Cak Nun: Berbagai Nilai Agama yang Ditegakkan Bersama Jamaah Maiyah

Cak Nun dan Jamaah Maiyah sebenarnya sama dengan masyarakat Muslim lainnya. Sama-sama saling bersinergi dengan manusia dan ciptaan-Nya pula. Namun saya perlu akui, Jamaah Maiyah memiliki sikap kedewasaan yang begitu mendalam. Saya turut senang ketika melihat berbagai perkumpulan dari berbagai wilayah berkumpul, mulai dari Kenduri Cinta, Mocopat Syafaat, Padhang Mbulan, Bangbang Wetan, Gambang Syafaat, Juguran Syafaat, dan sebagainya.

Oleh karena itu, tulisan ini hadir untuk menjabarkan beberapa ilmu agama yang diterapkan dalam kehidupan. Sangat diakui jika pemikiran Jamaah Maiyah sangat merakyat dan mampu mewakili kita semua. Mari kita simak bersama.

Cak Nun: Hidup Nerimo dan Legowo

Cak Nun dan Jamaah Maiyah menanamkan sikap dalam dirinya untuk terus nerimo atau menerima diri yang sebenarnya. Setelah proses pencarian jati diri ditemukan, ketika semua usaha telah dikerahkan, yang terakhir yaitu bersikap menerima atau penerimaan diri. Tak dapat semua hal kita tolak secara mentah-mentah. Sesuatu yang telah terjadi di dalam kehidupan kita sudah menjadi takdir Allah Swt. Bahkan, jika kita beranggapan sesuatu itu buruk, belum berarti pula Allah melihatnya sebagai keburukan. Berprasangka baiklah kepada hal-hal yang telah terjadi.

Sikap yang menjadi gabungan dari penerimaan diri yaitu legowo atau ikhlas. Semua yang telah terjadi di dalam kehidupan kita, sekalipun kita telah berusaha secara maksimal, memang baiknya kita berserah diri kepada Allah Swt. Menjunjung tinggi sikap pasrah dan ikhlas setelah berjuang. Hal-hal semacam itu perlu kita terapkan bersama karena jika kita sering melakukan sebuah penyangkalan ataupun pergolakan dengan diri sendiri, justru keberkahan pun dikhawatirkan tidak maksimal.

Baca Juga: Yogyakarta dan Cak Nun dalam Buku Terbaru

Bermuhasabah Setiap Saat

Cak Nun dan Jamaah Maiyah selalu menerapkan sikap bermuhasabah atau introspeksi diri. Dalam kehidupan bersosial, wajib hukumnya untuk berkaca dari diri sendiri. Tujuannya yaitu untuk mengevaluasi segala perilaku yang telah kita perbuat di dunia dan menjadi pribadi yang mampu menempatkan posisi sesuai dengan takarannya.

Fungsi dari introspeksi diri juga berguna membenahi segala hal dalam diri kita untuk lebih bisa berbuat kebaikan demi orang lain. Nah, jadi ilmu muhasabah yang diterapkan oleh Jamaah Maiyah pada lingkungannya itu untuk diri sendiri dan juga orang lain.

Pandai Mensyukuri Nikmat Allah Swt.

Kalau kita membicarakan perihal bersyukur, pasti bahasannya sudah Sahabat Bentang pahami sendiri. Jika saya bisa memberikan pemaknaan soal bersyukur versi Jamaah Maiyah, yaitu dengan menggabungkan dari fase sikap penerimaan diri―melakukan yang yang terbaik―hingga membenahi diri. Jikalau kita telah melaksanakan poin-poin tersebut, niscaya kenikmatan yang diberikan dari Allah Swt. akan memberikan keberkahan yang besar pula tanpa kita sadari sekalipun. Hidup akan terasa ringan jika kita menjalaninya dengan penuh syukur.

Jika kita bisa mengilhami dari sebuah syukur, kita akan bisa melihat dunia seisinya dari berbagai sudut pandang. Wawasan kita akan luas. Pandangan kita lebih visioner dan tertata. Begitu dalam jika kita benar-benar bisa memahami arti bersyukur. Sangat disayangkan pula ketika ada orang yang menyalahartikan bersyukur dengan hal-hal yang tidak diterima oleh nilai-nilai agama.

Cak Nun: Masjid dan Musala Menjadi Tempat Mencari Saudara

Memang benar jika perilaku kita ada kaitannya erat dengan siapa kita bergaul dan di mana kita berada. Cak Nun dan Jamaah Maiyah selalu membicarakan terkait dengan persaudaraan kita sebisa mungkin dijaga tak hanya di dunia saja, melainkan juga di akhirat pula. Maka dari itu, sebaik-baiknya teman atau saudara, carilah yang bisa satu frekuensi atau sepemikiran dengan kita semua.

Ajak sahabat, teman, dan saudaramu itu menunaikan kebaikan-kebaikan yang dapat dijadikan amal di akhirat pula. Masjid dan musala menjadi ladangnya. Banyak orang yang mengabaikannya, sebenarnya itu hal yang salah besar. Saat ini, banyak kita jumpai bangunan masjid dan musala yang bertingkat dan memiliki ornamen yang bagus, tetapi yang datang ke masjid dan musala tersebut bisa dihitung dengan jari. Semoga kita semua bisa semakin sadar akan hal ini.

Takut Akan Sikap Takabur, Gede Rasa, dan Gede Rumongso

Cak Nun dan Jamaah Maiyah sangat menghindari sifat takabur, merasa ingin menang sendiri dan sejenisnya. Sebisa mungkin dijaga akal, pikiran, dan jiwanya ditanamkan bahwa semuanya akan kembali kepada Sang Pencipta. Bersyukur boleh, bangga hati karena memiliki juga tak dilarang, tetapi jangan sampai di dalam lubuk hati terselip sifat riya’ atau takabur. Nauzubillah.

Kalian dapat berjumpa dengan ilmu-ilmu kehidupan yang dituturkan oleh Emha Ainun Nadjib lainnya dalam buku terbarunya berjudul Apa yang Benar, Bukan Siapa yang Benar. Ikuti masa pre-order-nya hingga 9 Agustus 2020 melalui laman Cak Nun Mencari Kebenaran atau mizanstore.com.

Salam,

Anggit Pamungkas Adiputra

 

1 reply

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] perlu menunggu dan tergantung langkah pemerintah, Jamaah Maiyah sudah mengerti apa yang harus segera dilakukan. Namun, kalau pemerintah memberikan panduan yang […]

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta