Menelusuri Jejak Islam di Nusantara

Indonesia merupakan negara yang memiliki pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Kita tahu bahwa Islam sebetulnya tidak “lahir” di Indonesia. Akan tetapi perkembangan Islam sendiri begitu pesat terjadi di Indonesia. Padahal, secara geografis letak Indonesia tidak begitu dekat dengan kawasan Arab atau Timur Tengah.  Hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar mengapa Islam begitu masif menyentuh nusantara.

Fenomena ini membuat Michael Laffan, Profesor Sejarah di Universitas Princenton tergerak untuk meneliti lebih lanjut sejarah Islam di Indonesia. Laffan mencoba mengkaitkan “kelahiran” Islam di nusantara dengan budaya lokal yang telah melekat di sana. Dalam hal ini, ia mencoba menelusuri jejak Islam mulai dari zaman kerajaan hingga penjajahan. Laffan mengkontekstualisasikan setiap keberadaan Islam berbarengan dengan linimasa kejadian di Indonesia.

Buku Sejarah Islam di Nusantara menjadi narasai yang unik karena digambarkan melalui kacamata orang asing. Sebelum Laffan mencoba membaca Islam di Nusantara, ia terlebih dulu mencoba memaknai Islam melalui kacamata para pengamat Barat sebelumnya. Menurut para pengamat Barat – mulai dari para administrator kolonial, para cendeikawan orientalis Belanda, hingga para antropolog modern seperti Clifford Geertz – penafsiran Islam yang damai ala Indonesia terus-menerus mendapat ancaman dari luar oleh tradisi-tradisi Islam yang lebih keras dan intoleran.

Di bukunya, Laffan tidak hanya mencoba mengurai jejak Islam di Nusantara. Ia juga menarasikan berbagai pengamatan orang-orang Barat. Dari sebagian pengamatan orang Barat tersebut, Laffan menemukan beberapa penelitian yang tidak obyektif. Sebab, beberapa pengamat lebih berfokus pada penyebaran agama Kristen dan malah melupakan entitas Islam itu sendiri. Pembacaan terhadap kitab suci Al-Quran dilupakan padahal esensi dari pengamatan yang mereka lakukan adalah agama Islam. Selain itu, pemaknaan terhadap Al-Quran pun hanya dilakukan dengan ala kadarnya. Sehingga, apa yang mereka urai pun tidak sempurna.

Dalam hal ini, Laffan pun mencoba mengurai Islam dengan perpekstif yang lain. Ia menyusuri bagaimana citra populer Islam Indonesia dibentuk oleh berbagai perjumpaan antara cendekiawan kolonial Belanda dan para pemikir Islam reformis. Laffan juga menyuguhkan peran-peran tradisi Arab, Tiongkok, India, dan Eropa yang telah berinteraksi sejak awal masuknya Islam. Hasil perkawinan lintas budaya dan intelektualitas inilah yang kemudian melahirkan Islam Nusantara.

Lamia Putri D. Indonesia merupakan negara yang memiliki pemeluk agama Islam terbesar di dunia. Kita tahu bahwa Islam sebetulnya tidak “lahir” di Indonesia. Akan tetapi perkembangan Islam sendiri begitu pesat terjadi di Indonesia. Padahal, secara geografis letak Indonesia tidak begitu dekat dengan kawasan Arab atau Timur Tengah.  Hal ini menjadi sebuah pertanyaan besar mengapa Islam begitu masif menyentuh nusantara.

Fenomena ini membuat Michael Laffan, Profesor Sejarah di Universitas Princenton tergerak untuk meneliti lebih lanjut sejarah Islam di Indonesia. Laffan mencoba mengkaitkan “kelahiran” Islam di nusantara dengan budaya lokal yang telah melekat di sana. Dalam hal ini, ia mencoba menelusuri jejak Islam mulai dari zaman kerajaan hingga penjajahan. Laffan mengkontekstualisasikan setiap keberadaan Islam berbarengan dengan linimasa kejadian di Indonesia.

Buku Sejarah Islam di Nusantara menjadi narasai yang unik karena digambarkan melalui kacamata orang asing. Sebelum Laffan mencoba membaca Islam di Nusantara, ia terlebih dulu mencoba memaknai Islam melalui kacamata para pengamat Barat sebelumnya. Menurut para pengamat Barat – mulai dari para administrator kolonial, para cendeikawan orientalis Belanda, hingga para antropolog modern seperti Clifford Geertz – penafsiran Islam yang damai ala Indonesia terus-menerus mendapat ancaman dari luar oleh tradisi-tradisi Islam yang lebih keras dan intoleran.

Di bukunya, Laffan tidak hanya mencoba mengurai jejak Islam di Nusantara. Ia juga menarasikan berbagai pengamatan orang-orang Barat. Dari sebagian pengamatan orang Barat tersebut, Laffan menemukan beberapa penelitian yang tidak obyektif. Sebab, beberapa pengamat lebih berfokus pada penyebaran agama Kristen dan malah melupakan entitas Islam itu sendiri. Pembacaan terhadap kitab suci Al-Quran dilupakan padahal esensi dari pengamatan yang mereka lakukan adalah agama Islam. Selain itu, pemaknaan terhadap Al-Quran pun hanya dilakukan dengan ala kadarnya. Sehingga, apa yang mereka urai pun tidak sempurna.

Dalam hal ini, Laffan pun mencoba mengurai Islam dengan perpekstif yang lain. Ia menyusuri bagaimana citra populer Islam Indonesia dibentuk oleh berbagai perjumpaan antara cendekiawan kolonial Belanda dan para pemikir Islam reformis. Laffan juga menyuguhkan peran-peran tradisi Arab, Tiongkok, India, dan Eropa yang telah berinteraksi sejak awal masuknya Islam. Hasil perkawinan lintas budaya dan intelektualitas inilah yang kemudian melahirkan Islam Nusantara.

Lamia Putri D.bentang

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta