Zona nyaman atau mengambil risiko? Hidup adalah tentang pilihan. Manusia sering kali merasa dilema terhadap banyak hal entah itu urusan kecil seperti memilih menu makan siang, sampai persoalan besar seperti harus tidaknya kita menikah. Menurutmu, mana yang lebih penting? Memilih sesuatu yang berada dalam jangkauan dan zona nyaman kita atau melompat ke dalam bara api yang penuh risiko?
Mungkin pertanyaan yang tepat bukanlah mana yang lebih penting, melainkan pilihan mana yang lebih bisa membantu kita berkembang. Apa pun pilihanmu, sadarilah bahwa dalam hal ini tidak ada jawaban yang salah atau benar. Semua punya hak untuk memilih. Perlu diingat juga, kita tidak seharusnya menghakimi pilihan orang lain atau berusaha menggurui bahwa satu opsi lebih baik dari yang lainnya.
“Melakukan apa yang kamu suka adalah kebebasan.
Menyukai apa yang kamu lakukan adalah kebahagiaan.”
Mengambil Risiko dalam Zona Nyaman
Maudy Ayunda melalui bukunya, Dear Tomorrow, mengingatkan kita bahwa konsistensi yang perlu kita jaga dalam hidup adalah pertumbuhan positif dan pengembangan diri. Wanita kelahiran 1994 itu menulis bahwa terus-menerus berada di dalam zona nyaman juga ternyata berisiko. Risiko yang ia maksud adalah potensi dirinya untuk tumbuh dan berkembang akan terampas.
Jika sudah begitu maka istilah yang tepat bukan lagi zona nyaman, melainkan zona berbahaya, bukan? Inilah yang harus kita hindari.
Meskipun begitu, bukan berarti kita harus melulu mengambil risiko dalam setiap pilihan hidup kita. Berada di zona nyaman membantu manusia untuk menghargai lingkungan sekelilingnya, memberikan waktu untuk merancang langkah selanjutnya, dan memikirkan risiko apa yang harus kita ambil setelah ini.
Ajukan pertanyaan ini pada dirimu sendiri setiap memulai hari, jika kau hanya bisa melakukan satu hal hari ini, apa yang akau kau lakukan?
Bagi Maudy, justru lebih menakutkan jika kita tidak tumbuh dan berkembang sebagai individu. Ambillah risiko! Ini adalah hak dan pilihanmu untuk memilih, jangan berikan celah bagi orang lain untuk mendikte hidup kita.
Lakukan apa yang membuatmu senang. Hal itu akan memotivasimu untuk melakukannya lagi dan lagi. Beberapa orang menemukan kebahagiaan dari suatu proses yang mereka jalani, tak peduli fakta bahwa mereka hebat atau buruk dalam hal tersebut. Namun bagi beberapa orang lain, kebahagiaan terletak pada hasil akhir yang dicapai. Lagi, tidak ada yang salah dari letak sebuah kebahagiaan seseorang.
Apa pun pilihanmu kelak, pastikan bahwa kamu tidak akan menoleh ke belakang dengan penyesalan. Tengoklah masa lalu dengan senyuman dan berterima kasihlah pada dirimu sendiri karena telah mengambil pilihan itu.
Kontributor artikel: Nur Aisyiah Az-Zahra.
https://bentangpustaka.com/wp-content/uploads/2020/12/Unggah.jpg500665Bentang Pustakahttps://bentangpustaka.com/wp-content/uploads/2024/06/bentang-2-180x180.pngBentang Pustaka2020-12-16 09:07:472021-11-19 08:30:43Berada di Zona Nyaman atau Mengambil Risiko?
Kamu termasuk introvert atau extrovert? Kalimat itu diucapkan oleh Susan Cain, penulis buku nonfiksi berjudul The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking. Mungkin kamu sudah bisa menebak bahwa Susan Cain juga seorang introvert. Dia menuliskan pendapatnya dengan bebas di dalam bukunya tentang bagaimana budaya barat tidak bersahabat terhadap kaum introvert.
Indonesia tidak jauh berbeda. Masyarakat cenderung memandang sebelah mata kemampuan orang-orang introvert. Banyak yang mengatakan bahwa seorang extrovert jauh lebih pantas menjadi pemimpin ketimbang seorang introvert. Hei, itu pemikiran yang salah!
Apabila seorang introvert disediakan ruang dan zona yang nyaman untuknya bekerja, pencapaian mereka akan luar biasa. Jadi, buang jauh-jauh persepsi semacam itu, ya! Asal kalian tahu, banyak pemimpin besar dunia yang ternyata seorang introvert, lho!
Tokoh Hebat yang Ternyata Seorang Introvert
Wahyu Aditya dalam Sila ke-6 menyebutkan tiga nama tokoh hebat yang ternyata merupakan seorang introvert. Mereka adalah Mahatma Ghandi, Eleanor Roosevelt, dan Rosa Parks. Ketiga nama itu pasti sudah tak asing lagi di telinga, bukan? Mereka dapat dikatakan sebagai sosok yang pemalu, pendiam, dan selalu berbicara dalam intonasi yang lemah lembut.
Para introvert cenderung memiliki sifat tenang dan hal itu merupakan kekuatan yang luar biasa mengingat banyak kegagalan bersumber dari kepanikan dan penguasaan diri yang rendah. Mengapa para pemimpin yang disebutkan di atas tadi bisa memimpin? Dalam bukunya, Mas Wadit menjawab bahwa semua itu karena mereka tidak memiliki pilihan selain melakukan apa yang mereka pikir benar.
“Jangan menganggap sebuah introversi sebagai sesuatu yang harus diobati. Habiskan waktu luangmu untuk melakukan apa yang kamu suka, bukan apa yang kamu rasa harus kamu lakukan.”
Kekuatan Introvert vs. Extrovert
Dunia membutuhkan orang-orang introvert. Hal yang harus kita garis bawahi di sini adalah introvert bukan perihal bisa atau tidaknya seseorang bersosialisasi dan cepat atau lambatnya seseorang beradaptasi di lingkungan baru. Ini tentang bagaimana seseorang merespons sebuah stimulasi yang diterimanya.
Apabila seorang extrovert nyaman dengan interaksi sosial dan merasa sepi ketika sendirian, introvert justru menemukan kekuatannya ketika merasa sendiri. Oleh karena itu, berikanlah respek dan ruang bagi si introvert untuk melakukan apa yang diinginkannya.
Berdasarkan penelitian Susan Cain, talenta manusia bisa dimaksimalkan saat berada di zona, area, dan ruang yang dapat menstimulasi mereka dengan tepat. Menurut Mas Wadit, salah satu kunci untuk menemukan kreativitas, jawaban, dan ide adalah kesendirian.
Sebenarnya, tidak ada orang yang benar-benar bisa dikategorikan sebagai murni introvert atau extrovert. Namun, persentase dominan pada introvert atau extrovert itulah yang kerap dianggap sebagai hasil yang final. Padahal, manusia justru semestinya berada di antara keduanya, menyeimbangkan Yin dan Yang.
Mungkin sebagian orang menganggap bahwa ambivert adalah jawabannya, kondisi imbang 50:50 dan merupakan pribadi yang fleksibel. Padahal, ambivert masihlah sebuah istilah gaul dan belum ada penelitian ilmiah untuk mengesahkan kosakata tersebut dalam disiplin psikologi. Lantas, benarkah ambivert merupakan jawabannya? Tidak.
Kita harus mengubah persepsi tentang introvert. Sebab pada dasarnya, semua orang berhak mendapat panggung yang sama dan tepukan tangan yang meriah. Hargailah introversi mereka, jangan memaksa mereka untuk menjadi seorang extrovert. Biarkan para introvert leluasa mengembangkan kreativitas tanpa batas mereka. Seperti tajuk Sila ke-6Mas Wadit, Kreatif Sampai Mati!
Nur Aisyiah Az-Zahra
https://bentangpustaka.com/wp-content/uploads/2020/12/2.jpg499667Bentang Pustakahttps://bentangpustaka.com/wp-content/uploads/2024/06/bentang-2-180x180.pngBentang Pustaka2020-12-09 09:58:142021-11-19 08:39:57Jangan Paksa Seorang Introvert Menjadi Extrovert
Apakah kamu takut membuka masa lalu? Diskusi tentang masa lalu atau catatan sejarah sering kali tak ingin dilakukan. Jangan jauh-jauh, urusanmu dengan mantan saja kadang kamu pinggirkan dari bahan obrolan, kan? Padahal disadari atau belum, mereka dan kisah kemarinlah yang membentuk dirimu menjadi sosokmu sekarang. Begitu pun dengan skala sejarah yang lebih besar, sebuah kelompok atau tempat dibangun dengan banyak sekali sejarah yang menyertainya.
Sayangnya, lagi-lagi kita sering tak berkenan mengulik rangkaian peristiwa masa dulu karena merasa tidak relevan dengan hidup kita. Belum lagi, kebiasaan menghafal sejarah melalui tanggal-tanggal dan nama tokoh yang kadang terlalu sulit untuk diucapkan. Kalau sudah begitu, belum juga paham alurnya, otak kita sudah panas duluan. Beberapa cara di bawah ini mungkin patut dicoba untuk mengubah ketakutan itu.
Tilik Sejarah yang Menggelitik
Untuk memulai menjadikan sejarah tidak begitu saja terlewat, kita bisa mengulik dari benda-benda atau kebiasaan yang sering sekali ditemui dan tentu saja menarik bagi kita. Seperti misalnya, mengapa resep makanan tradisional Indonesia menggunakan banyak sekali rempah-rempah dan dimasak dalam waktu yang cukup lama? Atau kenapa sih dari berbagai sistem penanggalan yang ada, penanggalan Masehi menjadi sistem yang saat ini umum digunakan? Rasa penasaran yang menggelitikmu tentang apa yang ada di hari ini bisa terus dikembangkan untuk merunut masa lalu.
Kamu akan terkejut mendapatkan fakta yang berangkat dari sebuah resep masakan yang tercipta di zaman kerajaan ataupun kolonial. Bumbu dan rempah yang digunakan juga bukan sekadar penambah rasa, tapi sebagai pengawet alami karena orang-orang di zaman tersebut tidak setiap hari memiliki kesempatan untuk mendapatkan bahan makanan berupa daging. Bukan hanya sumbernya yang terbatas, harga daging pun hanya bisa dijangkau oleh kalangan ekonomi tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, teknik pengawetan banyak digunakan seperti dikeringkan, diasap, atau bahkan fermentasi yang menghasilkan tempe. Sejarah satu benda dan peristiwa saja bisa terkait ke berbagai hal lain. Seru, kan?
Buka Diri kepada Banyak Pandangan
Sejarah suatu benda atau peristiwa–bukan hanya makanan–juga biasanya ditulis dalam berbagai sisi. Sistem penanggalan Masehi yang paling banyak digunakan di dunia saat ini misalnya, berangkat dari kelahiran Al-Masih yang ditulis sejarahnya dalam berbagai kitab suci. Pembuktian kelahiran sosok yang lahir dari Maryam ini pun ada di berbagai tempat di dunia yang disebut dengan relikui. Kisahnya pun diabadikan dalam berbagai bentuk benda seni. Penuturan kisah Al-Masih sejak sebelum lahir hingga setelah kematiannya juga membuka banyak sekali pandangan, karena banyaknya sumber yang menceritakan. Pikiran yang terbuka dalam menganalisis satu demi satu perbedaannya akan menghubungkan kita pada sejarah lainnya yang terjadi di dunia, mungkin sampai hari ini.
Takut Membuka Masa Lalu? Cari Media yang Menyenangkan Hati
Peristiwa sejarah yang sifatnya tidak secara langsung kita alami memang tak bisa begitu saja berkesan bagi kita. Media yang kita pilih untuk memulai petualangan kita ke masa lalu juga akan menentukan. Kita bisa menonton video, mendengarkan rekaman podcast, atau tentu saja membaca buku. Jika buku sejarah terasa membosankan, banyak kok buku-buk fiksi yang didasari dengan fakta sejarah. Ada novel terbaru Tasaro GK salah satunya yaitu Al-Masih: Putra sang Perawan. Novel dengan dua latar waktu dan tempat berbeda akan menjadikan kita berimajinasi di banyak momentum sekaligus dalam satu buku. Buku yang memenangkan ide terbaik se-ASEAN ini pun dikemas dalam gaya naratif yang tidak akan cepat membuatmu terlelap begitu saja. Pepatah juga bilang, tak kenal maka tak sayang, untuk mengenal kembali masa lalu juga harus dimulai dengan hal yang sama dong. Ingat, tidak ada yang benar-benar baru dalam kehidupan ini. Kita bisa belajar mulai sekarang agar lebih banyak hal yang bisa dijaga.
https://bentangpustaka.com/wp-content/uploads/2020/10/laura-fuhrman-73OJLcahQHg-unsplash-scaled.jpg17072560Bentang Pustakahttps://bentangpustaka.com/wp-content/uploads/2024/06/bentang-2-180x180.pngBentang Pustaka2020-10-09 09:29:372021-11-19 08:48:12Untuk Kamu yang Masih Takut Membuka Masa Lalu
Berada di Zona Nyaman atau Mengambil Risiko?
/in Artikel, Gaya Hidup, Pengembangan Diri/by Bentang PustakaZona nyaman atau mengambil risiko? Hidup adalah tentang pilihan. Manusia sering kali merasa dilema terhadap banyak hal entah itu urusan kecil seperti memilih menu makan siang, sampai persoalan besar seperti harus tidaknya kita menikah. Menurutmu, mana yang lebih penting? Memilih sesuatu yang berada dalam jangkauan dan zona nyaman kita atau melompat ke dalam bara api yang penuh risiko?
Mungkin pertanyaan yang tepat bukanlah mana yang lebih penting, melainkan pilihan mana yang lebih bisa membantu kita berkembang. Apa pun pilihanmu, sadarilah bahwa dalam hal ini tidak ada jawaban yang salah atau benar. Semua punya hak untuk memilih. Perlu diingat juga, kita tidak seharusnya menghakimi pilihan orang lain atau berusaha menggurui bahwa satu opsi lebih baik dari yang lainnya.
Mengambil Risiko dalam Zona Nyaman
Maudy Ayunda melalui bukunya, Dear Tomorrow, mengingatkan kita bahwa konsistensi yang perlu kita jaga dalam hidup adalah pertumbuhan positif dan pengembangan diri. Wanita kelahiran 1994 itu menulis bahwa terus-menerus berada di dalam zona nyaman juga ternyata berisiko. Risiko yang ia maksud adalah potensi dirinya untuk tumbuh dan berkembang akan terampas.
Jika sudah begitu maka istilah yang tepat bukan lagi zona nyaman, melainkan zona berbahaya, bukan? Inilah yang harus kita hindari.
Meskipun begitu, bukan berarti kita harus melulu mengambil risiko dalam setiap pilihan hidup kita. Berada di zona nyaman membantu manusia untuk menghargai lingkungan sekelilingnya, memberikan waktu untuk merancang langkah selanjutnya, dan memikirkan risiko apa yang harus kita ambil setelah ini.
Atasi Rasa Takutmu Terhadap Perubahan
Ajukan pertanyaan ini pada dirimu sendiri setiap memulai hari, jika kau hanya bisa melakukan satu hal hari ini, apa yang akau kau lakukan?
Bagi Maudy, justru lebih menakutkan jika kita tidak tumbuh dan berkembang sebagai individu. Ambillah risiko! Ini adalah hak dan pilihanmu untuk memilih, jangan berikan celah bagi orang lain untuk mendikte hidup kita.
Lakukan apa yang membuatmu senang. Hal itu akan memotivasimu untuk melakukannya lagi dan lagi. Beberapa orang menemukan kebahagiaan dari suatu proses yang mereka jalani, tak peduli fakta bahwa mereka hebat atau buruk dalam hal tersebut. Namun bagi beberapa orang lain, kebahagiaan terletak pada hasil akhir yang dicapai. Lagi, tidak ada yang salah dari letak sebuah kebahagiaan seseorang.
Apa pun pilihanmu kelak, pastikan bahwa kamu tidak akan menoleh ke belakang dengan penyesalan. Tengoklah masa lalu dengan senyuman dan berterima kasihlah pada dirimu sendiri karena telah mengambil pilihan itu.
Kontributor artikel: Nur Aisyiah Az-Zahra.
Jangan Paksa Seorang Introvert Menjadi Extrovert
/in Artikel, Gaya Hidup, Pengembangan Diri/by Bentang PustakaKamu termasuk introvert atau extrovert? Kalimat itu diucapkan oleh Susan Cain, penulis buku nonfiksi berjudul The Power of Introverts in a World That Can’t Stop Talking. Mungkin kamu sudah bisa menebak bahwa Susan Cain juga seorang introvert. Dia menuliskan pendapatnya dengan bebas di dalam bukunya tentang bagaimana budaya barat tidak bersahabat terhadap kaum introvert.
Indonesia tidak jauh berbeda. Masyarakat cenderung memandang sebelah mata kemampuan orang-orang introvert. Banyak yang mengatakan bahwa seorang extrovert jauh lebih pantas menjadi pemimpin ketimbang seorang introvert. Hei, itu pemikiran yang salah!
Apabila seorang introvert disediakan ruang dan zona yang nyaman untuknya bekerja, pencapaian mereka akan luar biasa. Jadi, buang jauh-jauh persepsi semacam itu, ya! Asal kalian tahu, banyak pemimpin besar dunia yang ternyata seorang introvert, lho!
Tokoh Hebat yang Ternyata Seorang Introvert
Wahyu Aditya dalam Sila ke-6 menyebutkan tiga nama tokoh hebat yang ternyata merupakan seorang introvert. Mereka adalah Mahatma Ghandi, Eleanor Roosevelt, dan Rosa Parks. Ketiga nama itu pasti sudah tak asing lagi di telinga, bukan? Mereka dapat dikatakan sebagai sosok yang pemalu, pendiam, dan selalu berbicara dalam intonasi yang lemah lembut.
Para introvert cenderung memiliki sifat tenang dan hal itu merupakan kekuatan yang luar biasa mengingat banyak kegagalan bersumber dari kepanikan dan penguasaan diri yang rendah. Mengapa para pemimpin yang disebutkan di atas tadi bisa memimpin? Dalam bukunya, Mas Wadit menjawab bahwa semua itu karena mereka tidak memiliki pilihan selain melakukan apa yang mereka pikir benar.
Kekuatan Introvert vs. Extrovert
Dunia membutuhkan orang-orang introvert. Hal yang harus kita garis bawahi di sini adalah introvert bukan perihal bisa atau tidaknya seseorang bersosialisasi dan cepat atau lambatnya seseorang beradaptasi di lingkungan baru. Ini tentang bagaimana seseorang merespons sebuah stimulasi yang diterimanya.
Apabila seorang extrovert nyaman dengan interaksi sosial dan merasa sepi ketika sendirian, introvert justru menemukan kekuatannya ketika merasa sendiri. Oleh karena itu, berikanlah respek dan ruang bagi si introvert untuk melakukan apa yang diinginkannya.
Berdasarkan penelitian Susan Cain, talenta manusia bisa dimaksimalkan saat berada di zona, area, dan ruang yang dapat menstimulasi mereka dengan tepat. Menurut Mas Wadit, salah satu kunci untuk menemukan kreativitas, jawaban, dan ide adalah kesendirian.
Keseimbangan Diri
Sebenarnya, tidak ada orang yang benar-benar bisa dikategorikan sebagai murni introvert atau extrovert. Namun, persentase dominan pada introvert atau extrovert itulah yang kerap dianggap sebagai hasil yang final. Padahal, manusia justru semestinya berada di antara keduanya, menyeimbangkan Yin dan Yang.
Mungkin sebagian orang menganggap bahwa ambivert adalah jawabannya, kondisi imbang 50:50 dan merupakan pribadi yang fleksibel. Padahal, ambivert masihlah sebuah istilah gaul dan belum ada penelitian ilmiah untuk mengesahkan kosakata tersebut dalam disiplin psikologi. Lantas, benarkah ambivert merupakan jawabannya? Tidak.
Kita harus mengubah persepsi tentang introvert. Sebab pada dasarnya, semua orang berhak mendapat panggung yang sama dan tepukan tangan yang meriah. Hargailah introversi mereka, jangan memaksa mereka untuk menjadi seorang extrovert. Biarkan para introvert leluasa mengembangkan kreativitas tanpa batas mereka. Seperti tajuk Sila ke-6 Mas Wadit, Kreatif Sampai Mati!
Nur Aisyiah Az-Zahra
Untuk Kamu yang Masih Takut Membuka Masa Lalu
/in Artikel, Pengembangan Diri/by Bentang PustakaApakah kamu takut membuka masa lalu? Diskusi tentang masa lalu atau catatan sejarah sering kali tak ingin dilakukan. Jangan jauh-jauh, urusanmu dengan mantan saja kadang kamu pinggirkan dari bahan obrolan, kan? Padahal disadari atau belum, mereka dan kisah kemarinlah yang membentuk dirimu menjadi sosokmu sekarang. Begitu pun dengan skala sejarah yang lebih besar, sebuah kelompok atau tempat dibangun dengan banyak sekali sejarah yang menyertainya.
Sayangnya, lagi-lagi kita sering tak berkenan mengulik rangkaian peristiwa masa dulu karena merasa tidak relevan dengan hidup kita. Belum lagi, kebiasaan menghafal sejarah melalui tanggal-tanggal dan nama tokoh yang kadang terlalu sulit untuk diucapkan. Kalau sudah begitu, belum juga paham alurnya, otak kita sudah panas duluan. Beberapa cara di bawah ini mungkin patut dicoba untuk mengubah ketakutan itu.
Tilik Sejarah yang Menggelitik
Untuk memulai menjadikan sejarah tidak begitu saja terlewat, kita bisa mengulik dari benda-benda atau kebiasaan yang sering sekali ditemui dan tentu saja menarik bagi kita. Seperti misalnya, mengapa resep makanan tradisional Indonesia menggunakan banyak sekali rempah-rempah dan dimasak dalam waktu yang cukup lama? Atau kenapa sih dari berbagai sistem penanggalan yang ada, penanggalan Masehi menjadi sistem yang saat ini umum digunakan? Rasa penasaran yang menggelitikmu tentang apa yang ada di hari ini bisa terus dikembangkan untuk merunut masa lalu.
Kamu akan terkejut mendapatkan fakta yang berangkat dari sebuah resep masakan yang tercipta di zaman kerajaan ataupun kolonial. Bumbu dan rempah yang digunakan juga bukan sekadar penambah rasa, tapi sebagai pengawet alami karena orang-orang di zaman tersebut tidak setiap hari memiliki kesempatan untuk mendapatkan bahan makanan berupa daging. Bukan hanya sumbernya yang terbatas, harga daging pun hanya bisa dijangkau oleh kalangan ekonomi tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, teknik pengawetan banyak digunakan seperti dikeringkan, diasap, atau bahkan fermentasi yang menghasilkan tempe. Sejarah satu benda dan peristiwa saja bisa terkait ke berbagai hal lain. Seru, kan?
Buka Diri kepada Banyak Pandangan
Sejarah suatu benda atau peristiwa–bukan hanya makanan–juga biasanya ditulis dalam berbagai sisi. Sistem penanggalan Masehi yang paling banyak digunakan di dunia saat ini misalnya, berangkat dari kelahiran Al-Masih yang ditulis sejarahnya dalam berbagai kitab suci. Pembuktian kelahiran sosok yang lahir dari Maryam ini pun ada di berbagai tempat di dunia yang disebut dengan relikui. Kisahnya pun diabadikan dalam berbagai bentuk benda seni. Penuturan kisah Al-Masih sejak sebelum lahir hingga setelah kematiannya juga membuka banyak sekali pandangan, karena banyaknya sumber yang menceritakan. Pikiran yang terbuka dalam menganalisis satu demi satu perbedaannya akan menghubungkan kita pada sejarah lainnya yang terjadi di dunia, mungkin sampai hari ini.
Takut Membuka Masa Lalu? Cari Media yang Menyenangkan Hati
Peristiwa sejarah yang sifatnya tidak secara langsung kita alami memang tak bisa begitu saja berkesan bagi kita. Media yang kita pilih untuk memulai petualangan kita ke masa lalu juga akan menentukan. Kita bisa menonton video, mendengarkan rekaman podcast, atau tentu saja membaca buku. Jika buku sejarah terasa membosankan, banyak kok buku-buk fiksi yang didasari dengan fakta sejarah. Ada novel terbaru Tasaro GK salah satunya yaitu Al-Masih: Putra sang Perawan. Novel dengan dua latar waktu dan tempat berbeda akan menjadikan kita berimajinasi di banyak momentum sekaligus dalam satu buku. Buku yang memenangkan ide terbaik se-ASEAN ini pun dikemas dalam gaya naratif yang tidak akan cepat membuatmu terlelap begitu saja. Pepatah juga bilang, tak kenal maka tak sayang, untuk mengenal kembali masa lalu juga harus dimulai dengan hal yang sama dong. Ingat, tidak ada yang benar-benar baru dalam kehidupan ini. Kita bisa belajar mulai sekarang agar lebih banyak hal yang bisa dijaga.