Tag Archive for: lockdown 309 tahun

covid-19 konspirasi

COVID-19: Musibah Atau Konspirasi?

Covid-19: musibah atau konspirasi? Apa yang terlintas di pikiran Anda saat mendengar kata lockdown 309 tahun? Bagaimana rasanya jika akses satu daerah ditutup selama 309 tahun? Atau bagaimana kalau orang-orang dilarang (tidak boleh) beraktifitas di luar dan keluar rumah selama 309 tahun? Mungkinkah itu terjadi? Dan mungkin pertanyaan-pertanyaan lain yang musykil mendapatkan jawaban pastinya. Untuk menemukan jawabannya, silakan nikmati paparannya dalam buku bersampul putih ini.

Covid-19: Musibah atau Konspirasi

Lockdown 309 Tahun adalah karya esai/buku Emha Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun yang ke-48. Judul lockdown 309 tahun itu sendiri diambil dari kisah ashabul kahfi, yaitu tujuh pemuda berimana yang di-lockdown Allah selama 309 tahun dalam sebuah gua. “Beberapa pemuda yang bersembunyi di gua kahfi itu pendekar semua…Ilmu pengetahuan diri mereka mumpuni ilmu pertarungan mereka canggih. Olah senjata mereka tingkat tinggi. Tapi, Allah menyembunyikan mereka di dalam gua yang semua orang menyangka itu adalah sarang anjing sehingga  tak ada yang memasukinya, sebab di mulut gua itu terjurai dua kaki anjing Qithmir dan Raqim.” (hlm.13)

Buku Lockdown 309 Tahun ini berisi tentang refleksi penulis yang cemas terhadap situasi nasional dan internasional akibat COVID-19. Bisa apapun nuansa dan arah refleksi itu, tetapi yang pasti kasus dahsyat COVID-19 harus menjadi bahan perenungan atau keberangkatan baru untuk memperbaiki hidup manusia. Karena, Coronavirus tidak punya kesalahan dan dosa apapun. Ia bukan makhluk pikiran dan hati yang punya kemungkinan untuk berniat sesuatu, merancang kebaikan dan keburukan, menyatakan dukungan atau perlawanan atas kehidupan umat manusia dimuka bumi. COVID-19 bukan bagian dari jin atau manusia, yang pada ujung zaman kelak harus mempertanggungjawabkan perilakunya di forum hisab Allah. Corona dipancing, dirangsang dan direkayasa sendiri oleh budaya manusia, oleh ilmunya yang angkuh, oleh pengetahuannya yang congkak, dan oleh peradabannya yang penuh kibriya,” demikian penegasan penulis.

Lockdown 309 Tahun

covid-19 konspirasiMaksud dari penulis mengangkat tema ini adalah agar kita sebagai pembaca bisa belajar dari nilai hidup ashabul kahfi terutama dalam hal ketaatan menjalankan perintah Tuhan. Dan manusia mesti menyadari bahwa segala yang berasal dari tuhan pada akhirnya akan kembali. Namun, apa yang berasal dari Wuhan hampir tidak ada yang kembali ke Wuhan. Wuhan adalah tempat asal-usul, tapi bukan tempat kembali. Mungkin dari Wuhan COVID-19 menemani tuan rumahnya hingga ke liang kubur. Tuhan menaburkan rahmat, Wuhan menggali perasaan untuk melaknat. Lalu, Tuhan menanamkan nikmat, Wuhan menancapkan kesumat. Kemudian, Tuhan menyebarkan manfaat, Wuhan memancing kuwalat. Ketuhanan Yang Maha Esa, kewuhanan yang maha malapetaka. Tuhan menganugerahkan kekuatan, Wuhan memperluas kelemahan.

Covid-19 dan Buku Cak Nun

Di buku ini dibahas pula bahwa COVID-19 bukanlah fenomena alam melainkan hasil rekayasa kekuasaan manusia. Lalu, apakah Covid-19 adalah musibah atau konspirasi? Virus ini diciptakan di Universitas North Carolina Chapel Hill dan mereka menerbitkan hasil-hasil penelitiannya pada november 2015.  Dr. Zheng Li Shi, yang mewakili laboratorium spesialis patogen dan biosafety, Institut Teknologi Wuhan China. Dr. Shi adalah sosok sangat penting disini. Dari 2014, Dr. Shi menerima berbagai pendanaan dari pemerintah USA. Juga dari program nasional Basic Research China. Akademi sains China, Badan Nasional Natural Sains China program penelitian prioritas, akademi ilmiah China, untuk membantu mendanai penelitian Coronavirus.

Baca juga: Proses Kreatif Cak Nun dalam Buku Lockdown 309 Tahun

COVID-19 ini diasosiasikan sebagai virus frankestein (Frankestein adalah nama monster yang terdapat dalam cerita “Frankestein the Prometheus” karya Mary Shelly). Awalnya bukan virus yang menjangkiti manusia. Virus ini perlu berevolusi dulu, perlu berubah, dan membutuhkan waktu. Namun seiring berjalannya masa  virus ini dirancang dan direkayasa untuk tujuan tertentu.

Begitulah. Buku yang pembahasannya merakyat ini sungguh buku yang membuat pola berpikir pembacanya terbuka seluas-luasnya untuk menanggapi suatu kejadian. Pembaca diajak untuk menganalisanya bukan hanya dari satu aspek melainkan juga dari berbagai aspek. Sungguh buku yang luar biasa. Selamat membaca. (*)

 

Nabila Maisaroh, anggota Komunitas Pelajar Literasi (Komplit) “Sabha Pena” dan Kru Majalah Pendidikan “Al-Mashalih” di MAN Bondowoso

Muhasabah Diri Jamaah Maiyah

Muhasabah Jamaah Maiyah Selama Pandemi

Muhasabah Jamaah Maiyah: Tawakal dan Waspada

Muhasabah Jamaah Maiyah pernah disinggung Cak Nun dalam buku Lockdown 309 Tahun. Cak Nun menceritakan seluk-beluk virus yang telah membumi ini bersamaan dengan jamaah Maiyah yang dapat membentengi diri.

Berbekal jiwa, pola berpikir dan sikap mental tawakal, Jamaah Maiyah berperilaku sebagaimana biasanya. Mereka pergi ke mana pun sesuai dengan keperluan dan kewajibannya. Jamaah sangat berpasrah diri kepada ketentuan Allah apa pun yang akan menimpa dirinya.

Akan tetapi, pada saat yang sama, jamaah Maiyah memaknai “takwa” terutama pada dimensi “waspada”. Mereka waspada kepada keagungan Allah sehingga mengagumi-Nya. Menyadari dengan sangat kekuasaan Allah sehingga senantiasa menggantungkan diri kepada-Nya. Mereka sangat perhatian kepada dirinya sendiri. Jamaah Maiyah ber-muhasabah setiap saat dan terus-menerus terhadap tipisnya jarak antara–misalnya–tawakal dan takabur, yakin dan gedhe rumongso, bertakwa dan percaya buta, juga iman dan kesembronoan.

Wudu dan Ibadah

Jamaah Maiyah merawat kesehatannya, mengistikamahi wudu dan salatnya, menjaga jiwa takwa dan hati tawakalnya, mewakilkan kepada Allah segala sesuatu dan kemungkinan-kemungkinan yang berada di luar kuasa dan kemampuannya. Mereka memastikan bahwa seluruh keutuhan hidupnya semata-mata kepada Maha Penjaga Ka’bah, “Robba hadzal bait”. Sebab, itulah jalan dan rute untuk mendapatkan gaji langit: dijamin tidak kelaparan dan dipastikan dibebaskan dari rasa takut kepada apa pun kecuali Allah.

Kehidupan jiwa dan kesadaran pikiran jamaah Maiyah berpegangan total kepada Al-Qur’an. Darah daging otot syaraf Al-Qur’an di dalam hidupmu memberimu petunjuk melangkah ke mana, lewat sebelah mana, dan menuju ke mana. Jika sesuatu menempel pada jamaah Maiyah sebagai penyakit maka jiwa Al-Qur’an menyembuhkannya.

Mereka berbekal sejumlah pernyataan Allah, misalnya, “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Ia akan melindunginya dan memberi jalan keluar atas masalah yang menimpanya.” Dan bahkan, “Menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang di luar perhitungannya.” Arah datangnya kasih sayang Allah bukan di keramaian mal, stasiun, tempat belajar, forum publik, atau di mana pun. Jalan rezeki Allah adalah di jalan takwa setiap orang.

Cekatan dan Sadar Diri

Tidak perlu menunggu dan tergantung langkah pemerintah, Jamaah Maiyah sudah mengerti apa yang harus segera dilakukan. Namun, kalau pemerintah memberikan panduan yang rasional dan realistis, mereka wajib melaksanakannya. Para Maiyah mulai berhitung pada dirinya masing-masing untuk menentukan jangka waktu berdiam diri di dalam rumahnya selama kurang lebih 14 hari, masa inkubasi virus Corona. Dalam jangka dua minggu itu, kalau terjadi gejala-gejala, mereka wajib melakukan ikhtiar dan bergegas ke tenaga medis.

Kalau melewati masa itu tidak terjadi apa-apa pada diri jamaah Maiyah, mereka bisa meyakini bahwa dirinya ke luar rumah takkan mencelakai siapa pun dengan penularan. Namun, mereka tetap harus menjalankan penjagaan diri agar tidak tertulari.

Hakikatnya, ada atau tidaknya virus Corona, jamaah Maiyah dan yang lainnya diwajibkan untuk senantiasa menjaga diri, iman, dan takwa. Mereka diwajibkan untuk selalu menyertakan Allah Sang Maha Pencipta dalam setiap langkah kehidupannya.

Meskipun pandemi belum berhenti, teruslah bermuhasabah diri dengan meminta petunjuk dari Sang Ilahi.

Salam,

Anggit Pamungkas Adiputra

 

 

4 Tips Produktif Menulis ala Emha Ainun Nadjib

 

Hingga saat ini, Emha Ainun Nadjib (Cak Nun) telah menghasilkan puluhan judul buku. Dan, dua puluh tiga di antaranya telah diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Dalam setahun, Cak Nun bisa menerbitkan 3 hingga 5 judul buku sekaligus. Tak hanya mencengangkan dari sisi kuantitas, kualitas tulisan Cak Nun pun tak main-main. Genre yang dilakoninya pun beragam, mulai dari esai, syair, puisi, novel, hingga skenario teater. Tentu banyak yang bertanya-tanya, bagaimana kiat Cak Nun bisa sedemikian produktifnya dalam menghasilkan karya? Berikut ini empat tips produktif menulis yang bisa kita pelajari dari Cak Nun.

 

Peka Mengamati Fenomena Terkini

Pada 2020 ini, tercatat Cak Nun telah menerbitkan 2 buku baru, Lockdown 309 Tahun (Juni) dan Apa yang Benar Bukan Siapa yang Benar (Agustus). Memiliki pengalaman sebagai penulis esai dan jurnalis, Cak Nun rupanya begitu mengikuti informasi terkini. Tulisan-tulisan Cak Nun dalam Lockdown 309 Tahun merupakan refleksi atas merebaknya virus Covid di dunia. Buku ini bahkan bisa disebut sebagai buku pertama di Indonesia yang merespons langsung kegelisahan masyarakat ketika Pembatasan Sosial Berskala Besar diterapkan pada Maret lalu.

 

Terbuka pada Berbagai Macam Pandangan

Sudut pandang yang sempit terbukti menjadi salah satu penghalang dalam upaya untuk produktif menulis. Hal tersebut dikarenakan persepsi yang dimiliki terbatas. Maka, karya yang dihasilkan pun hanya akan berputar-putar pada satu tema. Penulis pun akan kesulitan untuk melihat fenomena baru.

Tulisan-tulisan Cak Nun menunjukkan keluasan berpikirnya terhadap berbagai macam pandangan. Dalam buku Apa yang Benar Bukan Siapa yang Benar, Cak Nun mengkritisi fenomena fanatisme sempit dan penolakan untuk menerima pendapat yang berlainan. Supaya mudah dipahami pembaca, Cak Nun kerap menggunakan tokoh-tokoh imajiner dalam menanggapi suatu peristiwa. Dan, tokoh yang paling terkenal di antara mereka adalah Markesot. Tak jarang dialog yang ada dalam kisah tersebut menunjukkan adanya perbedaan pemahaman yang saling bertentangan. Namun, para tokoh itu selalu menemukan jalan untuk tidak berpedoman pada kebenaran versi tunggal, tetapi kebenaran yang bisa diterima oleh semua orang.

 

Tuliskan Semua yang Ada di Pikiran

Ada beragam teknik menulis yang bisa kita coba. Mulai dari menentukan judul terlebih dahulu, merencanakan outline dengan detail, atau membiarkan semua yang ada di pikiran mengalir deras. Cak Nun rupanya menggunakan metode yang terakhir. Orang-orang terdekatnya mengatakan bahwa ketika menulis, Cak Nun akan sangat fokus. Beliau bahkan tak pernah memencet tombol delete sekalipun. Hal ini menunjukkan kematangan konsep tulisan yang sudah dirancang di dalam pemikirannya.

 

Kreatif dalam Menentukan Judul

Judul yang unik dan ritmis bisa memicu penulis untuk semakin produktif menulis. Ada aura kebahagiaan yang terpancar dari tiap paragraf yang dituangkan. Dan, Cak Nun selalu mampu menemukan judul-judul menarik yang tak lekang waktu. Misalnya, ketika mengamati fenomena pengharaman musik di kalangan umat Islam, Cak Nun menulis esai dengan judul Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai. Esai ini menceritakan seorang kiai yang sangat getol melarang musik diputar di pesantrennya. Namun, suatu ketika terdengar bunyi musik lamat-lamat dari desa seberang, kaki Pak Kiai tak sengaja bergerak secara ritmis.

 

Nah, itu tadi empat tips produktif menulis yang bisa kita pelajari dari Cak Nun. Selamat mencoba!

© Copyright - Bentang Pustaka