Jl. Pesanggrahan No.8 RT/RW : 04/36, Sanggrahan, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta, 55584.
Bentang Pustaka terus berkomitmen untuk memperkaya pengalaman membaca masyarakat dan menjadi bagian penting dari ekosistem penerbitan buku di Indonesia.
. . . . .
Mengenal Latar Tempat Yesus Anak Manusia: Dari Nazaret Hingga Jerusalem
/in Artikel, Sastra, Sosial Budaya/by Bentang PustakaLatar tempat merupakan unsur yang penting di dalam cerita. Tanpanya, suatu peristiwa akan berbeda rasanya sebagai cerita. Sebagai salah satu unsur yang penting, latar tempat dalam suatu cerita kerap kali menggunakan tempat yang terdapat dalam realitas. Penggunaan wilayah geografis tertentu sebagai latar tempat suatu cerita juga bukan tanpa alasan. Selain bertautan dengan peristiwa yang pernah terjadi, suatu tempat juga terkadang memiliki nilai historiografis yang menjadikan tempat tersebut berkesan. Sebagai contohnya, kita akan menilik Nazaret dan Jerusalem, latar tempat dalam Yesus Anak Manusia.
Nazaret, Latar dan Kenangan Masa Kecil Seorang Anak Manusia
Nama kota ini diilhami dari bahasa Ibrani, yaitu dari kata netzer yang berarti tunas atau yang tumbuh. Nazaret dikenal sebagai kota di mana Yesus kecil tinggal. Tempat ini menjadi salah satu kota suci lantaran memiliki beberapa bangunan bersejarah seperti Gereja Basilika, Gereja St. Gabriel, dan beberapa monumen sejarah lainnya. Kota ini sangat identik dan lekat dengan Yesus. Tak hanya sekali, dalam kisah Yesus Anak Manusia, Yesus selalu dijuluki sebagai Yesus orang Nazaret.
Kota ini dipercaya oleh sebagian pengikut-Nya sebagai kota tempat lahirnya Yesus. Beberapa meyakini kesuciannya disebabkan oleh adanya sumur Maria di kota ini. Kota juru selamat, kota yang kelak akan memberkati saudara-saudara-Nya menuju surga.
Jerusalem, Kota Suci Manusia Beragama
Nama kota ini berasal dari tradisi Sumeria, yaitu kata yeru yang berarti pemukiman dan Shalem yang merupakan dewa pelindung. Kota ini dikenal sebagai kota suci beberapa agama. Tempat-tempat suci seperti Masjid Al-Aqsa, Kubah Shakhrah, Tembok Barat, Gereja Makam Kudus, hingga Makam Taman terdapat di kota ini. Hingga sekarang, kota ini juga masih menjadi sorotan dunia karena konflik berkepanjangan atas persoalan klaim wilayah antara Palestina dan Israel. Sengketa ini membuktikan adanya unsur historiografis yang panjang tentang kota ini, kota suci bagi manusia beragama. Dan, kota ini menjadi saksi sejarah kehidupan Yesus dalam pengembaraan-Nya.
Kota ini juga memiliki keramat yang teramat lantaran menjadi kota yang lama ditinggali oleh Yesus sebagai tempat menyebarkan ajaran cinta kasih-Nya. Ia berkeyakinan bahwa kota ini akan abadi, tidak hanya karena disucikan oleh saudara-saudara-Nya, tetapi juga karena disucikan oleh seluruh umat manusia beragama.
Lalu bagaimanakah kisah-kisah lainnya dalam kedua kota bersejarah ini? Selengkapnya dalam Yesus Anak Manusia. Terbit segera!
Lugas Ikhtiar
Kitab Omong Kosong Bukan Sekadar Omong Kosong
/in Artikel, Sastra, Sosial Budaya/by Bentang PustakaSetiap buku, barangkali, menjadi strategi bagi setiap penulis untuk menciptakan impresi baik pada pembaca melalui judul yang menarik. Tidak terkecuali Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Ajidarma. Apa yang kita bayangkan jika membaca judulnya? Kekosongan? Kehampaan? Atau mungkin sesuatu yang nihil sama sekali? Kalau membayangkan salah satunya, atau bahkan ketiganya sekaligus, sepertinya kita salah besar. Inilah menariknya. Bagi saya, yang telah membaca sepenuhnya dan mengingat kurang dari separuhnya, Kitab Omong Kosong bukanlah omong kosong belaka. Kok bisa?
Kitab Omong Kosong Bukan Cerita Wayang
Kita selalu berkutat bahwa cerita-cerita wayang yang hampir selalu jatuh pada narasi mainstream itu memiliki nilai yang tetap, sesuatu yang pakem dan tak dapat diubah. Menariknya, meskipun menyadur kisah Ramayana, kita tak dapat menemukan apa yang kita bayangkan sebagai identitas Ramayana itu sendiri. Rama, Sinta, Anoman, atau bahkan Rahwana hanyalah partikel kecil di dalam Kitab Omong Kosong. Tokoh-tokoh mayor yang didudukkan dalam dominasi pada kisah Ramayana, dibalikkan menjadi tokoh yang sama sekali tak penting, bahkan tercitrakan jahat. Mereka, yang dalam kisah Ramayana begitu elitis, ditampakkan sisi buruknya. Tokoh-tokoh ningrat yang abai pada rakyat, bahkan cenderung menindas. Kita akan menyaksikannya, dengan amat jelas bahkan, dalam perjalanan panjang Maneka, seorang pelacur yang menjadi korban persembahan kuda.
Bukankah itu semua tidak terjadi dalam cerita-cerita wayang? Atau cobalah kita berjalan-jalan, keluar rumah, barangkali Kitab Omong Kosong itulah hidup yang kita jalani? Atau Maneka barangkali adalah orang-orang di jalanan, tetangga kita, atau bahkan diri kita sendiri?
Protes Ketuhanan
Tidak. Bagian ini jelas bukan soal ateisme. Ini adalah sebuah wacana besar Maneka dan Satya dalam Kitab Omong Kosong. Bahkan, bisa disebut bahwa inilah jiwa buku ini: protes ketuhanan. Kita mesti membayangkan seseorang yang dalam tatanan sosial direndahkan, atau sebut saja pelacur, menjadi korban persembahan kuda Rama yang barangkali bisa ditafsirkan sebagai gimik saja. Ya, begitulah. Orang yang tertindas telah ditindas berkali-kali. Maneka. Dan, kita akan menyaksikannya mencari dalang kehidupan, seseorang yang menggariskan takdirnya, seseorang yang menghendakinya menderita. Dari sana, semuanya bermula: sebuah pencarian pangkal takdir, sebuah perjalanan spiritual, sebuah pertanyaan tentang kehidupan yang sejati.
Kitab Omong Kosong, sebuah dekonstruksi cerita Ramayana. Dapatkan di sini.
Lugas Ikhtiar
Sampul Buku, Titik Intip Cerita yang Seru
/in Sastra, Sosial Budaya, Uncategorized/by Bentang PustakaSebuah pepatah mengatakan, “Jangan menilai buku hanya dari sampulnya” mungkin benar adanya. Apabila kita hidup di masa atau tempat yang tak bisa menunjukkan sesuatu secara terang-terangan. Seperti halnya buku 1984 yang pertama kali terbit di tahun 1949.
Sampul buku yang diterbitkan di London ini tak memuat gambar apa pun selain judul, nama penulis, dan keterangan bahwa buku tersebut adalah sebuah novel. Novel yang bercerita tentang bayangan sebuah negara 35 tahun mendatang dari saat ceritanya dikarang. Warna hijau menjadi latar tulisan pada edisi pertamanya diterbitkan.
Sampul ini terlihat jauh berbeda dari sampul buku 1984 yang banyak kita jumpai hari ini. Ilustrasi atau gambar mata menjadi ciri khas yang ditampilkan dalam berbagai bahasa. Ilustrati mata baru “berani” ditampilkan sepuluh tahun kemudian setelah buku ini terbit di Amerika Serikat.
Warna yang ada di sampul juga berubah, edisi paling awal berwarna hijau gelap dengan tulisan berwarna putih. Lambat laun, dunia mulai mengadopsi warna merah-oranye untuk mewakili keseluruhan isi. Ada juga yang membuatnya dalam campuran warna monokrom.
Sampul Buku dari Bentang Pustaka
Bentang Pustaka paling tidak telah tiga kali menerbitkan buku 1984 yang bergenre fiksi ilmiah distopia ini. Novel ini pertama kali diterbitkan pada tahun 2003 dengan sampul buku bergambar kepala seseorang yang dilihat dari belakang. Ada kode batang (barcode) yang tercetak pada bagian tengkuk orang tersebut.
Sebelas tahun kemudian, untuk pembaca yang terus menanyakan buku ini dalam Bahasa Indonesia buku ini diterbitkan kembali dengan tampilan berbeda. Edisi kedua, sampul buku 1984 ini berwarna putih dengan gambar bola mata yang berwarna jingga dan warna kover dominan putih.
Tiga tahun berikutnya, yakni pada tahun 2016 buku ini memiliki kembali memiliki tampilan baru. Sampul buku ini memiliki warna yang sama dengan terbitan original-nya di tahun 1949, namun dipadukan dengan ilustrasi mata yang digambar dengan menggunakan pensil dan tercetak di halaman setelah sampul. Sampul bukunya sendiri dibolongi seukuran ilustrasi yang ada sehingga menimbulkan kesan 3D.
Kini, buku 1984 kembali diterbitkan dengan versi yang lebih segar. Ilustrasi gambar mata yang telah dua kali ada pada edisi-edisi sebelumnya digambar dengan gaya komikal dengan warna hitam putih. Ukuran ilustrasinya jauh lebih besar dengan detail gambar gedung-gedung di dalamnya yang memberi kesan lebih tegas.
Edisi kali ini juga mengambil warna biru terang sebagai latar sampul buku yang memberi kesan eye catching. Buku yang telah banyak direpresentasikan dalam berbagai sampul buku ini masih dalam masa pre-order yang berlangsung pada 14-31 Januari 2021. Kolektor buku maupun pembaca yang belum mendapatkan versi sebelumnya bisa mendapatkannya di berbagai toko buku daring dengan penawaran dan bonus menarik.
Simbol Lain dalam Buku 1984
Selain gambar bola mata yang menghiasi sampul depan, versi lain dari beberapa negara mengambil lain yang dapat dikelompokkan dalam beberapa kategori. Buku terjemahan bahasa asing di beberapa negara seperti Negara Portugis, Norwegia, dan Finlandia pernah kompak menggunakan kamera pengawas di sampul buku 1984.
Kamera pengawas atau CCTV menjadi salah satu simbol yang terus muncul sepanjang cerita untuk menunjukkan pemerintah totalitarian di negara karangan Orwell ini. Teknologi ini sendiri baru pertama kali digunakan untuk keperluan komersial pada tahun 1949, tahun yang sama ketika novel 1984 diterbitkan di London.
Bagian depan buku yang ditampilkan dalam buku 1984 versi terjemahan bahkan menampilkan ilustrasi tokoh-tokoh pemimpin di negara tersebut pada masa buku tersebut diterbitkan. Setidaknya Saudi Arabia, Tiongkok, dan Yunani secara terang-terangan menjadi negara yang mencetak buku ini dengan lukisan wajah orang-orang berpengaruh kuat di sana.
Meskipun ada benda-benda atau organ tubuh yang ditempatkan pada sampul buku ini, dari waktu ke waktu tetap ada versi yang disajikan dengan gaya yang mirip dengan kover pertama. Novel 1984 yang diterbitkan dalam Bahasa Jerman memiliki dua versi sampul buku yang memilih konsep sama tanpa simbol benda apa pun. Sampul-sampul ini mengandalkan variasi typhography judul buku dan nama penulisnya di bagian depan.