Mulai Perhatikan Emosi dan Perasaan Anak, Yuk!

Emosi dan perasaan sering kali dikesampingkan dalam proses belajar anak. Sementara itu, keterampilan membaca, menulis, dan berhitung biasanya justru menjadi prioritas teratas. Pendidikan yang kita terima semenjak taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah, hingga pendidikan tinggi masih sangat berfokus pada bagaimana mengembangkan kecerdasan intelektual saja. Terlebih ketika ada sistem kompetisi di dalam kelas, seperti ranking, maka para guru dan orang tua ikut berlomba dalam menjejali anak-anak dengan materi-materi yang memusingkan.

Semakin maju peradaban dunia, tentu kompetisi akan semakin ketat dan tekanan yang dialami individu semakin besar. Menurut studi pada 2007 yang dilakukan oleh Jean Twenge, seorang profesor psikologi dari San Diego State University, bersama tim peneliti dari Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI) menunjukkan bahwa tingkat stres dan gangguan kesehatan mental pelajar dan mahasiswa meningkat lima kali lipat dibandingkan dengan kondisi yang diderita pelajar dan mahasiswa pada The Great Depression Era atau era depresi besar pada 1938. Hal ini dipicu oleh kegiatan di sekolah dan budaya populer dalam kehidupan sehari-hari yang dipengaruhi oleh hal-hal eksternal, seperti kekayaan, penampilan, dan status.

Dr. Elizabeth Alderman, dokter spesialis di Pusat Medis Montefiore, New York mengatakan, “Jika anak tidak memiliki keterampilan dalam menghadapi dunia yang sebenarnya, akan sangat normal ketika mereka memiliki kekhawatiran yang berlebihan.” Kekhawatiran yang berlebihan yang dimaksud adalah ketakutan-ketakutan akan kegagalan yang berakibat pada stres. Jika pada usia muda mereka telah mengalami stres, tentu pada masa-masa mendatang tekanan yang diterima akan jauh lebih berat dan risiko peningkatan gangguan kesehatan mental akan semakin besar.

Oleh karena itu, baik aspek kognitif maupun emosional perlu diseimbangkan agar anak tidak hanya mampu menjalani kehidupan dengan keterampilan-keterampilan yang mendukung kesuksesan pendidikan dan kariernya, tetapi juga keterampilan mengelola hubungan intrapersonal dan interpersonal. Hal ini penting dalam pencapaian kebahagiaan sehingga akan tercipta generasi yang kuat secara fisik dan jiwanya.

Menurut Kepala Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa Universitas Padjadjaran, Veranita Pandia, di sela acara “Seminar Skizofrenia dan Deteksi Mental Emosional pada Anak Usia Dini” di Kantor Desa Cihanjuang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, pada 18 Oktober 2018, “Untuk sehat itu tidak cukup dengan dikatakan sehat secara fisik saja, tetapi juga sehat mental. Sehat jiwa artinya sehat pikiran, perasaan, dan perilaku atau kehendak kita. Oleh karena itu, kalau kita ingin membangun generasi muda yang sehat, kita harus juga memperhatikan kesehatan jiwa anak-anak.”

Bahkan, ada pendapat yang mengatakan bahwa kecerdasan intelektual bukanlah hal yang terpenting untuk dimiliki individu. Ini diungkapkan oleh Daniel Goleman, seorang psikolog yang memperkenalkan istilah EQ (Emotional Quotient) pada 1995. Melalui bukunya yang berjudul “Emotional Intelligence”, ia memaparkan berbagai data yang menunjukkan bahwa kesuksesan lebih berkorelasi dengan bagaimana seseorang mampu mengelola emosi dalam dirinya dan membina hubungan dengan orang lain.

Orang tua dan para pendidik saat ini perlu memberi perhatian yang lebih pada bagaimana anak mengelola emosi dan perasaannya. Tidak hanya untuk mencegah gangguan kesehatan mental yang semakin rawan terjadi pada generasi muda, tetapi juga untuk membantu mereka mencapai kebahagiaan dan mendorong kesuksesan pada masa yang akan datang.

Dalam buku Islamic Montessori Inspired Activity yang akan terbit, akan dibahas pula mengenai pengelolaan emosi pada anak dan berbagai metode yang dapat dilakukan untuk melatih anak mengenal dan mengelola emosinya. Buku ini ditulis oleh Zahra Zahira, perintis Indonesia Islamic Montessori Community (IIMC) yang sudah berpengalaman dalam bidang pendidikan anak usia dini. Nantikan, ya!

3 replies

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] memahami permasalahan yang dialaminya sendiri sehingga kita perlu mendengarkan dulu sampai tuntas apa yang mereka rasakan dan apa yang mereka alami. Biarkan mereka membuka diri dan pastikan kita juga menyambut mereka […]

  2. […] mendeteksi jika ada penyakit tertentu. Check-up ini meliputi pemeriksaan gigi dan mata. Baca juga: Mulai Perhatikan Emosi dan Perasaan Anak, Yuk! Mengajak anak untuk selalu memiliki kebiasaan hidup sehat sebenarnya bukan hal yang sulit. Kita […]

  3. […] Baca juga: Mulai Perhatikan Emosi dan Perasaan Anak, Yuk! […]

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta