Kita biasa menyebutnya me-time. Banyak kegiatan yang dapat mengisi me-time seperti berbelanja, relaksasi, berolahraga, atau melakukan hobi kita. Namun, jika me-time bukanlah solusi yang efektif, orang tua dapat mencari bantuan orang yang profesional seperti psikolog. Konseling dengan psikolog akan membantu orang tua menangani pemicu internal dengan lebih terarah.

Terapkan Mindfulness

Mindfulness adalah merasakan, sadar, dan menikmati “saat ini.” Yang Sarah Ockwell-Smith maksud bukan mempraktikkan mindfulness dengan cara meditasi atau relaksasi dengan mendengarkan CD. Namun, mindful berarti menjadi awas dan mengamati apa yang terjadi pada diri sendiri pada “saat ini”. Menerapkan mindfulness membantu kita mengambil jeda sebelum merespons. Jeda memberikan kita kesempatan untuk berpikir rasional, sehingga emosi yang keluar pun lebih terkendali.

Buku Gentle Discipline juga menjelaskan lima teknik yang dapat membantu mindfulness dalam menangani kemarahan. Sarah menyingkatnya menjadi PETER: pause, empathise, think, exhale, dan respond. Selain PETER, Sarah juga menuliskan beberapa strategi favotitnya. Salah satunya adalah dengan menutup mata dan membayangkan tempat favorit kita. Dengan begitu, kita dapat menemukan ketenganan.

Memaafkan Diri Sendiri

“Semua orang pernah ‘meledak’ pada titik tertentu ketika menghadapi anak-anak mereka, termasuk saya,” tulis Sarah. Pertanyaan yang pasti semua orang setujui. Oleh sebab itu, akan ada saat orang tua kesulitan atau gagal dalam mengendalikan kemarahan walaupun sudah menerapkan banyak strategi.

Ketika orang tua gagal mengendalikan kemarahan, hal pertama yang perlu dilakukan adalah memaafkan diri. Gagal mengendalikan kemarahan tidak menjadi acuan baik dan buruknya kita sebagai orang tua. Selain memaafkan diri, kita juga perlu membuang kata menyerah dan terus berusaha memperbaiki diri.

Pada dasarnya, kegagalan ini adalah momen emas untuk kita mengintrospeksi diri. Kegagalan yang terjadi pun dapat kita perbaiki. Dalam memperbaiki diri, kita perlu memberi waktu untuk menenangkan diri sendiri. Cari tahu pemicu kegagalan tersebut. Apakah karena sedang kelelahan? Lalu, pikirkan solusi yang tepat untuk setiap pemicu yang berbeda.

Ketika kita sudah tenang dan mengintrospeksi diri, minta maaflah kepada anak. Selama meminta maaf, beri tahu anak bahwa kita telah melakukan kesalahan dan akan terus berusaha untuk lebih menjadi lebih baik. Ajak mereka berdiskusi. Dalam diskusi, beri anak pengertian bahwa marah itu manusiawi, tetapi harus diekspresikan dengan cara yang sehat. Beri juga pemahaman bahwa kekerasan tidak menyelesaikan masalah. Diskusi tersebut dapat membantu membentuk norma anak. Selain itu, beri anak pemahaman tentang kondisi yang sedang orang tua alami. Percaya deh, anak akan lebih kooperatif setelahnya.

Menerapkan ketiga cara tersebut memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perlu ketekunan dan kesabaran untuk  berlatih mengendalikan kemarahan. Namun, perlu diingat bahwa kita tidak diwajibkan menjadi orang tua sempurna. Bahkan, dalam buku Gentle Discipline, Sarah menyarankan aturan 70% 30%. Sebanyak 70% untuk kita berusaha menjadi orang tua terbaik dan 30% untuk tidak memusingkan hal tersebut. Oleh karena itu, mengakui kekurangan dan memaafkan diri adalah hal terpenting dalam menangani emosi. Sering kali diri kita sendirilah yang menjadi sumber utamanya.

My First Hijaiyah Floor Puzzle

Inilah yang Terjadi Pada Otak Saat Kita Bermain Puzzle

Halo! Seperti yang sudah kita ketahui, puzzle merupakan permainan edukatif yang secara komplet dapat mengoptimalkan berbagai aspek perkembangan manusia. Di postingan yang lalu kita sudah membahas manfaat puzzle untuk anak dari segi kongitif, motorik, dan juga sosial (baca: 7 Manfaat Puzzle untuk Optimalkan Kecerdasan Anak). Nah, pada artikel kali ini kita akan mengulik khusus manfaat puzzle untuk otak kita. Jadi, apakah yang terjadi pada otak saat kita bermain puzzle? Yuk, simak artikel ini sampai selesai.

Menurut Marcel Danesi Ph.D, seorang profesor di bidang semiotika, aktivitas otak seseorang yang sedang bermain puzzle bagaikan otot ketika kita sedang olahraga. Permainan puzzle mengaktifkan baik hemisfer kiri maupun hemisfer kanan pada otak. Dengan kata lain, puzzle ialah permainan untuk olahraga otak. Cari tahu lebih lanjut, yuk, apa yang akan terjadi pada otak saat bermain puzzle:

1.     Saat bermain puzzle otak kita bekerja selayaknya detektif

Ketikaseseorang sedang berusaha menyusun potongan puzzle yang acak, otak menangkap bahwa kita sedang memecahkan suatu misteri, lo! Selayaknya seorang detektif yang mencari tahu pelaku penculikan.

2.     Saat bermain puzzle otak kita menghasilkan siraman dopamin!

Puzzle ialah permainan yang rumit, menantang, sekaligus menyenangkan. Ketika seseorang berhasil menyusun potongan acak menjadi sebuah gambaran bermakna, otak akan menginstruksi nukleus akumbens yang berfungsi memproses sistem reward untuk memproduksi dopamin. Nah, dopamin ialah hormon  yang bertanggung jawab atas rasa senang.  Itulah sebabnya, saat berhasil menyelesaikan puzzle kita merasa sangat girang.

3.     Saat bermain puzzle kapasitas konsentrasi di otak meningkat

Saat bermain puzzle kita membutuhkan konsentrasi yang lebih untuk memahami apakah satu potongan akan cocok jika dipasangkan dengan potongan lain. Oleh karena itu, bagian otak yang mengaktivasi konsentrasi seseorang akan lebih aktif. Jika dilakukan secara rutin, otak akan terlatih untuk dapat berkonsentrasi lebih lama saat menyelesaikan sebuah masalah.

4.     Saat bermain puzzle otak kita mengalami neurogenesis

Manusia mengalami proses pembentukan sel otak baru yang disebut neurogenesis. Neurogenesis berhubungan dengan proses rekognisi, pengontrolan kemampuan motorik, juga pengurangan stress. Proses neurogenesis dapat terjadi saat kita melakukan aktivitas asah otak secara rutin, seperti bermain puzzle. Orang yang sering melakukan asah otak seperti bermain puzzle akan merasakan manfaat dari neurogenesis, seperti meningkatkan memori, perhatian, dan kemampuan pengambilan keputusan.

Wah, ternyata bermain puzzle lebih dari sekadar memasang-masangkan bentuk yang cocok, ya! Banyak sekali hal yang terjadi pada otak kita saat sedang memecahkan puzzle. Oh iya, puzzle bermanfaat untuk segala usia, lo! Yang membedakan hanyalah tingkat kesulitannya. Nah, sebentar lagi Bentang Pustaka akan meluncurkan produk puzzle untuk anak-anak, yaitu “My First Hijaiyah Floor Puzzle”. Nantikan produknya, ya! (Rahma)

 

 

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta