Pada 25 Januari 2020, setelah pemerintah pusat memberlakukan kuncitara di Wuhan, penulis terkenal Tiongkok, Fang Fang, mulai menerbitkan buku hariannya secara daring. Setiap malam, unggahan Fang Fang menyuarakan ketakutan, kemarahan, dan harapan jutaan warganya. Kisahnya merefleksikan dampak psikologis dari isolasi paksa dan yang paling tragis: nyawa tetangga dan teman yang diambil oleh virus mematikan itu. Sebagai laporan saksi mata, Wuhan Diary berbicara lantang menentang ketidakadilan sosial, penyalahgunaan kekuasaan, dan masalah lain yang menghambat respons terhadap epidemi dan membuat dirinya terlibat dalam kontroversi daring karenanya.

Siapakah sosok Fang Fang ini?

Fang Fang

Tentang Penulis

Fang Fang adalah penulis Tiongkok yang memenangkan Hadiah Sastra Lu Xun pada 2010. Ia lahir di Nanjing, Provinsi Jiangsu. Dia pergi ke Universitas Wuhan pada tahun 1978 untuk belajar bahasa Mandarin. Pada 1975, ia mulai menulis puisi dan pada tahun 1982, ia meluncurkan novel pertamanya, Da Peng Che Shang.

Pada 2020, Fang Fang membukukan buku harian yang dituliskan secara daring selama masa lockdown. Tulisan Fang Fang setiap hari ditunggu-tunggu oleh para pembacanya karena memberikan berbagai informasi kepada masyarakat yang tengah dikarantina tanpa informasi spesifik yang bisa menenangkan mereka.

Tentang Buku

Wuhan Diary merupakan buku pertama yang menceritakan secara real time situasi sesungguhnya yang terjadi ketika karantina pertama di dunia akibat covid 19 diberlakukan.
Sebuah catatan harian Fang Fang yang berupaya mengingatkan kita bahwa dalam menghadapi virus baru, penderitaan warga Wuhan juga menimpa warga di mana-mana, “Virus adalah musuh bersama umat manusia. Satu-satunya cara untuk menaklukkan virus ini dan membebaskan diri dari cengkeramannya adalah dengan kerja sama seluruh umat manusia.”

Spesifikasi Buku

Penulis: Fang Fang

Diterjemahkan dari Wuhan Diary, Cetakan Pertama

Penerjemah: Reni Indardini

Penyunting: Nurjannah Intan

Jumlah Halaman: 400 halaman

Jenis kertas: Bookpaper 55gr

Harga: Rp 99.000

Kenapa harus baca Wuhan Diary?

“Wuhan Diary menggambarkan kondisi pandemi yang sangat mirip dengan di Indonesia. Setiap kalimatnya mewakili suara dan emosi yang saya rasakan ketika mengamati respons pemerintah dan masyarakat umum dalam menghadapi pandemi.”
Ns. Rizal do (@afrkml), penyintas COVID-19

“Membaca buku ini seperti membaca buku silat Tiongkok, tidak mau dilepas sebelum dibaca tuntas.”
Dr. Pandu Riono, MPH., Ph.D (@drpriono1), epidemolog

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta