Apa yang Kita Dapatkan Ketika Berani Menolak?

JOMO Ketika Menolak

Tanya Dalton, penulis buku The Joy of Missing Out membagikan strategi untuk menolak. Menolak ternyata ada seninya, lho. Selain itu, kita juga sudah mempelajari kapan harus mengatakan ya dan kapan harus menjawab tidak.

Baca juga: Tolak Hal yang Bukan Prioritas dengan Strategi Roti Lapis

Setiap kali kita mengiyakan, kita menolak hal lain. Begitu pun sebaliknya, ketika kita menolak hal-hal yang bukan prioritas kita, sebagai gantinya, kita akan menerima empat hal berikut.

1. Waktu Berkualitas dengan Orang-Orang Tercinta

Menolak pekerjaan pada akhir pekan bukanlah suatu kesalahan, bukan pula bentuk keegoisan. Kita memang tidak bisa mencegah rekan kerja yang menghubungi tiap akhir pekan untuk memberikan tugas tambahan atau lain sebagainya. Namun, kita selalu memiliki pilihan untuk menolak.

Banyak orang harus menyadari bahwa menyisihkan waktu untuk diri sendiri atau me time dan mengutamakan waktu bersama keluarga serta teman merupakan bagian dari prioritas kita. Dalton berulang kali mengingatkan kita dalam bukunya untuk selalu live in the moment, sebab kita takkan pernah tahu kapan waktu bersama orang-orang sekitar kita akan berakhir.

2. Beban Kerja yang Masuk Akal

Kita sering tergoda untuk mengiyakan sesuatu. Namun, tidak banyak yang menyadari bahwa hal tersebut berkaitan dengan bagaimana kita ingin dinilai oleh orang lain. Beberapa orang ingin dianggap sebagai sosok yang jago multi-tasking dan ahli mengatur waktu, sehingga mereka menyetujui semua tugas yang dilimpahkan. Mereka lupa bertanya kepada diri sendiri, mengapa perlu untuk membuktikannya?

Menolak sesuatu memang berarti menolak peluang yang datang. Kesempatan tidak datang dua kali. Betul. Namun, tidak semua pintu kesempatan harus kita ketuk jika ingin menghindari kewalahan dan stres akibat beban kerja yang tak masuk akal. Ingat, tertinggal bukan bencana. Untuk mendapatkan hal yang banyak, fokuslah pada hal yang lebih sedikit.

3. Memegang Kendali atas Jadwal Kita

“Tidak akan bisa. Ini mustahil. Jadwal sudah ditentukan oleh kantor dan kampus.” Mungkin, itulah sederet kalimat penolakan yang akan kamu lontarkan ketika membaca subjudul di atas. Dalton mengakui, hal itu memang sulit, tapi bukan berarti mustahil. Setidaknya 5 hari dalam satu pekan, jadwal kita telah ditentukan oleh pihak luar. Lantas, apa itu berarti kita hanya memiliki kendali atas sisa 2 hari?

Jawabannya tidak. Jadwal bisa dinegosiasikan. Namun, jika kamu berada di tempat yang memiliki jadwal sangat kaku, maka yang bisa kamu lakukan adalah jangan biarkan jadwal itu merembet ke waktu pribadimu. Tolak dengan tegas segala tugas dan pekerjaan yang datang di luar jadwal kewajibanmu, ketahui kapabilitasmu, dan kendalikan jadwalmu.

4. Memprioritaskan Diri Sendiri

Berhenti meminta maaf karena menomorsatukan prioritas kita dan mengutamakan urusan penting, karena memang sudah begitu seharusnya. Suara prioritas kita haruslah yang paling nyaring. Membuat batasan itu perlu. Tantangannya terletak pada bagaimana cara kita membuat orang lain mengerti dan menghargai batasan yang telah kita buat.

Kita harus memisahkan permintaan dari hubungan. Jangan lupa bahwa menolak suatu permintaan bukan berarti menolak orangnya. Ini adalah penyakit, terutama bila kita memosisikan diri di bagian terbawah dalam daftar orang yang perlu kita senangkan. Dirimu adalah prioritasmu.

 

Jadi, apa kamu sudah siap untuk menolak? Sedikit catatan pengingat untukmu, mengutip dari Lysa TerKeurst dalam The Joy of Missing Out, “Jangan tertukar antara perintah untuk menyayangi dan penyakit menyenangkan orang lain.”

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

1 reply

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] Baca juga: Apa yang Kita Dapatkan Ketika Berani Menolak? […]

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta