Write Before Read! Tahapan Pramembaca Efektif Gaya Montessori
Di dalam artikel sebelumnya (baca: Read Aloud! Kegiatan Pramembaca yang Asyik ) kita sudah berbicara mengenai aktivitas reading aloud sebagai bagian dari proses tahapan pra-membaca. Pada tulisan kali ini, kita akan menyorot tahapan pramembaca ala montessori selanjutnya, yaitu “writing before reading” atau “menulis sebelum membaca”. Terdengar janggal dan tidak sreg? Wajar. Selama ini kita belajar dengan cara sebaliknya, membaca baru kemudian menulis.
Menurut Dr. Montessori , menulis merupakan proses anak sejak menggores sebuah permukaan dengan alat tulis, mencoret-coret, menggambar simbol atau objek, menyalin kata hingga mencongak, menulis sebuah kata hingga mengarang cerita. Adapun membaca merupakan proses anak membunyikan huruf yang terangkai dan memahami maknanya. Berdasarkan pendekatan Montessori, aktivitas membaca jauh lebih kompleks dibanding aktivitas menulis. Maka, yang seharusnya didahulukan adalah belajar menulis.
Empat Cara “Writing Before Reading”
Lalu, bagaimana proses belajar menulis sebelum membaca berlangsung? Di dalam artikel ini akan terangkum beberapa poin dari tahapan pramembaca gaya montessori yang secara lengkap telah dikaji dalam buku Montessori: Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja.
- Meraba bentuk huruf
Anak dapat merasakan sendiri bentuk huruf dan mengenal bunyi huruf. Proses meraba merupakan bentuk tracing yang merupakan bagian dari proses menulis yang bisa menanamkan gambaran mental mengenai bentuk dan bunyi huruf.
- Menuliskan huruf
Ajak anak untuk menulis huruf yang telah ia kenali bentuk dan bunyi hurufnya. Meskipun anak belum bisa merangkai huruf-huruf, otak anak akan berusaha mengaitkan antara bentuk huruf yang ia lihat, tulis, dan bunyi huruf yang ia dengar.
- Mencongak
Guru atau orang tua menyebutkan kata yang sudah anak kenali, kemudian meminta anak untuk menuliskan huruf-huruf yang ia dengar bunyinya dalam kata tersebut.
- Menceritakan pengalaman secara verbal
Setelah anak bercerita, dorong ia untuk menggambarkan pengalaman tersebut pada sebuah kertas, yang juga merupakan proses menulis.
Berdasarkan tulisan di atas, dapat diketahui bahwa anak diperkenalkan dengan bunyi suatu huruf, bukan dengan nama huruf. Menurut penulis buku, Vidya Dwina Paramita, jika stimulasi menulis tersebut secara terus-menerus dilakukan maka akan terbentuk pemahaman adanya hubungan antara sebuah kisah, gambar, dan tulisan. Dengan demikian, anak menjadi lebih paham dengan makna dari sebuah kata. Akibatnya, proses belajar membaca akan lebih menyenangkan karena anak mempelajari sesuatu yang ia ketahui tujuannya. (rahma)
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!