Kenapa Guru Matematika Memiliki Persona Galak?

Apa yang terlintas dalam benak kalian ketika mendengar kata matematika? Bisa dipastikan bahwa banyak yang akan menjawab pelajaran yang menakutkan, bukan? Lalu, apa yang akan kalian bayangkan ketika mendengar sebuah profesi bernama guru matematika? Masih bisa dipastikan bahwa akan banyak yang dengan spontan menjawabnya menggunakan satu kata: galak.

Ya, banyak di antara para siswa, mulai dari siswa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, hingga sekolah menengah atas yang menganggap bahwa guru matematika adalah guru yang paling galak. Hal tersebut pun tak jarang diamini oleh para guru matematika itu sendiri. Beberapa di antara mereka membagikan cerita di situs pribadi dan mengatakan sering mendapatkan imej galak dari para murid yang mereka ampu. Apakah memang benar bahwa guru matematika itu galak? Tentu saja tidak semuanya. Mungkin memang ada beberapa guru matematika yang galak, namun ada juga yang baik bahkan penuh kesabaran dalam mengajar siswa-siswinya, seperti Bu Desi mengajari matematika Aini. Lantas, mengapa sih banyak yang menganggap bahwa guru matematika itu galak? Mengapa pula imej tersebut begitu melekat?

Terbawa Predikat “Menakutkan” yang Disandang oleh Matematika

Banyak di antara para murid yang menganggap bahwa matematika adalah pelajaran yang menakutkan, sangat serius, dan sulit. Karena mengampu mata pelajaran yang serius, dianggap sulit, dan dianggap menakutkan, maka logika asal-asalan para murid tersebut akan berpikir bahwa guru pengampu mata pelajarannya pun akan sama menakutkannya. Matematika yang merupakan benda mati saja sudah menakutkan, apalagi guru matematika yang merupakan makhluk hidup dan harus mereka temui setiap berapa kali seminggu, pasti lebih menakutkan lagi. Jadi, guru matematika memiliki imej menakutkan karena terkena paparan pelajaran matematika yang sudah dicap menakutkan terlebih dahulu. Padahal itu hanya persepsi mereka yang kadung merasa takut sebelum mempelajari matematika dengan sungguh-sungguh. Guru matematika ada juga yang baik, kok, tenang saja!

Guru Matematika Itu Tegas, Bukan Galak

Seorang guru matematika haruslah menjadi seorang idealis. Tanpa idealisme, matematika akan menjadi lembah kematian pendidikan.”

Dalam novel Guru Aini, diceritakan bahwa sebagai guru matematika, Bu Desi memiliki sifat idealis, dan biasanya orang dengan sifat idealis juga cenderung bersikap tegas, sikap tegas ini rata-rata dimiliki oleh para guru matematika. Bahkan mungkin tingkat ketegasan mereka di atas guru mata pelajaran lain. Sikap tegas inilah yang oleh para siswa dikatakan galak. Guru matematika memang harus bersikap tegas. Mengapa? Karena banyak siswa yang sudah terlebih dahulu benci dengan matematika, mereka kemudian merasa malas untuk mempelajarinya, menganggap hal tersebut hanya membuang-buang waktu, dan akhirnya para siswa tidak menguasai ilmu penting ini. Guru matematika yang memiliki tanggung jawab untuk mengajari para siswa sampai bisa pastinya tidak ingin hal ini terjadi. Sehingga tidak ada pilihan baginya selain bersikap tegas agar para siswa mau dan serius mempelajari matematika. Sikap tegas ini pastinya harus dibarengi dengan sikap telaten dan sabar agar para murid tidak ketakutan.

Cara Mengajar yang Kurang Fun

Apa lagi yang membuat guru matematika terlihat menyeramkan dan galak? Ya, pelajaran yang ia ampu, seperti yang telah dijelaskan di poin pertama, guru matematika dicap galak karena matematika itu sendiri. Dikenal sulit di kalangan siswa, matematika tak jarang menjadi momok setiap semesternya. Oleh karena itulah para guru matematika harus memutar otak dan mencari cara bagaimana agar matematika dapat dipelajari dengan menyenangkan, santai tapi serius, dan menarik perhatian para siswa. Biasanya para guru matematika akan menggunakan alat peraga, game, atau cara-cara lain yang memungkinkan keterlibatan aktif para siswa untuk menjadikan kegiatan belajar-mengajar matematika ini menjadi menyenangkan. Kreativitas guru sangat dibutuhkan di sini.

Dipengaruhi oleh Persona Guru Matematika Lainnya

Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Karena satu guru matematika yang menghardik, jadi kena guru matematika seluruhnya. Mungkin memang ada oknum guru matematika yang galak, bukan tegas ya, tapi memang galak. Oknum guru ini sering memarahi siswa dan mengatai-ngatai siswanya yang sulit diajari, bahkan tak jarang mengejek. Karena satu guru yang seperti ini, jadilah seluruh guru matematika terkena akibatnya, yaitu dianggap galak. Padahal, lagi-lagi, kita tidak dapat menggeneralisasi sifat orang, pasti ada banyak guru matematika yang baik dan sabar di luar sana, seperti halnya Bu Desi yang tetap sabar mengajari Aini yang bersikeras agar bisa menguasai matematika.

Perjuangan Bu Desi untuk mengabdi dan menjadi guru matematika yang baik dapat kalian nikmati dalam novel Guru Aini karya Andrea Hirata yang akan terbit pada tanggal 2 Februari 2020 nanti. Pastikan kamu menjadi saksi dari petualangan ajaib Bu Desi, ya! (Nas)

 

1 reply
  1. jihan
    jihan says:

    ini dari opini saya sendiri. bagi saya mungkin memang benar guru mtk itu tegas, tapi apa selamanya tegas ketika murid sedang bertanya dan meminta guru untuk membahas materinya dengan pelan-pelan supaya lebih di pahami? seharusnya guru mtk bisa menempatkan sifat tegas ketika sang murid yang tidak paham malah mencontek jawaban murid lainnya, lalu INGAT tanya mengapa dia mencontek. dan kebanyakan tapi tidak semuanya yang terjadi di indonesia adalah guru mtk tiba-tiba galak disebabkan murid yang tidak paham bertanya. sebagai guru, tegas memang perlu, tapi kesabaran pun juga dibutuhkan. bagaimana mungkin seorang murid bisa langsung paham apa yang diajar guru mtk nya dengan konotasi tegas? saya rasa tidak mungkin mereka bisa langsung paham. makanya tidak heran, sang murid langsung membuat persepsi negatif yang sudah ia alami saat itu. maaf jika ada salah kata atau menyinggung atau hal negatif lainnya. disini saya hanya ingin membeberkan saja opini.

    Reply

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta