Tag Archive for: Memaknai Kehidupan

Takut Membuka Masa Lalu

Untuk Kamu yang Masih Takut Membuka Masa Lalu

Apakah kamu takut membuka masa lalu? Diskusi tentang masa lalu atau catatan sejarah sering kali tak ingin dilakukan. Jangan jauh-jauh, urusanmu dengan mantan saja kadang kamu pinggirkan dari bahan obrolan, kan? Padahal disadari atau belum, mereka dan kisah kemarinlah yang membentuk dirimu menjadi sosokmu sekarang. Begitu pun dengan skala sejarah yang lebih besar, sebuah kelompok atau tempat dibangun dengan banyak sekali sejarah yang menyertainya.

Sayangnya, lagi-lagi kita sering tak berkenan mengulik rangkaian peristiwa masa dulu karena merasa tidak relevan dengan hidup kita. Belum lagi, kebiasaan menghafal sejarah melalui tanggal-tanggal dan nama tokoh yang kadang terlalu sulit untuk diucapkan. Kalau sudah begitu, belum juga paham alurnya, otak kita sudah panas duluan. Beberapa cara di bawah ini mungkin patut dicoba untuk mengubah ketakutan itu.

Tilik Sejarah yang Menggelitik

Untuk memulai menjadikan sejarah tidak begitu saja terlewat, kita bisa mengulik dari benda-benda atau kebiasaan yang sering sekali ditemui dan tentu saja menarik bagi kita. Seperti misalnya, mengapa resep makanan tradisional Indonesia menggunakan banyak sekali rempah-rempah dan dimasak dalam waktu yang cukup lama? Atau kenapa sih dari berbagai sistem penanggalan yang ada, penanggalan Masehi menjadi sistem yang saat ini umum digunakan? Rasa penasaran yang menggelitikmu tentang apa yang ada di hari ini bisa terus dikembangkan untuk merunut masa lalu.

Takut Membuka Masa Lalu

Kamu akan terkejut mendapatkan fakta yang berangkat dari sebuah resep masakan yang tercipta di zaman kerajaan ataupun kolonial. Bumbu dan rempah yang digunakan juga bukan sekadar penambah rasa, tapi sebagai pengawet alami karena orang-orang di zaman tersebut tidak setiap hari memiliki kesempatan untuk mendapatkan bahan makanan berupa daging. Bukan hanya sumbernya yang terbatas, harga daging pun hanya bisa dijangkau oleh kalangan ekonomi tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, teknik pengawetan banyak digunakan seperti dikeringkan, diasap, atau bahkan fermentasi yang menghasilkan tempe. Sejarah satu benda dan peristiwa saja bisa terkait ke berbagai hal lain. Seru, kan?

Buka Diri kepada Banyak Pandangan

Sejarah suatu benda atau peristiwa–bukan hanya makanan–juga biasanya ditulis dalam berbagai sisi. Sistem penanggalan Masehi yang paling banyak digunakan di dunia saat ini misalnya, berangkat dari kelahiran Al-Masih yang ditulis sejarahnya dalam berbagai kitab suci. Pembuktian kelahiran sosok yang lahir dari Maryam ini pun ada di berbagai tempat di dunia yang disebut dengan relikui. Kisahnya pun diabadikan dalam berbagai bentuk benda seni. Penuturan kisah Al-Masih sejak sebelum lahir hingga setelah kematiannya juga membuka banyak sekali pandangan, karena banyaknya sumber yang menceritakan. Pikiran yang terbuka dalam menganalisis satu demi satu perbedaannya akan menghubungkan kita pada sejarah lainnya yang terjadi di dunia, mungkin sampai hari ini.

Baca juga: Beragam Latar Tempat dalam Al-Masih: Putra Sang Perawan

Takut Membuka Masa Lalu? Cari Media yang Menyenangkan Hati

Peristiwa sejarah yang sifatnya tidak secara langsung kita alami memang tak bisa begitu saja berkesan bagi kita. Media yang kita pilih untuk memulai petualangan kita ke masa lalu juga akan menentukan. Kita bisa menonton video, mendengarkan rekaman podcast, atau tentu saja membaca buku. Jika buku sejarah terasa membosankan, banyak kok buku-buk fiksi yang didasari dengan fakta sejarah. Ada novel terbaru Tasaro GK salah satunya yaitu Al-Masih: Putra sang Perawan. Novel dengan dua latar waktu dan tempat berbeda akan menjadikan kita berimajinasi di banyak momentum sekaligus dalam satu buku. Buku yang memenangkan ide terbaik se-ASEAN ini pun dikemas dalam gaya naratif yang tidak akan cepat membuatmu terlelap begitu saja. Pepatah juga bilang, tak kenal maka tak sayang, untuk mengenal kembali masa lalu juga harus dimulai dengan hal yang sama dong. Ingat, tidak ada yang benar-benar baru dalam kehidupan ini. Kita bisa belajar mulai sekarang agar lebih banyak hal yang bisa dijaga.

Introspeksi Diri: Sudahkah Dirimu Berkaca pada Langkahmu Sendiri?

Introspeksi diri bagi beberapa orang menjadi sebuah kelalaian yang sering terjadi. Bercakap dengan lantang, namun enggan untuk membuka diri demi kesiapan yang matang. Benar, kesiapan diri ketika akan menginjak proses pendewasaan. Cukup rumit, bisa dijabarkan?

Sebuah proses introspeksi diri itu berkaitan juga dengan proses menghargai diri sendiri dan hal-hal yang ada di sekitar kita. Bagaimana sudut pandang kita arahkan dengan sebijak mungkin, tanpa ada hati yang merasa tersakiti, termasuk kita.

Kadang kala, introspeksi diri menjadikan kita bisa becermin terhadap diri sendiri, tanpa harus menyalahkan orang lain dalam suatu kondisi yang kita alami. Namun, bagaimana proses yang tepat? Apakah kita sudah mampu menjadikan diri kita sebagai tumpuan bijak? Mulai sekarang, renungkan hal-hal kecil yang mampu menjadikan dirimu lebih bisa menatap lebih dalam arti sebuah kehidupan, salah satu halnya dengan berbenah diri atau koreksi diri.

Baca Juga: Kontrol Diri, Mengendalikan Marah dengan Beberapa Pesan dari Seneca, si Filsuf Stoa

Introspeksi Diri dengan Mengurangi Penghakiman Diri

Era kini memang segalanya bisa cas cis cus dengan gampang, namun tentunya tidak bisa diselaraskan dengan penghakiman. Belum terbukti suatu kabar atau berita perihal kebenarannya, kita sudah bersuara dengan lantang saja, seolah-olah sudah seperti sumber utama. Alhasil, memberikan justifikasi tersendiri. Iya kalau benar, bagaimana jikalau salah?

Introspeksi diri yang paling awal dengan menghindari adanya penghakiman diri, baik terhadap diri sendiri dan orang lain. Memberikan tafsiran tersendiri tanpa mengetahui kebenarannya sesungguhnya hanya merugikan kita sebagai manusia yang sebenarnya sudah dibekali dengan akal dan pikiran yang bisa digunakan untuk berwawasan luas.

Jadikan Dirimu sebagai Alarm Diri

Kalau hidup itu perihal saling mengingatkan, berarti diri kita bisa dijadikan sebagai sebuah perantara antar-ikatan. Ikatan dengan diri sendiri, alam, dan Tuhan sebagai Sang Maha Pencipta. Sikapilah hal-hal yang membuat kita lupa diri dengan rendah hati. Jangan selalu menuntut semesta harus berbaik hati ini-itu kepada kita, justru kitalah yang semestinya menjadi roda penggerak utama (setelah Sang Pelaksana, Tuhan, mengilhami kita).

Baik buruknya tingkah laku atau perkataan juga cerminan diri. Penilaian sepenuhnya ada pada orang-orang yang melihatnya. Kita, sebagai sosok si pemiliki diri, wajibnya menunaikan hal-hal yang tidak lebih dari batasnya. Maka dari itu, adanya introspeksi berguna untuk menuntun kita ke arah yang lebih baik dari kehidupan sebelumya.

Bentuklah karakter diri yang mampu selaras dengan bumi. Jadilah manusia yang mampu mengilhami jiwa dan raga dalam ruhnya. Temukan filosofi hidup lainnya dalam buku yang bertajuk Filosofi untuk Hidup dan Bertahan dari Situasi Berbahaya Lainnya melalui masa pre-order-nya di Bentang Pustaka pada tanggal 1-11 Oktober 2020 mendatang.

Selamat berproses, ya!

Pamungkas Adiputra.

© Copyright - Bentang Pustaka