Implementasi Teori Multiple Intelligences (Kecerdasan Majemuk) pada Montessori

Teori multiple intelligences atau kecerdasan majemuk kali pertama diperkenalkan oleh Dr. Howard Gardner, seorang psikolog sekaligus profesor pendidikan dari Harvard University pada 1983. Ia adalah seorang tokoh populer yang menentang gagasan bahwa IQ merupakan ukuran inteligensi yang terbaik. Menurutnya, indikator kecerdasan tidak hanya seputar persoalan matematika dan bahasa seperti yang ada pada tes IQ pada umumnya.

Menurut penelitian yang ia lakukan yang dikutip dalam buku You Are Smarter Than You Think, oleh Thomas Armstrong, Ph.D., setiap anak memiliki setidaknya delapan jenis kecerdasan. Kemajemukan kecerdasan yang dimiliki manusia itulah yang kemudian memunculkan istilah kecerdasan majemuk. Delapan jenis tersebut adalah Kecerdasan Bahasa, Kecerdasan Logika-Matematika, Kecerdasan Visual-Spasial, Kecerdasan Kinestetik, Kecerdasan Intrapersonal, Kecerdasan Interpersonal, Kecerdasan Naturalis, dan Kecerdasan Musikal.

Filosofi dalam Montessori ternyata juga memiliki nilai-nilai yang dipahami sama dengan teori kecerdasan majemuk. Itulah mengapa output sistem pendidikan Montessori dianggap berbeda dari yang lain. Kebanyakan sistem pendidikan, khususnya di Indonesia, menitikberatkan pada kecerdasan intelektual saja. Lain halnya dengan Montessori yang dapat membentuk karakter anak dan mengasah keterampilan praktis yang bermanfaat untuk kehidupannya, seperti kedisiplinan, keteraturan, toleransi, hingga menumbuhkan kecintaan pada proses belajar itu sendiri.

Salah satu prinsip dalam Montessori yang selaras dengan teori kecerdasan majemuk adalah bahwa Montessori memandang setiap anak itu unik. Sebelum orang tua menerapkan pendidikan Montessori untuk anak, orang tua harus terlebih dahulu mengubah konsep berpikirnya. Teori kecerdasan majemuk meyakini bahwa potensi dan kadar optimal kecerdasan seseorang dengan yang lain dapat berbeda-beda, terlebih ada delapan jenis kecerdasan pada manusia. Hal ini selaras dengan prinsip Montessori yang meyakini bahwa setiap anak adalah unik dan memiliki kebutuhan dalam mengembangkan potensinya dengan cara yang berbeda-beda.

Yang kedua adalah bahwa Montessori merupakan pendidikan yang melibatkan semua indra, gerakan tubuh melalui penggunaan self-corrected didactic materials. Sebagaimana diyakini bahwa usia 0-6 tahun merupakan periode sensitif anak, maka ia memerlukan berbagai stimulus sehingga Montessori menggunakan seluruh indra dan gerakan tubuh untuk mengikuti kebutuhan anak tersebut. Berbagai rangsangan yang diterima anak secara tidak langsung akan mengasah potensi kecerdasan majemuk yang ia miliki dan menyeimbangkan kemampuan pada seluruh aspek yang ada.

Ada banyak hal lain yang dapat dibahas mengenai prinsip-prinsip dan metode Montessori yang mendukung pengembangan kecerdasan majemuk anak. Topik ini akan dikupas secara mendalam dalam buku yang akan terbit dari Bentang Pustaka berjudul Montessori for Multiple Intelligences yang ditulis oleh Ivy Maya Savitri. Nantikan informasi selengkapnya di Instagram @bentangkids!

1 reply

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] eksplorasi, dan menemukan solusi kreatif dalam kehidupannya. Hal ini menjadi pegangan dasar para guru montessori. Mereka percaya bahwa manusia dilahirkan dengan potensi yang siap dikembangkan. Misalnya, sikap […]

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta