Jl. Pesanggrahan No.8 RT/RW : 04/36, Sanggrahan, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, Yogyakarta, 55584.
Bentang Pustaka terus berkomitmen untuk memperkaya pengalaman membaca masyarakat dan menjadi bagian penting dari ekosistem penerbitan buku di Indonesia.
. . . . .
6 Cara Ajarkan Anak Berpikir Kritis
/in Artikel, Parenting/by Bentang PustakaBerpikir kritis dan logis menjadi salah satu dari 20 kemampuan yang dibutuhkan seseorang di dekade ini. Mengapa sikap kritis diperlukan? Era dunia ketika perubahan terjadi dengan cepat tentu saja membutuhkan manusia yang mampu mengikuti arusnya. Dengan bersikap kritis, seseorang dapat dengan cepat memecahkan masalah sehari-hari. Selain itu, berpikir kritis dan logis dapat menyelamatkan kita dari kejahatan orang lain ataupun informasi hoaks. Mengajarkan anak berpikir kritis dapat dilakukan sejak kecil. Menurut Dr.Bruce Lipton, masa emas untuk membentuk karakter adalah usia 0-7 tahun. Lalu, bagaimana cara mengajarkan anak untuk berpikir kritis dan logis? Simak beberapa kiat berikut.
Enam Cara Mengajarkan Anak Berpikir Kritis dan Logis
Sebelum berandai-andai memiliki anak yang mampu berpikir kritis, lebih baik berkacalah pada diri sendiri, apakah kita sudah bersikap kritis dalam menanggapi suatu hal? Apakah kita cukup berwawasan untuk menjelaskan suatu hal kepada anak?
Tanyakan pendapat si kecil akan berbagai hal. Misal, setelah membaca buku bersama, tanyakan pendapat anak mengenai cerita tersebut. Contohnya, pada buku Kina Makes a New Friends, kita bisa mendiskusikan dengan si kecil tentang ketakutan Kina kehilangan teman.
Masih berhubungan dengan poin sebelumnya. Berikan anak pertanyaan terbuka seperti “mengapa” dan “bagaimana”. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, kita tidak membatasi si kecil dalam menjawab pertanyaan. Misal saat melihat berita banjir, coba tanyakan, “Menurutmu kenapa bisa terjadi banjir?”
Sebenarnya, setiap anak memang terlahir untuk berpikir kritis. Ingatkah ketika si kecil terus bertanya “mengapa”? Semakin kita memberi jawaban logis pada pertanyaan anak, semakin banyak si kecil akan bertanya. Oleh karena itu, siapkan banyak energi, ya!
Mungkin tak jarang kita menemukan orangtua yang menyuruh anak melakukan sesuatu karena “memang harus”. Hal seperti itu jangan ditiru, ya. Beri si kecil alasan mengapa tidak boleh atau harus melakukan sesuatu. Dengan demikian, ia akan belajar bertindak secara rasional, bukan karena paksaan.
Semakin banyak ide baru yang ia peroleh dari buku maka akan semakin kritis pula cara berpikirnya. Untuk meningkatkan minat baca, berikanlah stimulasi sejak kecil. Kita bisa mulai mengenalkan huruf dengan buku Cican Wipe and Clean: ABC. Setelah cukup lancar membaca, buku seri Cican lain juga cocok untuk diberikan.
Hmmm … cukup menantang, ya, mengembangkan cara berpikir kritis dan logis pada anak. Tenang, semua itu akan ada hasilnya, kok! Kita akan melihat si kecil tumbuh menjadi pribadi yang cerdas dalam menyikapi suatu hal kelak.
7 Tahun Pertama: Usia Emas Membentuk Karakter
/in Artikel, Parenting/by Bentang PustakaKarakteristik seseorang cenderung sulit untuk diubah. Mungkin kita heran, mengapa ada orang yang tak memiliki sikap toleran, peduli, senang berbagi, dan sebagainya. Padahal sikap tersebut diperlukan setiap orang untuk hidup harmonis dengan sesama manusia. Menurut pakar biologi perkembangan, Dr. Bruce Lipton, fase emas untuk membentuk karakter seseorang terjadi pada usia tujuh tahun pertama, lo! Jadi, bisa dikatakan bahwa peran orangtua sangatlah penting untuk membentuk karakter seseorang.
Sayangnya, orangtua kerap tak acuh dengan perilaku dan perkataannya. Ia menganggap bahwa anaknya tidak paham dengan perilaku dan perkataan mereka. Padahal kenyataannya tidak demikian. Pada 7 tahun pertama kehidupan otak anak bekerja dengan gelombang berfrekuensi rendah, yang disebut gelombang teta. Gelombang tersebut membuat anak sangat responsif dengan segala hal yang terjadi di sekitarnya. Jadi berhati-hatilah dengan apa yang kita bicarakan dan perbuat di sekitar si kecil!
HIPNOSIS, PENGULANGAN, DAN PENERIMAAN TAK BERSYARAT
Lalu, apa yang sebaiknya orangtua lakukan di masa kritis tujuh tahun pertama si kecil?
Menurut Dr. Bruce Lipton, di usia 0 hingga 7 tahun kondisi bawah sadar seorang anak merekam apapun yang ia lihat, dengar, dan baca. Oleh karena itu orangtua sebaiknya berbicara dan berbuat yang baik, serta menempatkan anak pada lingkungan yang positif. Misalnya memberikan tontonan dan bacaan edukatif. Kita dapat memberikan buku Kina Makes a New Friend karya kedua dari Maudy Ayunda. Buku tersebut mengajak si kecil belajar toleransi dan bijak dalam berteman. Dengan membaca buku tersebut, pesan moralnya dapat terekam di keadaan bawah sadar anak.
Dr. Bruce Lipton juga mengemukakan bahwa pengulangan perilaku baik penting dilakukan di usia emas 7 tahun pertama. Perilaku yang diulang-ulang akan berubah menjadi kebiasaan. Jika ingin si kecil menjadi pribadi yang baik kepada sesama, maka perilaku tersebut harus dilakukan oleh si kecil secara berulang. Baca juga Tanamkan 5 Kebiasaan Baik untuk Anak!
Kasih tak bersyarat atau yang disebut dengan unconditional positive regards ialah sikap menerima seseorang dalam keadaan apapun. Kasih tak bersyarat merupakan sikap yang sangat krusial bagi perkembangan anak. Dengan menerima anak dengan kondisi apapun, artinya kasih sayang kita tak terpengaruh dengan kesalahannya. Jika tujuh tahun pertama anak dipenuhi dengan kasih tak bersyarat dari orangtua, ia akan menerima dirinya sendiri. Sedangkan orang yang bisa menerima diri sendiri akan tumbuh menjadi pribadi yang bisa menghargai orang lain.
Merupakan hal yang menarik sekaligus menantang, bukan? Ternyata usia tujuh tahun pertama merupakan usia emas membentuk karakter si kecil. Oleh karena itu, mari didik anak kita dengan hati-hati, ya!
Metode Pengasuhan Dikritik Orang Lain, Coba Tip Ini
/in Artikel, Parenting/by Bentang PustakaKritik, saran, dan pujian adalah hal-hal yang tidak terlewatkan dalam hidup. Banyak sekali hal yang menjadi celah untuk orang lain memberikan kritikan pada kita. Salah satunya adalah kritikan terhadap prinsip-prinsip tentang pengasuhan yang kita terapkan. Meskipun setiap orang percaya bahwa masing-masing orang memiliki cara tersendiri dalam mendidik anak-anaknya, kritikan itu tidak pernah lepas.
Kritik adalah hal yang wajar dan bisa dijadikan perbaikan. Tetapi penyampaian kritik memiliki cara dan tidak sembarangan. Fenomena yang sering terjadi adalah dengan mudahnya seseorang mengkritik metode pengasuhan orang lain tanpa mempertimbangkan banyak hal. Misalnya, tujuan dari metode pengasuhan tersebut. Cara mengkritik yang salah pada orangtua ini biasa kita kenal dengan istilah mom shaming.
Sarah Ockwell-Smith dalam bukunya yang berjudul Gentle Discipline memberikan beberapa cara menyikapi kritikan terhadap metode pengasuhan yang kita terapkan pada anak, yaitu dengan memahami tiga hal berikut.
Memahami Motivasi di Balik Kritik Metode Pengasuhan yang Diterapkan
Memahami hampir menjadi satu solusi untuk menghadapi kritikan. Ketika kita mencoba untuk memahami mengapa orang lain berkata demikian, kemungkinan kita untuk merasa tersinggung semakin kecil. Misalnya, ketika metode pengasuhan kita dikritik oleh orang terdekat karena kita membiarkan anak menangis ketika sedang tantrum, kita bisa mengambil pemahaman bahwa mereka peduli kepada kita. Hanya saja, mereka tidak tahu cara menyampaikan rasa peduli yang tidak menyakitkan. Selain itu, kita juga bisa memberi pemahaman dan memberi tahu kepada mereka tentang pilihan kita dan mengapa solusi mereka tidak cocok dengan kita. Jangan lupa untuk berterima kasih dan mengapresiasi masukan dari mereka.
Menjelaskan Alasan dengan Hati-Hati
Orang yang memahami cara pengasuhan yang kita terapkan pada anak adalah kita sendiri. Sehingga, ketika mendapatkan kritikan, kita coba jelaskan dengan hati-hati tentang metode pengasuhan kita. Orang yang mengkritik tidak memahami pilihan kita, sehingga dengan mudah melontarkan kata-kata yang mereka anggap benar.
Melakukan Cara yang Berbeda dari Cara Kita Dibesarkan
Orang yang sering mengkritik metode pengasuhan kita terkadang adalah orang-orang terdekat, bahkan orangtua kita. Salah satu penyebab mengapa metode pengasuhan kita dikritik adalah karena kita melakukan gaya pengasuhan anak yang berbeda dengan apa yang orangtua kita lakukan dahulu. Dalam hal ini, kita bisa mencoba menjelaskan kepada mereka dengan hati- hati tentang perkembangan ilmiah yang sudah berubah. Perbedaan metode pengasuhan yang berbeda dengan cara kita diasuh dulu, bukanlah sebuah refleksi dari kesalahan orangtua dalam mengasuh kita.
Pada akhirnya, kritikan adalah hal yang sangat wajar dalam kehidupan ini. Kritik juga bisa membangun kita untuk menjadi lebih baik lagi. Tetapi ada hal yang lebih penting dalam memberikan kritik, yaitu bagaimana cara kita menyampaikan dan memahami kritik tersebut. (Annisa)