Emha Ainun Nadjib

Di Balik Pembuatan Buku Cinta, Kesehatan, dan Munajat Emha Ainun Nadjib

Bagaimana proses kreatif menulis buku tersebut?

Awalnya saya sekadar ikut berpartisipasi dalam meramaikan tawaran dari manajemen progress EAN untuk program voluntary & riset  tulisan tentang Emha Ainun Nadjib. Dalam bayangan saya, bersama banyak peserta lainnya yang ikut nantinya akan tersusun semacam bunga rampai mengenai “potret Emha Ainun Nadjib dari berbagai latar belakang disiplin ilmu”.

Ketika itu, saya hanya menyumbangkan 12 halaman tulisan saja, yang saya beri judul “Cak Nun dan Kesehatan”. Ternyata menurut Progress, tulisan tersebut unik. Mas Helmi Mustofa dari sekretariat Progress kemudian berusaha meyakinkan saya untuk mencoba membuat lebih agar karya ini bisa dijadikan buku tersendiri.

Sejujurnya, pada awalnya dengan rasa serba kurang serta rasa sungkan untuk menelusuri kehidupan tokoh sebesar Emha Ainun Nadjib, saya butuh waktu sebelum akhirnya mengambil langkah bismillah mencobanya. Dan perlahan-lahan secara intensif selama 3 tahun dan atas dukungan banyak pihak,  jadilah buku ini Cinta, Kesehatan & Munajat Emha Ainun Nadjib dalam 365 halaman. Alhamdulillah.

Apakah (buku) ini menggambarkan tentang Cak Nun?

Perlu saya menegaskan lebih dulu bahwa buku ini “bukan upaya untuk mempelajari” Cak Nun, melainkan justru “belajar dari” seorang Emha Ainun Nadjib. Mempelajari Cak Nun itu absurd, mengutip perkataan Ashadi Siregar, “Emha adalah individu yang telah bermetamorfosis menjadi institusi”. Cak Nun adalah “manusia ruang”!

Saya tidak akan mampu membingkai “ruang”. Yang mungkin saya potret hanyalah salah satu diantara sudutnya. Posisi saya sebagai dokter membuat saya melihatnya lewat jendela medis. Ilmu kedokteran adalah titik orbit pijakan bagi saya dalam menuliskan karya-karya saya.

Apakah (buku) ini menjelaskan aktivitas keseharian Cak Nun; dalam menemani jamaah maiyah?

Belajar pada Emha Ainun Nadjib tentu tidak akan lengkap, jika tidak membahas maiyah. Ada bab bahasan tersendiri tentang maiyah di buku ini. Di samping itu, maiyah —meskipun Cak Nun mengatakan maiyah bukan karyanya, bukan ajarannya, bukan prestasinya, melainkan “software” hadiah dari Allah. Namun tidak dapat dipungkiri, Cak Nun-lah yang menjadi salah satu perintis maiyah dan berperan sebagai guru utama di forum itu.

Konfigurasi maiyah dalam perjalanannya berkembang menjadi wahana pertemuan “yang mirip dengan pribadi Emha” yang juga bermetamorfosis menjadi “ruang”. Maiyah sebagai majelis ilmu yang hadir begitu cair, luwes, luas, dalam, rileks, & nyaris tanpa struktur baku.

Di sana tidak ada formasi absolut antara mursyid dan murid, atau dosen dan mahasiswa sebagaimana di dunia pendidikan konservatif. Tidak pula ada imam dan jamaah, atau kiai dan santri sebagaimana di pesantren konvensional. Di maiyah, tidak ada yang mutlak menjadi guru atau murid. Semua orang adalah pembelajar, para murid yang menghendaki cahaya pengetahuan.  Emha Ainun Nadjib menyebutkan, sejatinya maiyah merupakan dinamika tafsir tanpa ujung, tak terlalu penting untuk didefinisikan secara baku.

Namun, bila dicermati lebih jauh, apa yang kemudian tumbuh berkembang dalam maiyah memang sukar disebutkan bahwa maiyah ini sebagai “karya manusia”. Tampaknya “logis” untuk mengatakan bahwa tidak ada orang yang mampu menghimpun ribuan hingga puluhan ribu manusia secara gratis, dengan durasi perlangsungan acara selama 7-8 jam secara konsisten setiap minggunya selama bertahun-tahun (sudah lebih dari 2 dekade). Perlu intervensi luar biasa untuk bisa melangsungkan hal seperti itu.

 

Inspirasi apa yang mau disampaikan dari buku ini pada pembaca?

Core-nya soal kesehatan. Secara umum, bila kita menelusuri wacana-wacana populer tentang bagaimana hidup sehat, biasanya pusat perhatiannya cenderung difokuskan pada soal “makanan dan olahraga”. Sebenarnya faktor yang berkontribusi terhadap bangunan kesehatan manusia begitu kompleks.

Ada sekian faktor-faktor non-material yang mempengaruhi manusia dan sangat berimbas terhadap kesehatannya yang mungkin jarang kita bahas. Pengaruh pikiran yang jujur, pandangan yang positif, keseimbangan gaya hidup, keberadaan komunitas yang saling mendukung. Selain itu juga kegembiraan canda tawa, kebaikan budi pekerti, jiwa yang optimistis, cinta, ketulusan. Dan, yang terpenting dari semua itu: kepatuhan tanpa syarat pada kehendak Ilahi. Kesehatan hadir dari keseimbangan hidup dalam ketepatan berpikir, hati yang tenteram dan kebahagiaan kehidupan spiritual.

Sementara itu, juga ada sejumlah variabel negatif non-material (seperti trauma, kekecewaan, depresi, kesepian, perasaan tidak berharga, dan emosi negatif lainnya). Hal-hal itu mengendap di sungai jiwa, lalu suatu ketika muncul ke permukaan dan dibaca sebagai suatu penyakit.

Dengan artikulasi medis dan referensi dasar teori dari ilmu-ilmu medis. saya mencoba menggali hal-hal yang non material tersebut. Suatu nilai-nilai yang sesungguhnya berlimpah ditemukan di maiyah.

Bicara sehat dan sakit, pesan terpentingnya juga soal pemaknaan yang tepat pada keduanya. Sehat belum tentu positif selalu, sakitpun bisa jadi justru punya sisi positif dari pemaknaan spiritual yg tepat.

Adakah (di buku ini dibahas) tutorial semacam olah raga fisik yang dilakukan Cak Nun?

Tidak ada.

Emha Ainun Nadjib tidak memiliki olah raga khusus (gak sempat juga ya saya rasa 😊). Kesibukan dan aktivitasnya yang padat sebenarnya sudah bernilai olahraga. Setiap minggu, ia rutin bertemu ribuan hingga puluhan ribu anak-anak negeri secara face to face. Rata-rata 10-15 kali dalam sebulan ia berkeliling ke berbagai wilayah Nusantara bersilaturahmi menjajakan peseduluran, cinta dan cahaya ilmu.

Apakah Emha Ainun Nadjib menggunakan ramuan tradisional (untuk merawat stamina fisiknya)?

Sepenelusuran saya tidak.

Jikapun “ada suplementasi yang ia yakini”, adalah : “La haula wa la quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adhim”. Tak ada kuasa dan daya, tak ada otoritas dan energi. Kecuali pada, di, dalam dan bersama Allah yang Maha me-ninggi-i dan mem-besar-i segala sesuatu.

Bagaimana memesan special-order buku ini?

Special order terbatas hanya akan berlaku tanggal 18 Juni hingga 1 Juli 2019. Menurut info penerbit Bentang Pustaka, akan ada diskon harga sebesar 15 %. Ditambah bonus undian berupa ekstra buku serial pustaka Cak Nun, pulsa senilai 600 ribu, kaos sinau bareng dan post card Emha Ainun Nadjib untuk 5 orang.

Bisa menghubungi WA/sms 081578600923, atau lihat infonya di mizanstore.com atau toko lainnya atau IG pustakacaknun.com

(Tanya jawab live bersama penulis dilakukan oleh Irfan dari Bentang Pustaka di radio MQ-Yogya 92,3 FM pada 16 Juni 2019. Tulisan ini dibuat untuk melengkapi wawancara tersebut, khususnya tema pertanyaan terkait medis).

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta