Pergerakan Nasional Melalui Pangeran dari Timur

Pangeran dari Timur merupakan novel karya Iksaka Banu dan Kurnia Effendi. Diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada 2020. Berlatar belakang abad ke-19 dan ke-20, novel ini mengisahkan kehidupan Raden Saleh, sang maestro seni rupa Indonesia. Kemudian Syamsudin, seorang arsitek awal abad ke-20, menguasai pengetahuan seni yang berkembang pada masanya.

Melalui novel Pangeran dari Timur ini, ternyata juga menggambarkan pergerakan nasional. Dengan latar masa Kolonial, digambarkan kisah Raden Saleh yang menjadi saksi bisu perseteruan pada masa itu. Selanjutnya pada latar belakang abad ke-20, selain Syamsudin, juga terdapat Syafei. Syafei dengan gairah pemberontakannya, menempuh jalan keras menuju cita-cita sebagai bangsa merdeka.

Mereka melengkapi sejarah berdirinya sebuah negeri. Melalui hasrat, ambisi, dan gelora masing-masing. Kemudian, di tengah kekalutan panjang mengenai politik sebuah bangsa terdapat bumbu lain. Di tengah kisruhnya sosial politik sebuah bangsa, kisah cinta memberikan nyala api.

Raden Saleh pada Abad ke-19

Raden Saleh Syarief Bustaman, lahir di Terbaya, Semarang pada tahun 1811. Kelahiran maestro dengan nama kecil Sarip Saleh itu bertepatan ketika Inggris merebut kekuasaan dari Belanda. Kemudian menduduki Hindia (Indonesia) selama 5 tahun. Selama itu Hindia di bawah pemerintahan Thomas Stamford Raffles.

Kebijakan Raffles

Pada kala itu pemerintah Raffles menguntungkan Nusantara sebagai kaum jajahan. Mulai dari menghapus pajak hasil bumi dan pundutan. Menghapus kerja rodi. Menghapus hukuman kejam berupa manusia diadu dengan harimau. Pemerintahan bersifat langsung sehingga menghilangkan peran bupati. Bahkan, hingga meneliti sejarah Jawa, dan menggagas Kebun Raya yang saat ini berada di Bogor.

Akan tetapi pada 1816, Belanda kembali berkuasa. Hal tersebut mengakibatkan Inggris mengembalikan kekuasaan kepada Belanda. Hal tersebut berakibat pada kebijakan Raffles yang dihilangkan.

Perang Jawa

Tahun 1825 hingga 1830 merupakan saat Perang Jawa meledak. Perlawanan terhadap kolonial Belanda di Jawa dipimpin oleh Pangeran Diponegoro. Hingga berakhir pada kekalahan Nusantara dengan penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal Belanda. Kemenangan Hendrik Merkus de Kock sebenarnya karena kelicikan yang menjebak pasukan Diponegoro untuk genjatan senjata.

Pada 1829 seraya kekalahan Diponegoro, paman Raden Saleh yang merupakan Bupati Semarang kala itu juga terdampak. Kanjeng Paman Bupati Raden Aria Adipati Sura Adimenggala V berusia 60 tahun. Peperangan menyebar hingga Semarang dan menyebabkan pembuangan Kanjeng Paman Bupati ke Manado beserta dengan pelucutan jabatannya. Raden Saleh yang berusia 19 tahun merasakan kerisauan besar dalam hatinya, kebimbangan tentang apa yang harus dilakukannya

Raden Saleh ke Eropa

Pada akhirnya Raden Saleh mengikuti usulan gurunya yaitu Tuan Payen. Ia pergi ke Eropa dan meninggalkan Tanah Air. Ia berangkat pada tahun 1829. Selama 1830 hingga 1870 Hindia di bawah pemerintahan Kolonial. Melalui Van den Bosch diterapkannya tanam paksa.

Sang maestro seni rupa selama belajar di Eropa tentunya tidak melupakan perjuangan bangsanya di Nusantara. Bahkan ketika di Belanda, tepatnya di Studio Kruseman, Raden Saleh bertemu dengan De Kock. Hendrik Merkus de Kock yang menjebak dan memenangi Perang Jawa. Raden Saleh sempat berkonfrontasi kecil dengan De Kock.

Pulang ke Nusantara

Setelah kesuksesannya di Eropa, Raden Saleh memutuskan untuk kembali dan pulang ke Tanah Air. Pergerakan Raden Saleh membela bangsa tidak berhenti saat itu. Pada 1857, dirinya diwawancarai oleh seorang wartawan. Awal penceritaan menceritakan kunjungan Monsieur De Mollins ke kediaman Raden Saleh di Batavia (sekarang Jakarta). Jurnalis asal Prancis itu merupakan jurnalis majalah perjalanan Le Tour de Monde. De Mollins berniat mewawancarai Raden Saleh yang terkenal atas karya-karyanya baik di Nusantara maupun Eropa.

Ketika itu sang Maestro menjelaskan mengenai lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro” oleh pelukis Belanda. Melalui lukisan di Belanda tersebut tergambar sebuah kepalsuan akan fakta yang sebenarnya terjadi. Pada lukisan versi Belanda tersebut tergambar ekspresi Pangeran Diponegoro yang pasrah. Tidak puas akan hal tersebut, Raden Saleh membuat lukisan dengan versinya sendiri.

Sembari diwawancara oleh De Mollins, Saleh melukis peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro tersebut. Lukisan versi Raden Saleh ini kemudian menjadi salah satu karya yang terkenal hingga saat ini. Ekspresi perlawanan Pangeran Diponegoro tergambarkan pada lukisan versi Raden Saleh. Hal tersebut juga yang mengakibatkan munculnya misteri akan dua versi lukisan “Penangkapan Pangeran Diponegoro”.

Memasuki Abad ke-20

Latar plot kedua dalam penceritaan yang berpusat pada tokoh Syamsudin dan Ratna ini berlatar belakang pada awal abad ke-20. Kelahiran Syamsudin pada 1900, kemudian pada 1901 Ratu Wilhelmina menerapkan Politik Etis berupa balas budi terhadap warga Hindia. Saat itu diterapkan irigasi, imigrasi, dan edukasi pada Indonesia.

Kemudian diceritakan juga latar ketika Budi Utomo berdiri pada tahun 1908. Disusul dengan gerakan nasional lain berupa Sarekat Dagang Islam (SDI) pada 1905. Tahun 1912 juga kemudian berdiri Sarekat Islam (SI). Pada tahun 1919 penceritaan Syamsudin menjalani sekolah arsitektur di Delft, Belanda. Pada saat yang sama diceritakan juga mengenai pergerakan nasional di Indonesia, berupa Insiden Afdeling Garut.

Kemudian sembari mengisahkan kehidupan Syamsudin dan Ratna, juga diceritakan kisah pergerakan nasional kala itu. Mulai dari 1924 PKH berganti menjadi PKI. Hingga ketika dikisahkan Syafei mengirim surat kepada Pit Liong dan Ratna pada tahun 1941 yang bersamaan dengan penceritaan Pearl Harbour diserang oleh Jepang. Hingga proses Proklamasi 1945 dan berujung pada 1953 Syamsudin, Ratna, dan Ahmad Asikin pergi ke Makassar. Yang pada kala itu sudah terjadi nasionalisasi besar-besaran dan Belanda pulang ke negaranya.

“Semua harus diwujudkan dalam kebersamaan. Setiap orang dengan yang  lain harus saling peduli, memikirkan satu sama lain. Tidak ada penindasan. Tidak ada perbedaan atau rasialisme. Jadi … alangkah biadabnya bangsa yang  merendahkan bangsa lain”

Pergerakan Nasional dalam Pangeran dari Timur

Berdasarkan kedua periode tersebut, menggambarkan situasi sejarah kala itu. Kedua periode tersebut merepresentasikan rentetan sebab-akibat yang saling berkait dan berkesinambungan. Benar-benar merajut era penjajahan negara Belanda ke Nusantara. Kedua periode juga menghadirkan peristiwa karakter manusia, dengan respons berbeda. Dalam kaitannya dengan patriotisme dan nasionalisme. Baik yang pro maupun yang kontra terhadap Kolonial pada masa itu.

 

Penulis: Stevanus Febryanto W.S

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta