Introvert Extrovert

Jangan Paksa Seorang Introvert Menjadi Extrovert

Kamu termasuk introvert atau extrovert? Kalimat itu diucapkan oleh Susan Cain, penulis buku nonfiksi berjudul The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking. Mungkin kamu sudah bisa menebak bahwa Susan Cain juga seorang introvert. Dia menuliskan pendapatnya dengan bebas di dalam bukunya tentang bagaimana budaya barat tidak bersahabat terhadap kaum introvert.

Indonesia tidak jauh berbeda. Masyarakat cenderung memandang sebelah mata kemampuan orang-orang introvert. Banyak yang mengatakan bahwa seorang extrovert jauh lebih pantas menjadi pemimpin ketimbang seorang introvert. Hei, itu pemikiran yang salah!

Apabila seorang introvert disediakan ruang dan zona yang nyaman untuknya bekerja, pencapaian mereka akan luar biasa. Jadi, buang jauh-jauh persepsi semacam itu, ya! Asal kalian tahu, banyak pemimpin besar dunia yang ternyata seorang introvert, lho!

Introvert Extrovert

Tokoh Hebat yang Ternyata Seorang Introvert

Wahyu Aditya dalam Sila ke-6 menyebutkan tiga nama tokoh hebat yang ternyata merupakan seorang introvert. Mereka adalah Mahatma Ghandi, Eleanor Roosevelt, dan Rosa Parks. Ketiga nama itu pasti sudah tak asing lagi di telinga, bukan? Mereka dapat dikatakan sebagai sosok yang pemalu, pendiam, dan selalu berbicara dalam intonasi yang lemah lembut.

Para introvert cenderung memiliki sifat tenang dan hal itu merupakan kekuatan yang luar biasa mengingat banyak kegagalan bersumber dari kepanikan dan penguasaan diri yang rendah. Mengapa para pemimpin yang disebutkan di atas tadi bisa memimpin? Dalam bukunya, Mas Wadit menjawab bahwa semua itu karena mereka tidak memiliki pilihan selain melakukan apa yang mereka pikir benar.

“Jangan menganggap sebuah introversi sebagai sesuatu yang harus diobati. Habiskan waktu luangmu untuk melakukan apa yang kamu suka, bukan apa yang kamu rasa harus kamu lakukan.”

Kekuatan Introvert vs. Extrovert

Dunia membutuhkan orang-orang introvert. Hal yang harus kita garis bawahi di sini adalah introvert bukan perihal bisa atau tidaknya seseorang bersosialisasi dan cepat atau lambatnya seseorang beradaptasi di lingkungan baru. Ini tentang bagaimana seseorang merespons sebuah stimulasi yang diterimanya.

Apabila seorang extrovert nyaman dengan interaksi sosial dan merasa sepi ketika sendirian, introvert justru menemukan kekuatannya ketika merasa sendiri. Oleh karena itu, berikanlah respek dan ruang bagi si introvert untuk melakukan apa yang diinginkannya.

Berdasarkan penelitian Susan Cain, talenta manusia bisa dimaksimalkan saat berada di zona, area, dan ruang yang dapat menstimulasi mereka dengan tepat. Menurut Mas Wadit, salah satu kunci untuk menemukan kreativitas, jawaban, dan ide adalah kesendirian.

Baca juga: Jangan Takut Berkreasi, Setiap Karya Memiliki Peminat

Keseimbangan Diri

Sebenarnya, tidak ada orang yang benar-benar bisa dikategorikan sebagai murni introvert atau extrovert. Namun, persentase dominan pada introvert atau extrovert itulah yang kerap dianggap sebagai hasil yang final. Padahal, manusia justru semestinya berada di antara keduanya, menyeimbangkan Yin dan Yang.

Mungkin sebagian orang menganggap bahwa ambivert adalah jawabannya, kondisi imbang 50:50 dan merupakan pribadi yang fleksibel. Padahal, ambivert masihlah sebuah istilah gaul dan belum ada penelitian ilmiah untuk mengesahkan kosakata tersebut dalam disiplin psikologi. Lantas, benarkah ambivert merupakan jawabannya? Tidak.

Kita harus mengubah persepsi tentang introvert. Sebab pada dasarnya, semua orang berhak mendapat panggung yang sama dan tepukan tangan yang meriah. Hargailah introversi mereka, jangan memaksa mereka untuk menjadi seorang extrovert. Biarkan para introvert leluasa mengembangkan kreativitas tanpa batas mereka. Seperti tajuk Sila ke-6 Mas Wadit, Kreatif Sampai Mati!

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

Takut Membuka Masa Lalu

Untuk Kamu yang Masih Takut Membuka Masa Lalu

Apakah kamu takut membuka masa lalu? Diskusi tentang masa lalu atau catatan sejarah sering kali tak ingin dilakukan. Jangan jauh-jauh, urusanmu dengan mantan saja kadang kamu pinggirkan dari bahan obrolan, kan? Padahal disadari atau belum, mereka dan kisah kemarinlah yang membentuk dirimu menjadi sosokmu sekarang. Begitu pun dengan skala sejarah yang lebih besar, sebuah kelompok atau tempat dibangun dengan banyak sekali sejarah yang menyertainya.

Sayangnya, lagi-lagi kita sering tak berkenan mengulik rangkaian peristiwa masa dulu karena merasa tidak relevan dengan hidup kita. Belum lagi, kebiasaan menghafal sejarah melalui tanggal-tanggal dan nama tokoh yang kadang terlalu sulit untuk diucapkan. Kalau sudah begitu, belum juga paham alurnya, otak kita sudah panas duluan. Beberapa cara di bawah ini mungkin patut dicoba untuk mengubah ketakutan itu.

Tilik Sejarah yang Menggelitik

Untuk memulai menjadikan sejarah tidak begitu saja terlewat, kita bisa mengulik dari benda-benda atau kebiasaan yang sering sekali ditemui dan tentu saja menarik bagi kita. Seperti misalnya, mengapa resep makanan tradisional Indonesia menggunakan banyak sekali rempah-rempah dan dimasak dalam waktu yang cukup lama? Atau kenapa sih dari berbagai sistem penanggalan yang ada, penanggalan Masehi menjadi sistem yang saat ini umum digunakan? Rasa penasaran yang menggelitikmu tentang apa yang ada di hari ini bisa terus dikembangkan untuk merunut masa lalu.

Takut Membuka Masa Lalu

Kamu akan terkejut mendapatkan fakta yang berangkat dari sebuah resep masakan yang tercipta di zaman kerajaan ataupun kolonial. Bumbu dan rempah yang digunakan juga bukan sekadar penambah rasa, tapi sebagai pengawet alami karena orang-orang di zaman tersebut tidak setiap hari memiliki kesempatan untuk mendapatkan bahan makanan berupa daging. Bukan hanya sumbernya yang terbatas, harga daging pun hanya bisa dijangkau oleh kalangan ekonomi tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, teknik pengawetan banyak digunakan seperti dikeringkan, diasap, atau bahkan fermentasi yang menghasilkan tempe. Sejarah satu benda dan peristiwa saja bisa terkait ke berbagai hal lain. Seru, kan?

Buka Diri kepada Banyak Pandangan

Sejarah suatu benda atau peristiwa–bukan hanya makanan–juga biasanya ditulis dalam berbagai sisi. Sistem penanggalan Masehi yang paling banyak digunakan di dunia saat ini misalnya, berangkat dari kelahiran Al-Masih yang ditulis sejarahnya dalam berbagai kitab suci. Pembuktian kelahiran sosok yang lahir dari Maryam ini pun ada di berbagai tempat di dunia yang disebut dengan relikui. Kisahnya pun diabadikan dalam berbagai bentuk benda seni. Penuturan kisah Al-Masih sejak sebelum lahir hingga setelah kematiannya juga membuka banyak sekali pandangan, karena banyaknya sumber yang menceritakan. Pikiran yang terbuka dalam menganalisis satu demi satu perbedaannya akan menghubungkan kita pada sejarah lainnya yang terjadi di dunia, mungkin sampai hari ini.

Baca juga: Beragam Latar Tempat dalam Al-Masih: Putra Sang Perawan

Takut Membuka Masa Lalu? Cari Media yang Menyenangkan Hati

Peristiwa sejarah yang sifatnya tidak secara langsung kita alami memang tak bisa begitu saja berkesan bagi kita. Media yang kita pilih untuk memulai petualangan kita ke masa lalu juga akan menentukan. Kita bisa menonton video, mendengarkan rekaman podcast, atau tentu saja membaca buku. Jika buku sejarah terasa membosankan, banyak kok buku-buk fiksi yang didasari dengan fakta sejarah. Ada novel terbaru Tasaro GK salah satunya yaitu Al-Masih: Putra sang Perawan. Novel dengan dua latar waktu dan tempat berbeda akan menjadikan kita berimajinasi di banyak momentum sekaligus dalam satu buku. Buku yang memenangkan ide terbaik se-ASEAN ini pun dikemas dalam gaya naratif yang tidak akan cepat membuatmu terlelap begitu saja. Pepatah juga bilang, tak kenal maka tak sayang, untuk mengenal kembali masa lalu juga harus dimulai dengan hal yang sama dong. Ingat, tidak ada yang benar-benar baru dalam kehidupan ini. Kita bisa belajar mulai sekarang agar lebih banyak hal yang bisa dijaga.

Butuh Terapi Jiwa untuk Atasi Depresi? Henry Manampiring Rekomendasikan Buku Ini

Henry Manampiring, influencer media sosial, dikenal sebagai sosok yang humoris, cerdas, serta tak pelit membagikan rekomendasi mengenai hal-hal baru. Setelah sukses menerbitkan buku laris Filosofi Teras, Henry membuka mata para generasi milenial tentang pentingnya kesadaran akan kesehatan mental. Terutama untuk mengatasi perasaan emosi negatif yang naik turun secara berlebihan dan berujung depresi.

Depresi memang tak bisa dianggap remeh. Apalagi banyak kasus percobaan bunuh diri yang dilatarbelakangi oleh perasaan tak berharga. Dalam skala yang lebih ringan, depresi mampu mengacaukan keseharian kita akibat putus harapan dan rasa sedih yang berlebihan. Menurut Henry Manampiring, selain terapi pengobatan klinis, cara lain yang bisa ditempuh untuk mengembalikan keseimbangan hidup adalah dengan mepraktikkan ajaran filsafat Yunani-Romawi Kuno.

 

Rekomendasi Buku Nonfiksi sebagai Terapi Jiwa

Kini, Henry Manampiring merekomendasikan salah satu buku penting tentang ajaran dan praktik filsafat yang bisa berperan sebagai terapi jiwa. Buku tersebut adalah Philosophy for Life: And other dangerous situations karya Jules Evans, yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Bentang Pustaka dengan judul Filosofi untuk Hidup dan Bertahan dari Situasi Berbahaya Lainnya.

“Jika kamu masih menganggap filsafat sebagai topik yang mengawang-awang dan tak berguna, buku ini akan mengubah pandanganmu. Dengan bahasa yang lugas dan penuh cerita menarik, Jules Evans menunjukkan bahwa filsafat justru bisa menjadi ‘terapi jiwa’ dan pilihan laku hidup (way of life). Kita bisa belajar dari kaum Stoa bagaimana tangguh menghadapi kesulitan hidup, dari kaum Epicurean menemukan kenikmatan hidup sejati, dari Phytagoras soal mendisiplinkan mental, dari kaum Skeptis cara untuk tidak mudah dibohongi, dan lain-lain. Kamu bisa belajar menjadi lebih bijak dalam menjalani hidup dengan ide dan pemikiran yang sudah bertahan ribuan tahun di dalam buku ini. Buku ini juga menjadi salah satu inspirasi saya menulis Filosofi Teras,” pesannya.

Berikut ini kami rangkum tiga hal menarik dari buku Filosofi untuk Hidup dan Bertahan dari Situasi Berbahaya Lainnya yang diulas oleh Henry Manampiring di channel Youtube-nya.

Rich result on Google's SERP when searching for 'Henry Manampiring Depresi''

Filsafat Membantu Penulis Buku ini Sembuh dari Depresi

Buku ini merupakan hasil tangkapan, riset, investigasi Jules Evans tentang berbagai aliran filsafat klasik zaman Yunani dan Romawi kuno. Evans menunjukkan bagaimana setiap aliran filsafat ini bertahan sampai sekarang: siapa saja pengikutnya, kelompok-kelompok yang menerapkan, dan bagaimana aliran-aliran tersebut masih relevan dengan kehidupan sekarang.

Pembahasan dalam buku ini berfokus pada School of Athens [Sekolah Athena], aliran yang berakar dari tradisi Yunani kuno. Aliran filsafat dari Yunani Kuno memang dikenal memiliki muatan way of life yang signifikan. Bagi Henry, aliran ini banyak memberikan nasihat mengenai panduan jalan hidup. Apalagi jika dibandingkan dengan aliran filsafat modern yang lebih njelimet dan susah dicari relevansinya dengan kehidupan sehari-hari. Menariknya, Evans tidak berposisi sebagai reporter atau investigator yang menuliskan hasil risetnya. Secara langsung dia bercerita tentang pengalamannya lepas dari depresi akibat aliran-aliran filsafat yang dipelajarinya. Ia juga menguraikan bahwa filsafat bukanlah kata-kata bijak semata, melainkan sesuatu yang bisa dipraktikkan setiap hari.

 

Henry Manampiring: Kenapa Buku ini Penting Dibaca?

Filosofi untuk Hidup dan Bertahan dari Situasi Berbahaya Lainnya menunjukkan bahwa ada begitu banyak aliran filsafat yang bisa bermanfaat bagi hidup kita. Contohnya, Filsafat Stoa yang membantu kita untuk lebih resilien, lebih tangguh menjalani hidup, terlebih pada zaman resesi seperti sekarang. Dari Filsafat Epicurean, kita akan diajak untuk semakin memahami petuah “bahagia itu sederhana”. Skepticisme mengajarkan kita untuk berpikir kritis terhadap segala sesuatu, mempertanyakan banyak hal. Tentunya sangat relevan dengan situasi sekarang yang penuh hoaks dan fake news. Ada pula pembahasan mengenai kematian dari perspektif filsafat: Bagaimana kematian seharusnya tidak membuat kita takut?

 

Henry Manampiring: Cara Penulisannya Mengingatkan Saya pada Malcolm Gladwell

Tulisan Jules Evans mengingatkan Henry Manampiring pada gaya Malcolm Gladwell. Setiap babnya selalu diawali dengan kisah menarik dari seseorang, masalah dalam hidupnya, dan bagaimana praktik filsafat membantu orang itu menjadi lebih baik. Dengan bahasa yang mudah dan tidak njelimet, pembaca di Indonesia bisa menemukan aplikasinya di kehidupan sehari-hari. “Saya senang sekali buku ini akhirnya diterjemahkan oleh Bentang Pustaka. Semoga tulisan ini lebih banyak menjangkau orang-orang di Indonesia,” ujar Henry.

 

Nah, demikian tadi tiga nilai lebih dari Filosofi untuk Hidup dan Bertahan dari Situasi Berbahaya Lainnya. Buku ini tengah memasuki masa PO yang berlangsung pada 1 hingga 11 Oktober 2020 di laman bentangpustaka.com.

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta