Kecerdasan Majemuk dalam Diri Anak

Semua orang tua pasti menginginkan anak yang cerdas. Namun, sebetulnya apa sih, tolok ukur cerdasnya seorang anak itu? Apakah anak bisa dikatakan cerdas ketika ia bisa menghapal nama-nama negara? Ketika ia bisa membaca dan berhitung dengan lancar? Atau ketika anak bisa berbicara bahasa asing? Dalam penelitiannya, Psikolog dan Profesor Harvard University Dr. Howard Gardner, menemukan bahwa anak memiliki kecerdasan majemuk.

Kecerdasan majemuk atau kecerdasan ganda (multiple intelligences) yang dimiliki seorang anak terdiri atas setidaknya delapan bidang. Jenis-jenis bidang tersebut antara lain: kecerdasan bahasa, kecerdasan logika matematika, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan naturalis, dan kecerdasan musikal. Tiap individu pada dasarnya memiliki seluruh kecerdasan tersebut. Namun, tidak lantas seorang anak bisa menguasai seluruh bidang itu. Ada bidang tertentu yang pasti akan menjadi dominan dalam diri anak dan hal itu amatlah normal seiring anak tumbuh dan berkembang.

Tanda Kecerdasan Majemuk pada Anak

Dari delapan jenis kecerdasan majemuk, kita bisa melihat apakah anak kita sudah mulai menunjukkan kemampuannya dalam suatu bidang tersebut. Perlu kita garis bawahi bahwa kecerdasan ini tak harus ditunjukkan melalui pertanda yang terkesan “wah” atau amat hebat. Tanda-tanda kecerdasan ini bisa dilihat dari perilaku kecil, yang bahkan mungkin selama ini dianggap normal atau biasa saja. Beberapa contoh pertanda kecil kecerdasan majemuk pada anak usia dini, misalnya: bisa berkomunikasi dengan lancar (kecerdasan bahasa), bergerak aktif (kecerdasan kinestetik), peka dan senang akan bunyi-bunyian (kecerdasan musikal), dan senang mengamati suatu objek seperti batu atau hewan (kecerdasan naturalis).

Sebetulnya orang tua tidak perlu khawatir jika tanda-tanda itu belum terlihat. Kita belum bisa memastikan apakah anak memiliki kecerdasan dalam suatu bidang yang dominan, terutama saat usia pra-sekolah. Hal tersebut karena mereka belum mendapatkan stimulasi yang maksimal dalam waktu yang lama.

Mengasah Kecerdasan Majemuk Anak

Lantas, bagaimana cara agar kecerdasan anak bisa terstimulasi? Sebagai orang tua, kita tidak perlu panik dan terburu-buru ingin anaknya terlihat cerdas. Yang terpenting bagi kita adalah untuk terlebih dulu menyediakan “modal” untuk anak belajar dan menumbuhkan kecerdasannya sendiri. Sudahkah kita memberikan anak lingkungan yang nyaman di rumah? Sudahkah kita memberikan dukungan dan kesempatan untuk anak untuk berkembang? Jangan sampai kecerdasan majemuk hanya menjadi ambisi orang tua semata dan malah mengesampingkan anak sebagai subjek kecerdasan itu sendiri.

Karena kecerdasan majemuk terdiri atas berbagai macam bidang, kita harus pula memahami bahwa tiap anak akan memiliki bakat dominan yang berbeda. Dari sini, kita harus bisa berhenti membandingkan anak dengan anak-anak lain, serta mulai memandang mereka sebagai individu yang memiliki minat dan keunikan masing-masing. Hal tersebut tampak selaras dengan metode pendidikan ala Montessori yang berpusat pada anak. Berbicara tentang kecerdasan majemuk dan Montessori, para orang tua bisa mempelajari keduanya sekaligus dalam buku Montessori for Multiple Intelligences karya Ivy Maya Savitri. Di dalamnya terdapat penjelasan lengkap mengenai delapan bidang kecerdasan dan tips mengasah kecerdasan  anak melalui aktivitas Montessori sederhana. Segera dapatkan bukunya, ya!

Montessori for Multiple Intelligences oleh Ivy Maya Savitri

Belajar Mengenal Huruf dengan Sandpaper Letters

Jika Anda mempelajari tentang metode Montessori, pasti sering mendengar tentang sandpaper letters. Benda ini merupakan perangkat aktivitas Montessori dasar yang paling sering digunakan dalam kegiatan pramembaca. Sandpaper letters berupa alat untuk membantu anak mengenali huruf, biasanya berbentuk kartu dengan bentuk tulisan abjad warna-warni. Ciri khasnya adalah teksturnya yang terasa kasar saat kita raba permukaan hurufnya. Oleh karena itu, sandpaper letters biasa disebut sebagai “huruf raba”.

Fungsi Sandpaper Letters

Anak-anak bisa belajar mengenali huruf dengan sandpaper letters. Namun, berbeda dengan kartu atau tabel huruf biasa yang hanya memberikan bantuan secara visual, sandpaper letters juga membantu secara sensorial. Tekstur kasar pada bentuk huruf-hurufnya akan membantu mengembangkan indra sensorik anak. Ketika anak meraba suatu huruf, sensor raba mereka akan mengikuti dan mengingat bentuk huruf tersebut.  Selain itu, dengan fungsi sensorik ini besar kemungkinan anak tidak akan keliru atau kebingungan mengenali huruf yang bentuknya mirip, misalnya antara huruf “p” dan “q” atau “b” dan “d”.

Langkah Penggunaan 

Metode Montessori selalu mendukung aktivitas yang berpusat dari anak sendiri sehingga tak perlu memaksa anak langsung bisa mengenal semua huruf dalam alfabet. Ketika anak sudah siap belajar mengenal huruf, kita bisa mulai memberikannya sandpaper letters dan amati apakah mereka benar-benar tertarik. Ketika mereka menyadari adanya tekstur di permukaan sebuah huruf, anak akan menelusuri bentuk huruf tersebut dengan jarinya.

Ada baiknya mengenalkan satu demi satu huruf dengan memberikan penjelasan yang mudah diingat, seperti bagaimana suara huruf itu ketika dibaca. Dalam buku Montessori: Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja, praktisi Montessori Vidya Dwina Paramita memberikan saran untuk mengenalkan kelompok huruf secara bertahap. Pertama bisa dimulai dengan huruf vokal (a, i, u, e, o), karena lebih mudah disuarakan. Setelah itu, kita bisa mengenalkan anak pada huruf konsonan. Bukan sekadar mengahapal nama huruf, teknik fonik atau mengenali bunyi huruf seperti ini akan membantu anak lebih cepat memahami apa yang ia baca. Apabila anak sudah menguasai semua bentuk hurufnya, baru kemudian mereka bisa kita ajak untuk mulai belajar menyusun kata.

Belajar dengan sandpaper letters adalah salah satu aktivitas Montessori dasar yang sederhana, tetapi memiliki manfaat yang penting bagi proses dan perkembangan akademis anak terutama dalam bidang bahasa. Alih-alih langsung mengajari anak menghafal huruf dan menulis, beraktivitas dengan sandpaper letters bisa menjadi awal yang baik. Proses belajar ini terkesan santai dan menyenangkan sehingga anak pasti tidak akan stres.

Nah, bagaimana Happy Parents? Tertarik untuk mempraktikkannya dengan si kecil? Selengkapnya mengenai metode Montessori dan aplikasinya untuk mendampingi anak belajar membaca bisa ditengok dalam buku Montessori: Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja. Ada banyak pula inspirasi dan tips membuat aktivitas Montessori di rumah. Segera dapatkan bukunya, ya!

Buku Montessori Keajaiban Membaca tanpa Mengeja oleh Vidya Dwina Paramita

alasan anak suka membantah

5 Alasan Anak Suka Membantah

Anak yang suka membantah akan dianggap sebagai anak yang tidak sopan dan tidak menghargai orang tua. Sebagai orang tua, kita juga sedih jika anak tidak menurut perkataan kita, apalagi jika mereka membantah sambil membentak dan marah-marah. Kita juga dibuat bertanya-tanya apa yang salah dengan pengasuhan kita. Lebih parahnya, kita bertanya apa yang salah dari anak kita.

Anak yang suka membantah tidak otomatis merupakan anak yang tidak sopan atau tidak menghargai orang tua. Banyak alasan psikologis anak suka membantah. Alasan-alasan tersebut perlu diperhatikan oleh orang tua. Ketika kita telah mengerti alasan anak suka membantah, kita dapat mengambil langkah yang tepat untuk menangani anak yang suka membantah.

Dalam buku Gentle Discipline yang diterbitkan Bentang Pustaka, Sarah Ockwell-Smith menjelaskan lima alasan anak suka membantah. Kelima alasan tersebut berhubungan dengan kondisi psikologis anak, cara kita berkomunikasi dengan anak, dan hubungan kita dengan mereka. Setelah mengetahui alasan anak suka membantah, diharapkan orang tua untuk lebih mengerti situasi anak. Ketika kita tahu apa yang sedang anak rasakan, kita tidak akan tanpa sadar memperkeruh keadaan seperti membentak balik.

 

1. Kurang Empati dan Pemahaman dari Orang Tua

Anak juga seperti kita yang ingin dihargai dan dipahami. Namun, sering kali kita, sebagai orang tua, kurang memahami atau bahkan lupa jika anak perlu dimengerti. Kita sering asal menyuruh anak dengan nada memerintah yang tak enak didengar lalu berharap anak akan menuruti perintah kita. Bukankah anak wajib mengikuti perkataan orang tua? Tapi, faktanya aturan tak tertulis tersebut percuma saja jika orang tua tidak memperlakukan anak dengan baik.

Bayangkan, jika kita sedang berkonsentrasi terhadap suatu hal, lalu ada orang yang mengiterupsi kita dan menyuruh kita melakukan sesuatu, pasti kita akan merasa tidak senang dan bisa jadi membantah mereka. Contoh lain, jika ada orang yang meminta tolong namun dengan nada bossy atau tanpa menggunakan kata ‘tolong’, kita pasti juga akan malas menolong mereka.

Hal tersebut juga terjadi kepada anak kita. Jika kita menyuruh anak ditengah-tengah kesibukannya, bisa jadi mereka menjadi sebal dan membantah kita. Begitu pula jika kita menyuruh anak dengan nada ketus yang tidak mengenakan. Anak akan semakin malas menuruti perkataan kita.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengerti kondisi anak saat kita ingin memerintah atau memita tolong kepada mereka. Hargai situasi dan perasaan anak. Ketika kita meminta tolong, gunakan pula nada yang gentle atau halus.

Jika anak sedang membantah, sebaiknya kita menghadapinya dengan perlakuan yang gentle. Memarahi atau membentak anak hanya akan memperkeruh keadaan. Anak akan menjadi semakin membantah kita.

2. Anak Suka Membantah Sebagai Respons Stress

Bukan hanya orang dewasa yang bisa mengalami stress. Anak-anak juga dapat mengalami Anak bisa saja stress karena ada masalah di sekolah dan dengan teman-teman mereka. Walaupun anak stress karena hal sepele, stress tetaplah stress.

Ada beberapa cara manusia menyalurkan stress yang mereka rasakan. Salah satunya adalah dengan membantah atau berlaku tidak sopan kepada orang lain. Jika orang dewasa bisa berlaku tidak baik ketika stress, apalagi anak-anak yang masih kesulitan mengatur emosi.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk tahu beban pikiran apa yang sedang anak rasakan. Ajak anak untuk curhat ketika mereka sedang dalam keadaan santai. Menceritakan masalah yang anak hadapi akan membantu mengurangi pikiran anak yang memicu stress.

 

3. Ketidakberdayaan

Selalu diberitahu apa yang harus dan tidak harus dilakukan membuat anak merasa tidak memiliki kendali atas hidupnya. Membantah perkataan atau perintah orang tua adalah usaha anak untuk memiliki atau mengambil alih kendali atas hidup mereka. Sebagai orang tua, kita harus memberikan ruang kendali kepada anak. Ketika anak memiliki kendali, anak akan lebih mandiri, merasa dirinya dihargai, dan bukan anak yang harus selalu menurut perkataan orang tua.

Memang akan ada saat dimana orang tua perlu mengambil kendali. Contohnya dengan melarang mereka bermain di tempat yang kurang aman. Jika saat itu datang, orang tua perlu untuk memberikan penjelasan kenapa anak tidak boleh bermain di tempat tertentu. Setelah itu, tanyakan perasaan mereka terhadap larangan tersebut. Dengan begitu, anak dapat mengekspresikan emosinya. Lalu ajak anak berdiskusi untuk menentukan kegiatan atau tempat lain yang aman untuk bermain. Secara tidak langsung orang tua telah melibatkan anak dalam menentukan baik dan buruknya keinginan mereka.

 

4. Disonansi Kognitif

Disonansi kognitif adalalah keadaan psikologi dimana pertentangan antara pengetahuan dan tindakan. Contohnya, jika anak ingin melakukan hal yang tidak sopan lalu memberi tahu mereka alasan hal tersbut tidak baik untuk dilakukan, anak bisa saja tetap melakukannya atau membantah orang tua. Hal ini dilakukan mereka untuk menyangkal fakta bahwa penjelasan orang tua benar. Karena mereka tidak suka untuk mempertanyakan keyakinan awal mereka, mereka akan menyalurkannya dengan membantah orang tua.

Untuk mengatasi hal ini, buatlah anak supaya memiliki kepercayaan kepada kita. Katakan bahwa melakukan kesalahan itu manusiawi. Hal tersbut dapat memancing anak untuk mengakui kesalahannya, bukan malah membantah orang tua.

 

5. Anak Suka Membantah karena Frustasi

Ketika ana beranjak dewasa, anak akan semakin sadar bahwa cerita Disney tidaklah nyata. Mereka sadar bahwa orang tua mereka bukanlah superhero dan hanya manusia biasa. Mereka akan melihat bahwa realita tidak seindah yang dia bayangkan waktu kecil. Biasanya hal ini terjadi pada masa praremaja sampai remaja. Mereka sedang berada diantara kategori usia anak-anak dan dewasa. Hal ini akan membuat mereka frustasi karena mereka bukanlah anak-anak dan orang dewasa. Rasa frustasi ini yang memicu mereka untuk suka membantah.

 

Dari alasan-alasan di atas, sudah jelas bahwa komukasi dan rasa percaya antara anak dan orang tua sangat penting. Membangun komunikasi dan keterbukaan yang baik dengan anak memang tidak mudah. Orang tua perlu banyak belajar lewat pengalaman sendiri maupun orang lain, ahli parenting dan buku parenting. Gentle Discipline adalah buku yang ditulis oleh seoarang psikolog. Materi yang ada di buku tersebut sudah terbukti ampuh mengatasi masalah-masalah parenting. Bahkan, selain menjelaskan alasan anak suka membantah, Sarah juga menjelaskan secara dalam bagaimana cara orang tua menangani anak yang suka membantah.

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta