Bukti Keberadaan Kerajaan Majapahit: Ada atau Hanya Legenda?

Bukti Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Buddha terbesar yang ada di Indonesia. Kerajaan ini didirikan pada 1293-1500 Masehi. Pada masa kepemimpinan Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya. Majapahit memiliki misi untuk menyatukan Nusantara di bawah kekuasaannya. Dengan bantuan patihnya, Gajah Mada, Majapahit berusaha untuk mewujudkan misinya tersebut. Berkat misinya, wilayah kekuasaan Majapahit ini sangat luas dan juga memiliki kekuasaan yang besar sehingga peradaban saat itu makmur dan maju terutama di ibu kota Majapahit bernama Trowulan. Bukti Kerajaan  Majapahit merupakan kerajaan Hindu-Buddha terbesar yang ada di Indonesia. Kerajaan ini didirikan pada 1293-1500 Masehi. Pada masa kepemimpinan Hayam Wuruk, Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya. Majapahit memiliki misi untuk menyatukan Nusantara di bawah kekuasaannya. Dengan bantuan patihnya, Gajah Mada, Majapahit berusaha untuk mewujudkan misinya tersebut. Berkat misinya, wilayah kekuasaan Majapahit ini sangat luas dan juga memiliki kekuasaan yang besar sehingga peradaban saat itu makmur dan maju terutama di ibu kota Majapahit bernama Trowulan.

Bukti Keberadaan Kerajaan Majapahit

Karena termasuk dalam sejarah, banyak masyarakat yang menyangsikan keberadaan Majapahit. Masyarakat Indonesia atau bahkan kamu mungkin bertanya-tanya apa saja buktinya jika keberadaan Majapahit itu dulunya ada. Ada juga yang menganggap bahwa Majapahit ini hanya sebatas legenda. Bagi yang bertanya tentang ada atau tidaknya Kerajaan Majapahit di masa lampau harus tahu jika ternyata keberadaan Majapahit ini bukan sekadar omong kosong karena banyak bukti yang bisa ditemukan untuk membuktikan bahwa kerajaan ini benar-benar ada. Bagi kamu yang ingin tahu bukti Kerajaan Majapahit itu ada, simak beberapa buktinya berikut ini.

Satelit Palapa

Bukti nonfisik lainnya yang bisa kamu temukan adalah satelit Palapa. Nama satelit ini diambil dari sumpah yang pernah diucapkan oleh Gajah Mada yang dikenal dengan Sumpah Palapa

Surya Majapahit

Surya Majapahit merupakan lambang Kerajaan Majapahit yang masih banyak digunakan sampai saat ini. Lambang Kerajaan Majapahit ini banyak ditemukan pada ornamen-ornamen rumah. Orang yang menyukai langgam arsitektur Majapahit sering menggunakan Surya Majapahit sebagai ornamen bangunannya.

Peninggalan fisik

Tidak hanya peninggalan nonfisik yang menjadi bukti Kerajaan Majapahit itu ada. Namun, ada juga bukti fisik yang menyatakan bahwa Kerajaan Majapahit ini ada. Bukti peninggalan fisik dari Kerajaan Majapahit ini ada di Trowulan yang dulunya menjadi ibu kota Kerajaan Majapahit. Wujud peninggalan fisik sebagai bukti keberadaan Kerajaan Majapahit yaitu berupa candi, pintu gerbang kerajaan, kolam pemandian, bangunan waduk, bangunan kanal, sumur kuno, makam kuno, dan kamu juga akan melihat ratusan ribu artefak Kerajaan Majapahit berwujud koin mata uang yang digunakan pada masa Kerajaan Majapahit, batu bata, batu umpak, batu lumpang, genting, pecahan, dan masih banyak lagi lainnya.

Demikianlah beberapa bukti Kerajaan Majapahit dan peninggalannya yang masih ada sampai sekarang.

 

aroma karsa

Semesta Riset Dee Lestari dalam Novel Aroma Karsa

“Semesta Riset Dee Lestari dalam Novel Aroma Karsa bagi saya adalah cerita yang benar-benar menjadi sebuah pengalaman baru. Bukan hanya kepada pembacanya, tapi juga kepada penulisnya. Saya merasa tertantang mengerjakan seluruh aspek riset pada Aroma Karsa.” kata Dee Lestari

Dee Lestari kembali menghadirkan tema baru, menyentuh dunia asing yang masih jarang dibicarakan lewat buku teranyarnya, Aroma Karsa.

Novel ini mendedah ranah aroma serta indera penciuman manusia. Satu hal yang Dee gunakan sebagai perangkat untuk membahas perkara-perkara yang lebih kompleks lainnya: jati diri, esensi keluarga, hingga masa lalu.

Adalah Jati Wesi dan Tanaya Suma, dua orang yang dipertemukan oleh ambisi dan obsesi Raras Prayagung memburu Puspa Karsa, bunga sakti yang konon mampu mengendalikan kehendak dan hanya bisa diidentifikasi melalui aroma.

Suma adalah salah satu anak terpilih yang memiliki penciuman luar biasa. Jati juga mempunyai kemampuan serupa, hanya saja ia tidak hidup di rumah mewah dan bukan pula pengusaha parfum berkelas sebagaimana Suma. Laki-laki yang dijuluki si hidung tikus ini tumbuh besar di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang.
Dari sebuah lontar kuno, Raras Prayagung mengetahui bahwa Puspa Karsa yang dikenalnya sebagai dongeng, ternyata tanaman sungguhan yang tersembunyi di tempat rahasia. Satu tanaman yang akan diburunya seumur hidup. Perburuan itu juga yang membawa penulis Aroma Karsa Dee Lestari turut berpetualang melalui sejumlah risetnya.

Dikenal sebagai penulis karya fiksi-fantasi Indonesia populer bertajuk Supernova. Dee memulai kariernya sebagai penulis melalui Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh yang diterbitkannya 20 Januari 2001 silam.
Saga Supernova dari Dee berlanjut menjadi Petir dan& Gelombang (2014). Pada tahun ke-15 berkarya sebagai penulis, Dee memutuskan untuk merilis buku terakhir penutup pada 26 Februari 2016 yang berjudul Intelijensi Embun Pagi.

Berdasarkan wawancara eksklusif Babak Berikutnya akan Fokus Pada Peretas Puncak Dee menyampaikan bahwa ia butuh waktu minimal 6 bulan untuk merilis buku baru. Dalam waktu dekat, baru akan menulis manuskrip baru. Keluarnya belum tahu kapan, karena biasanya saya butuh waktu 6 bulan hingga setahun untuk rilis buku, termasuk produksi, ujar Dee kepada Tirto pada Januari 2017.

Hingga kemudian kejutan itu hadir di bulan November 2017 lalu. Dee mengumumkan di akun instagramnyabahwa buku barunya segera lahir. 9 bulan dirahasiakan, calon jabang buku itu akhirnya terbongkar, tulis Dee.
Kabar baik selanjutnya hadir di awal tahun ini. Aroma Karsa versi digital telah mulai terbit tanggal 18 Januari 2018. Sementara itu, versi cetaknya telah terbit bulan Maret 2018 lalu.

Berdasarkan keterangan Dee Lestari di laman pribadinya, ia juga berencana mempublikasikan secara digital proses riset pengerjaan novel terakhirnya. Satu buku yang ia beri judul Aroma Karsa: Di Balik Tirai.
Rencana publikasi proses riset Aroma Karsa ini merupakan bentuk pengungkapan Dee perihal betapa pentingnya penelitian dalam proses menulis cerita fiksi. Menurut Dee sendiri, riset merupakan bagian yang selalu ada di hampir semua karyanya. Namun, baru pada Aroma Karsa, ia mencoba mendokumentasikan prosesnya sebaik mungkin. Hasilnya di luar dugaan. Niat sederhana yang tadinya hanya sekadar dokumentasi untuk konsumsi pribadi, akhirnya menjadi materi edukasi bagi pembaca tentang proses kreatif yang dilalui penulis untuk melahirkan karya,
Dee menyatakan bahwa riset Aroma Karsa adalah riset paling intensif sejauh ini. Riset Aroma Karsa ini ia mulai dari mengikuti kursus meracik parfum, terjun meninjau langsung di gunungan-gunungan sampah TPA Bantar Gebang, mendaki Gunung Lawu, bertandang ke Mustika Ratu, sampai dengan melibatkan sejumlah dosen UI dalam mempelajari Bahasa Jawa kuno dan sejarah Majapahit.

Riset Aroma Karsa dimulai pada November 2016, ketika aku ikutan sebuah kursus meracik parfum. Lalu aku berpindah riset ke dunia satunya lagi: Tempat Pembuangan Akhir di Bantar Gebang. Di situ aku meriset dan melihat sendiri kehidupan para pemulung, termasuk ragam bau di sana. TPA Bantar Gebang adalah kanvas (setting tempat) utama, karena tokoh utama tumbuh di sana. Sebagai penulisnya, aku harus tahu apa dan bagaimana karakter utamaku si Jati Wesi, kata Dee Lestari di acara Gathering Aroma Karsa di Yogyakarta, Minggu (22/4/2018).
Beberapa penulis menyatakan, ketika masuk dalam ranah fiksi, penulis bisa mengarang apa saja. Alih-alih sepaham, Dee bersikeras menjadikan fiksinya senyata mungkin dengan riset-riset mendalam. Dee butuh 1,5 tahun untuk menulis dan meriset Aroma Karsa.

Saya pernah membaca sebuah ungkapan: Fiksi yang berhasil ketika dibaca akan terasa seperti nonfiksi, dan nonfiksi yang berhasil ketika dibaca akan terasa seperti fiksi. Saya sepenuhnya sepakat,tulis Dee.

Dee kemudian menjabarkan, ketika cerita fiktif bisa terasa riil, artinya cerita itu bukan hanya asyik tapi juga berhasil melenturkan batas antara fiksi dan fakta. Ketika tulisan nonfiksi terasa menghanyutkan, artinya tulisan itu bukan hanya enak dibaca dan informatif tapi juga berhasil melenturkan batas antara fiksi dan fakta.
Tidak berarti data dalam tulisan faktual perlu dimanipulasi demi terasa dramatis, dan tidak berarti sebuah fiksi perlu dijejali data biar terasa nyata. Benang merah antara kedua keberhasilan itu adalah kecermatan dan kelihaian teknik menulis.

Menjahit fakta dan fiksi adalah seni tersendiri. Bagi saya pribadi, hal itu adalah tolak ukur keberhasilan sebuah fiksi. Seberapa besar kadar fakta bisa dijahit ke dalam fiksi bisa meningkatkan besar kadar dari cerita tersebut. Intinya, segala sesuatu dalam fiksi itu harus masuk dalam logika cerita, lanjut Dee.
Terkait riset dalam menulis sebuah novel, Dee menekankan bahwa proses ini adalah salah satu hal utama untuk membuat cerita yang meyakinkan. Dengan riset juga, segala hal-hal “asing” dalam sebuah fiksi mampu membuat pembacanya kaya informasi sekaligus bertanya-tanya apakah semua itu nyata atau fiksi belaka.

Ada beberapa hal yang tidak mungkin saya tulis jika saya tidak alami langsung, lanjutnya.
Dee menuturkan begitu banyak hal teknis dalam Aroma Karsa yang membuatnya sebagai penulis jadi ikut berkembang, tahu, dan jadi belajar banyak. Banyak hal baru yang menurutnya tidak mungkin ia jumpai tanpa riset langsung. Contohnya saat menjumpai para pemulung sampah di TPA Bantar Gebang. Ternyata pemulung itu punya proses adaptasi juga di tempat kerjanya. Adaptasi ini berlangsung kurang lebih selama satu minggu, mereka muntah-muntah dahulu, adaptasi dulu, untuk kemudian mampu bekerja seperti biasa, Aroma Karsa memang lahir di ranah-ranah yang jarang dibicarakan, mulai dari TPA Bantar Gebang, perusahaan parfum, Gunung Lawu, sampai dengan ranah arkeolog dan para ahli tanaman. Di area-area seperti itulah, cerita Aroma Karsa diwujudkan. Aroma Karsa bagi saya adalah cerita yang benar-benar menjadi sebuah pengalaman baru. Bukan hanya kepada pembacanya, tapi juga kepada penulisnya. Saya merasa tertantang mengerjakan seluruh aspek riset pada Aroma Karsa, kata Dee Lestari.

Tulisan ini sebelumnya telah diunggah lebih dulu dalam tirto.id

Audrey Yu Jia Hui

Klarifikasi Hoaks Audrey

Kemarin kami mendapatkan berita tentang #Audrey Yu Jia Hui yang ramai dibicarakan di berbagai media sosial. Berita itu menyebut bahwa Audrey bekerja di NASA dan dipanggil oleh Presiden Jokowi untuk mengabdi di BPPT. Kami merasa janggal karena Audrey tidak pernah bekerja di NASA. Kami mengenal baik Audrey karena pada 2014 dan 2015, Audrey menerbitkan 2 bukunya bersama Bentang Pustaka yang berjudul Mellow Yellow Drama dan Mencari Sila Kelima.

Siang ini kami mendapatkan klarifikasi langsung dari orang tua Audrey terkait berita tersebut yang dapat dilihat di sini. Maka, sudah jelas bahwa berita yang ramai dibahas itu hoaks. Namun, meski partisipasi Audrey di NASA dan tawaran pekerjaan di BPPT itu hoaks, tetapi kejeniusannya merupakan sebuah kebenaran.

Gadis dengan Banyak Prestasi

Audrey merupakan sosok perempuan keturunan Tionghoa yang dinobatkan sebagai satu dari 72 duta prestasi Indonesia. Audrey merupakan perempuan jenius yang memperoleh penghargaan dalam gelaran Festival Prestasi Indonesia. Acara yang digelar oleh Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP- Pancasila) ini berlangsung pada 21 dan 22 Agustus 2017 di Jakarta Convention Center (JCC). Festival Prestasi Indonesia digelar dalam rangka memperingati Dirgahayu Republik Indonesia ke-72.

Terpilihnya nama-nama 72 ikon prestasi Indonesia ini didasarkan pada raihan penghargaan nasional maupun internasional. Tim seleksi yang diwakili Nia Sjarifuddin menuturkan bahwa kriteria lainnya merujuk pada seberapa besar kontribusi dan pengaruh seorang ikon prestasi terhadap masyarakat, lingkungan maupun lingkup keprofesian di sekitarnya.

Memorabilia Audrey

Dipilihnya sosok Audrey bukanlah tanpa alasan. Audrey merupakan anak jenius yang mampu menyelesaikan jenjang SMP selama 1 tahun, SMA ditempuh 11 bulan dan menamatkan S1 di The College of Willliam and Mary, Virginia (AS) saat usianya yang masih menginjak 16 tahun. Akan tetapi, bakat yang luar biasa ini ternyata tidak cukup mampu membuat kehidupannya berjalan mulus. Label sebagai keturunan Tionghoa tetap menjadi momok yang cukup meresahkan bagi Audrey.

Keresahannya ini pun telah ia bagi melalui buku Mellow Yellow Drama (2014) yang berisi memorabilia Audrey. Ia berbagi cerita mengenai dirinya yang patah hati saat ia dinilai tidak pantas menjadi orang Indonesia seutuhnya. Darah Tionghoa yang mengalir dalam dirinya, membuat Audrey dipandang berbeda. Berbagai prestasi yang ia capai belum mampu membuat Audrey dihargai di negeri sendiri. Pada 2015, Audrey kemudian menulis buku Mencari Sila Kelima sebagai bentuk surat cinta kepada Indonesia. Di buku ini, Audrey merinci dan memaparkan secara detail tentang nilai-nilai Pancasila yang menjadi modal dasar pemersatu bangsa.

 

(Dhiemas Chrismansyah Supma)

Bermain, Meditasi, dan Buku Mewarnai untuk Orang Dewasa

Dalam 30 tahun terakhir, tidak pernah ada fenomena yang begitu mengguncang dalam episode penerbitan buku di belahan bumi bagian Barat kecuali buku mewarnai untuk orang dewasa. Tren yang dimulai dari seorang ilustrator asal Skotlandia, Johanna Basford, melalui buku Secret Garden terbit pertama kali tahun 2013 dengan oplah 16 ribu eksemplar mengerek popularitas buku mewarnai menjadi fenomenal. Karya Basford sejauh ini sudah terjual 6 juta kopi, dengan capaian tambahan 4 juta kopi hanya dalam 5 bulan saja. Di pasar internasional yang menikmati gula-gula omset buku mewarnai ini tidak saja Johanna Basford dan penerbitnya, Laurence King, penerbit asal Prancis Hachette Pratique, menerbitkan buku Art-thérapie: 100 coloriages anti-stress (2012), telah terjual lebih dari 3,5 juta kopi di seluruh dunia. Sukses ini juga diikuti oleh penerbit Dover yang menerbitkan tema mewarnai serupa berjudul Creative Haven (2012) dan sudah terjual empat ratus ribu kopi (Raphel, 2015).

Apakah tren serupa menjalari perilaku orang-orang dewasa di Asia? Sejauh ini belum ada laporan kesuksesan penjualan buku mewarnai untuk orang dewasa di Asia, khususnya Indonesia. Memang sudah ada beberapa judul buku mewarnai yang terbit akhir semester pertama 2015 dan mulai meramaikan display toko buku,akan tetapi tidak pernah dilaporkan mencapai hit yang sama dengan pasar buku di Eropa atau Amerika. Mungkin saja ada beda fitur antara orang dewasa di Asia dan di Barat. Salah satunya adalah kepuasan bermain. Adrienne Raphel, penulis kolom The New Yorker, mengutip hasil penelitian Stuart Brown sejak 1966 tentang para pembunuh beruntun menemukan data menarik bahwa sebanyak 90% dari para kriminal itu tidak banyak memiliki waktu bermain ketika kecil. Konon data ini segera saja menjadi marketing gimmick untuk memuluskan banyak buku bermain, kemah bermain, dan permainan lainnya termasuk program Prasekolah untuk orang dewasa agar terhindar menjadi calon pembunuh (padahal kenyataannya data yang sama bahwa banyak pelaku kejahatan serial mengalami berbagai bentuk perlakuan abusive tidak dikutip secara cukup seimbang, atau disampingkan).

Tengok data menarik yang ditemukan dalam laman pencarian buku bestseller Amazon untuk kategori “adult coloring books” yang menampilkan sejumlah kata kunci yang berhubungan dengan peredam ketegangan, memberikan efek gembira bahkan relaksasi dan meditasi. Sejumlah buku mewarnai tidak saja dipasarkan sebagai sesuatu yang menyenangkan, bahkan seperti diresepkan untuk melepaskan ketegangan tertentu yang diidap orang dewasa. Buku mewarnai tidak saja menjelma menjadi obat, bahkan memiliki efek terapeutik. Simak beberapa contoh buku berikut Color Me Calm: 100 Coloring Templates for Meditation and Relaxation (A Zen Coloring Book) terbit tahun 2014, Adult Coloring Books: A Coloring Book for Adults Featuring Stress Relieving Patterns and Intricate Doodles (2015), dan Adult Coloring Book: Stress Relieving Animal Designs (2015).

Frank Furedi (2015), sosiolog, melihat fenomena buku mewarnai untuk orang dewasa ini sebagai “Infantilization of the West,”. Sebuah proses yang membuat orang dewasa seolah menjadi anak-anak kembali. Kecenderungan “menganak-anakan” diri ini begitu populer sehingga ada cukup kekhawatiran bahwa tren ini dapat berkembang menjadi sebuah franchise baru kesehatan mental yang lazim disebut sebagai mindfulness. Sebuah kualitas kesadaran diri yang merangkum kualitas kesadaran terjaga dan penuh perhatian. Penulis seperti Eckhart Tolle, yang laris manis dengan bukunya The Power of Now (2001), dapat digolongkan sebagai salah satu orang penting dalam mengamati kesadaran diri yang berfokus pada kondisi di sini dan saat ini. Saat masa depan belum terjadi, dan masa silam telah lama kita tinggalkan, berfokus pada momen (pengalaman) di sini-saat ini (waktu) adalah satu-satunya cara untuk tetap hadir layaknya sebuah kontinuum yang tak terputus. Furedi lalu menambahkan, “ke dalam situasi ketika mindfulness diarak sebagai obat manjur bagi problem eksistensial kemanusiaan, tidaklah mengejutkan jika buku mewarnai dijual sebagai obat antistress.” Berbahagialah orang-orang dewasa—istilah kekiniannya adalah anak-anak lama—yang dulu tumbuh dengan sejumlah permainan tradisional seperti galah asin, gobak sodor, gambar umbul dan banyak lagi lainnya. Mungkin ini sebabnya kita tidak perlu buku mewarnai untuk tetap kreatif dan mempertahankan kualitas kesadaran diri.

@salmanfaridi

*artikel ini tayang di Harian Bernas, 28 September 2015

Melawan dengan Buku

Entah mengapa saat menulis artikel ini saya teringat sebuah buku kecil beberapa tahun silam tentang sejumlah eksil yang terlunta-lunta di negara orang dan harus berjibaku bertahan hidup dengan mendirikan restoran.

Buku itu, yang ditulis oleh Sobron Aidit dan Budi Kurniawan, berjudul Melawan dengan Restoran adalah rekaman  menarik tentang orang-orang Indonesia yang dianggap oleh pemerintah orde baru memiliki hubungan dengan peristiwa 30 September pada tahun 1965. Belakangan, buku ini dimasukkan sebagai salah satu rujukan Leila S. Chudori ketika menulis novel Pulang.

Dua bulan terakhir ini saya kerap bertemu dengan kawan-kawan penerbit indie dari Malaysia. Misi utama mereka tak lain membawa karya-karya berbahasa Indonesia untuk dijual di pasar buku di Malaysia tanpa melalui saduran atau terjemahan. Dengan alasan yang cukup dimengerti, para penerbit indie ini menyatakan bahwa ada cukup banyak pembaca di Malaysia yang lebih nyaman membaca langsung dari bahasa Indonesia, daripada diterjemahkan dulu ke dalam bahasa melayu. Kendala utamanya cuma satu, buku berbahasa indonesia, hanya dapat masuk melalui jalan impor dan karenanya harga jualnya menjadi terlalu tinggi. Dalam rupiah buku-buku berbahasa indonesia melalui importir dijual tak kurang dari Rp 150.000,- sementara harga jual buku di negeri jiran tersebut pada umumnya sekitar Rp 90.000,-. Jika peminatnya cukup banyak dan dapat dijual dengan harga keekonomian yang sama dengan buku tempatan, lokal, maka peluang terbuka lebar. Inilah kesempatan bisnis yang dibidik oleh para pelaku buku Indie yang umumnya masih muda, anti kemapanan dan cenderung melawan.

Saya mengelompokkan kawan-kawan penerbit independen yang datang kemudian sebagai gelombang kedua setelah sebelumnya didominasi oleh penerbit-penerbit mapan. Pada periode pertama, banyak aktivis perbukuan Malaysia berburu naskah novel untuk diterjemahkan dan dijual dalam bahasa Melayu. Rupanya bukan cuma Ariel Peter Pan dan Sheila on Seven yang pernah merajai tangga nada di banyak kaum muda Malaysia, novel-novel karya penulis Indonesia pun digemari pula, salah satunya Laskar Pelangi. Seorang kawan yang tinggal di Kuala Lumpur yang baru saja bertandang ke Jogja menyebutkan betapa ibunya sangat suka novel yang ditulis oleh Andrea Hirata.

Namun, lanskap penerbitan di Malaysia berubah cepat dalam dua tahun terakhir. Lahirnya penerbit anti-mainstream, didominasi oleh banyak orang muda dan progresif, mendorong terbitnya buku-buku baru dengan jenis bacaan yang tidak biasa. Salah satu penerbit yang sempat saya kunjungi, penerbit Lejen, secara bersemangat menjelaskan betapa berbedanya tema fiksi yang dibaca oleh banyak pembaca muda di sana. Banyak novel (mainstream) umumnya hanya cocok bagi orang-orang yang sudah berkahwin sahaja (menikah). Sementara, novel-novel yang ditulis bagi para remaja sampai mahasiswa umumnya tidak ada atau sangat sedikit. Ini menjelaskan mengapa novel BABI yang diterbitkan Lejen pernah memuncaki Best-Seller. Sukses meramu tema-tema unik dan tidak biasa ini akhirnya mendorong penerbit untuk mencetak lebih banyak lagi naskah-naskah alternatif, termasuk mendorong lahirnya banyak entrepreneur baru yang mencoba mencicipi bisnis buku, termasuk salah satunya Dubook.

Menjelaskan penerbit Dubook seperti memutar rekaman pada masa-masa tumbuh suburnya penerbit indie di Jogjakarta yang bergerilya dari gang ke gang, dari satu rumah kost mahasiswa ke kost-an lainnya. Umumnya menggerakkan teman sendiri untuk menerjemahkan, menyunting, dan mendesain kover. Hak cipta untuk satu alasan kemanusiaan biasanya diabaikan, toh lebih penting menyuguhkan bacaan bermutu dalam kadar segera daripada tak pernah terbit karena terbelit urusan hak cipta. Populer waktu itu dengan nama copyleft alih-alih copyright. Pada periode 1990-an menjelang runtuhnya rezim Soeharto, perlawanan melalui buku ini menemukan momentumnya. Karya Babon filsafat dan pemikir kiri dirayakan. Sementara itu buku-buku Pramoedya bergerak di bawah tanah, dijual secara terbatas melalui jalur-jalur komunitas untuk menghindari tangkapan petugas. Maka begitu pulalah yang terjadi dengan lanskap penerbitan di Malaysia yang dewasa ini semakin hiruk pikuk dijejali oleh buku-buku yang berisi protes dan kritik terhadap segala sumber kemapanan. Tidak hanya pihak kerajaan (pemerintah) bahkan ulama-ulama pun dikritik habis-habisan. Salah satunya melalui buku Orang Ngomong Anjing Gonggong; orang bodoh dilarang baca, yang ditulis sendiri oleh salah satu pendiri Dubook, Mutalib Uthman. Dalam buku ini pembaca akan menemukan banyak hal lucu satir bahkan sarkas yang ditunjukkan penulis terhadap situasi sosial-politik Malaysia.  Narasi semacam “anda tidaklah lebih berislam ketika mengucap Babi dengan Khinjir dan buka puasa dengan iftar,” adalah kritik pedas yang pas bagi sesiapa yang merasa kadar keislamannya bertambah hanya dengan mengubahnya ke dalam bahasa Arab misalnya (bukankah di Indonesia pun demikian?).

Pada 29 Agustus 2015 puluhan ribu orang memadati jalanan di beberapa ruas kota di Kuala Lumpur. Berkaos kuning dan meneriakkan kampanye Bersih 4.0, gelombang protes ini meminta perdana menteri Najib Razak turun dari kerajaan karena diduga mengantongi uang sebesar 700 juta dolar ke dalam rekening pribadinya. Akankah buku indie kembali membidani lahirnya reformasi?

@salmanfaridi

 

Berselingkuh Lewat Situs

Life is short, have an affair …” Ashley Madison

Saat kasus Monica Lewinsky mencuat menjadi berita paling menggemparkan dari gedung putih pada masa Presiden Bill Clinton, kamus Oxford mencatat sebuah lema baru, to do a hillary, ke dalam kamusnya yang terkenal. Read more

Cak Nun dalam Seri Ilmu Hidup

Pernahkah kau temukan manusia yang menjadi muara bagi begitu banyak penderitaan, keluhan dan kemarahan dalam hidup? Manusia yang dengan rela menjadi kubangan dimana segala derita tertumpah? Manusia yang dengan ikhlas menjadi tempat sampah bagi seisi bumi?

Jika belum, maka kukenalkan padamu laki-laki ini, laki-laki yang menjadikan semesta sebagai istrinya. Namanya adalah Cak Nun. Ia adalah laki-laki sederhana yang mengisi hari-harinya dengan berkeliling dari tempat ke tempat, menghibur mereka yang susah. Membela mereka yang tertindas. Menjadi teman bagi semua manusia, apapun jabatannya, profesinya, maupun keadaan jiwanya.

Seribu istrinya yang berada di seluruh dunia, di seantero pelosok bumi, menjadi kecintaannya. Maka Cak Nun rela, menjadi tempat sampah bagi keseluruhan istrinya itu. Semata bagi cintanya pada Yang Satu. Hanya Ia Yang Satu lah kemana cinta sejatinya berlabuh.

Bentang Pustaka kini menghadirkan kembali kepadamu karya dan buah pikir dari Cak Nun, yaitu Istriku Seribu, yang mengungkap fenomena poligami, monopoligami, ataupun polimonogami. Fenomena ini diungkap melalui perdebatan menarik antara Yai Sudrun dan Cak Nun. Istriku Seribu ini termasuk dalam paket seri ilmu hidup yang akan diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Paket Seri Ilmu Hidup ini dapat menjadi dayung bagi perahumu yang sedang mengarungi lautan kehidupan yang pelik dan penuh gelombang. Agar tidak ada lagi, perahu-perahu yang tenggelam dan karam terlalu cepat.

Pernahkah kau temukan manusia yang menjadi muara bagi begitu banyak penderitaan, keluhan dan kemarahan dalam hidup? Manusia yang dengan rela menjadi kubangan dimana segala derita tertumpah? Manusia yang dengan ikhlas menjadi tempat sampah bagi seisi bumi?

Jika belum, maka kukenalkan padamu laki-laki ini, laki-laki yang menjadikan semesta sebagai istrinya. Namanya adalah Cak Nun. Ia adalah laki-laki sederhana yang mengisi hari-harinya dengan berkeliling dari tempat ke tempat, menghibur mereka yang susah. Membela mereka yang tertindas. Menjadi teman bagi semua manusia, apapun jabatannya, profesinya, maupun keadaan jiwanya.

Seribu istrinya yang berada di seluruh dunia, di seantero pelosok bumi, menjadi kecintaannya. Maka Cak Nun rela, menjadi tempat sampah bagi keseluruhan istrinya itu. Semata bagi cintanya pada Yang Satu. Hanya Ia Yang Satu lah kemana cinta sejatinya berlabuh.

Bentang Pustaka kini menghadirkan kembali kepadamu karya dan buah pikir dari Cak Nun, yaitu Istriku Seribu, yang mengungkap fenomena poligami, monopoligami, ataupun polimonogami. Fenomena ini diungkap melalui perdebatan menarik antara Yai Sudrun dan Cak Nun. Istriku Seribu ini termasuk dalam paket seri ilmu hidup yang akan diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Paket Seri Ilmu Hidup ini dapat menjadi dayung bagi perahumu yang sedang mengarungi lautan kehidupan yang pelik dan penuh gelombang. Agar tidak ada lagi, perahu-perahu yang tenggelam dan karam terlalu cepat.

Talitha Fredlina Azalia

“Fanart”? Apa, Sih?

Bentang Pustaka bersama Mukhlis Nur, penulis komik Only Human, menggelar kompetisi Only Human Fanart untuk umum mulai 28 Agustus hingga 20 September 2015. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan fanart?

Fanart bisa didefinisikan sebagai sebuah karya seni berupa gambar yang dibuat oleh seseorang, di mana gambar tersebut menyerupai atau merujuk pada suatu tokoh atau karakter tertentu yang sudah ada sebelumnya. Tokoh atau karakter tersebut bisa berasal dari komik, film, atau video game.

Gambar fanart tidak sama persis dengan tokoh atau karakter asli yang ditiru, tetapi menyerupai. Sebab, dalam seni menggambar, antara satu orang dengan orang lain memiliki aliran menggambar yang berbeda. Termasuk pula seseorang yang membuat gambar fanart, pada umumnya memiliki aliran menggambar tersendiri. Aliran menggambar inilah yang nantinya membedakan tokoh atau karakter dari gambar fanart dengan tokoh atau karakter dari gambar asli. Gambar fanart juga boleh dikreasikan seunik mungkin. Fanart yang baik adalah fanart yang menyerupai tokoh atau karakter asli, dikreasikan secara unik dan imajinatif, tanpa menghilangkan cerminan dari sifat asli tokoh atau karakter yang digambar.

So, apa itu Kompetisi Only Human Fanart? Adalah kompetisi menggambar tokoh atau karakter yang ada dalam komik Only Human itu sendiri, dengan dikreasikan seasik mungkin.

Nah, tokoh atau karakter dari komik Only Human ini sendiri banyak sekali dan sangat bisa dikreasikan. Mulai dari tokoh Dokter, asisten Dokter yang bernama Yurika, anak kecil yang dinamakan Elly, dan masih banyak lagi. Karakter-karakter Only Human bisa ditemukan dalam facebook Only Human.

Jadi, tunggu apa lagi? Yuk ikutan kompetisi Only Human Fanart! Tantang kreativitasmu dan menangkan hadiahnya! Bentang Pustaka bersama Mukhlis Nur, penulis komik Only Human, menggelar kompetisi Only Human Fanart untuk umum mulai 28 Agustus hingga 20 September 2015. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan fanart?

Fanart bisa didefinisikan sebagai sebuah karya seni berupa gambar yang dibuat oleh seseorang, di mana gambar tersebut menyerupai atau merujuk pada suatu tokoh atau karakter tertentu yang sudah ada sebelumnya. Tokoh atau karakter tersebut bisa berasal dari komik, film, atau video game.

Gambar fanart tidak sama persis dengan tokoh atau karakter asli yang ditiru, tetapi menyerupai. Sebab, dalam seni menggambar, antara satu orang dengan orang lain memiliki aliran menggambar yang berbeda. Termasuk pula seseorang yang membuat gambar fanart, pada umumnya memiliki aliran menggambar tersendiri. Aliran menggambar inilah yang nantinya membedakan tokoh atau karakter dari gambar fanart dengan tokoh atau karakter dari gambar asli. Gambar fanart juga boleh dikreasikan seunik mungkin. Fanart yang baik adalah fanart yang menyerupai tokoh atau karakter asli, dikreasikan secara unik dan imajinatif, tanpa menghilangkan cerminan dari sifat asli tokoh atau karakter yang digambar.

So, apa itu Kompetisi Only Human Fanart? Adalah kompetisi menggambar tokoh atau karakter yang ada dalam komik Only Human itu sendiri, dengan dikreasikan seasik mungkin.

Nah, tokoh atau karakter dari komik Only Human ini sendiri banyak sekali dan sangat bisa dikreasikan. Mulai dari tokoh Dokter, asisten Dokter yang bernama Yurika, anak kecil yang dinamakan Elly, dan masih banyak lagi. Karakter-karakter Only Human bisa ditemukan dalam facebook Only Human.

Jadi, tunggu apa lagi? Yuk ikutan kompetisi Only Human Fanart! Tantang kreativitasmu dan menangkan hadiahnya!bentang

Keluarga sebagai Sumber Belajar bagi Anak Lewat Observational Learning

Anak-anak merupakan peniru ulung. Mereka diibaratkan seperti spons yang mampu menyerap semua hal yang mereka lihat maupun mereka dengar. Kemampuan ini tentu saja memberikan dampak positif pada fase pembelajaran anak pada usia dini. Maka tidak heran, sebagai orang dewasa, kita diminta untuk sangat berhati-hati ketika bersikap dan berperilaku di depan anak-anak. Namun di sisi lain, kita justru bisa menjadi role model bagi anak-anak. Ini akan menjadi keuntungan tersendiri bagi kita yang ingin melatih anak-anak untuk belajar dari segala macam hal di sekitarnya.

Keluarga menjadi sumber belajar anak-anak usia dini sebab di dalam rumah mereka bisa belajar apa pun, kapan pun, di mana pun, dan dengan siapa pun. Anak-anak biasanya akan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah daripada di sekolah. Situasi ini dapat dimanfaatkan oleh para orang tua untuk menanamkan nilai-nilai sosial pada anak, sekaligus membentuk ikatan emosional antara anak dan orang tua. Tidak dapat dimungkiri, keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan yang utama bagi anak. Lalu, bagaimana keluarga menjadi tempat belajar yang efektif bagi anak?

Pada anak-anak usia dini, mereka memiliki pikiran yang mudah menyerap informasi yang dilihat atau didengarnya. Dalam teori Montessori, hal ini disebut dengan absorbent mind. Anak-anak tanpa sadar akan mudah menangkap informasi dari lingkungan di sekitarnya, kemudian mempelajari semua itu dengan cepat. Dengan kemampuan anak yang demikian, langkah tepat untuk menjadikan keluarga sebagai sumber belajar adalah melalui observational learning. Anak-Anak bisa memperlajari hal-hal baru lewat hal yang dilakukan orang tuanya di rumah.

Ada empat komponen penting dalam proses observational learning. Pertama, attention process, kegiatan meniru atau modeling. Anak-anak akan menaruh perhatian pada model yang akan ditiru. Kedua, retention process, setelah memperhatikan dan mengamati model, kemudian akan disimpan dalam bentuk simbol-simbol yang tidak hanya diperoleh melalui pengamatan visual saja, tetapi juga melalui verbalisasi. Hasil pengamatan ini biasanya akan berbentuk meniru perilaku model. Komponen ketiga, motor reproduction process, agar bisa mereproduksi tingkah laku secara tepat, peniru tadi sudah bisa memperlihatkan kemampuan-kemampuan motorik yang meliputi kekuatan fisik. Komponen terakhir adalah ulangan-penguatan dan motivational processes, yang bertujuan untuk mengaplikasikan tingkah laku dalam kehidupan nyata dan ini bergantung pada kemauan serta motivasi yang didapat. Proses peniruaan tingkah laku memerlukan penguatan agar memperkuat ingatan dan bisa memperlihatkan tingkah laku dari hasil meniru.

Empat komponen dalam proses observational learning tadi sebenarnya secara tidak sadar sudah dilakukan oleh anak-anak di rumah. Para orang tua perlu memperlihatkan perilaku baik agar bisa ditiru oleh anak, bahkan diaplikasikan dalam aktivitas sehari-seharinya. Contoh sederhananya seperti ini, orang tua selesai makan segera membereskan piring, sendok, dan gelas yang telah digunakan, kemudian segera membawanya ke tempat cuci piring. Anak-anak yang melihat hal ini akan memprosesnya di dalam otak. Pada awalnya, orang tua harus meminta mereka terlebih dahulu untuk melakukan hal yang sama, tetapi jika kegiatan itu dilakukan secara berulang, anak-anak akan melakukannya dengan lebih terbiasa. Tidak heran jika ada pepatah yang mengatakan bahwa anak-anak lebih membutuhkan contoh nyata agar mereka bisa langsung meniru dan mengaplikasikannya.

Dalam buku anak pertama karya Maudy Ayunda berkolaborasi dengan ilustrator Kathrin Honesta yang berjudul Kina and Her Fluffy Bunny melatih anak untuk belajar dari hal-hal yang ada di sekitarnya dan menjadikan orang tua mereka sebagai role model. Melalui observational learning, anak-anak juga akan diasah untuk menjadi pribadi yang inisiatif.

Sumber gambar

Parenting.dream.co.id

© Copyright - Bentang Pustaka