Tag Archive for: sujiwo tejo

Ponokawan

Mengenal Lebih Jauh Para Ponokawan

Wayang merupakan salah satu budaya tradisional Indonesia yang harus kita lestarikan bersama. Selain berfungsi sebagai media dakwah, komunikasi, dan hiburan, pewayangan juga dapat digunakan sebagai alat edukasi untuk mempromosikan nilai moral dan filosofis, tak terkecuali wayang ponokawan.

Baca juga: Lupa Endonesa: Satir Penuh Humor

Sujiwo Tejo, yang dikenal dengan sebutan sang dalang edan, menghadirkan wayang dalam tokoh-tokoh di buku-bukunya. Apabila Rahvayana berisi kisah dekonstruktif antara Rahwana dan Sinta, Lupa Endonesa menggandeng ponokawan sebagai tokoh utama. Ponokawan terdiri atas Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Berkenalan lebih jauh dengan mereka, yuk?

Semar: Ayah Gareng, Petruk, dan Bagong

Semar memiliki nama lain Janggan Smarasanta. Sebagai sosok ayah dari tiga ponokawan lainnya, ia dikenal sakti dan bijaksana. Fisiknya dideskripsikan bertubuh pendek, memiliki rambut pendek, berwajah putih, dan memiliki perut buncit. Banyak yang mengatakan bahwa ia adalah simbol penggambaran jagat raya. Kepala dan pandangan Semar yang mendongak dipercayai sebagai representasi kehidupan manusia agar selalu mengingat Tuhan. Kain Semar Parangkusumorojo yang dikenakannya adalah imbauan agar manusia menegakkan keadilan dan kebenaran di bumi.

Gareng: Anak Gandarwa yang Diangkat Semar

Tak hanya Semar, Gareng pun memiliki nama lain, yaitu Pancalpamor. Ia digambarkan sebagai sosok dengan hidung bulat, tubuh pendek, lengan kurus, rambut dikuncir, kaki pincang, tangan ceko, dan mata yang juling. Dibalik kekurangan fisik yang dimiliki Gareng, rupanya ada makna filosofis yang terselip, lho! Kakinya yang pincang menunjukkan bahwa dalam menjalani kehidupan ini, Gareng sangat berhati-hati. Tangannya yang ceko, menunjukkan bahwa ia tidak akan mengambil yang bukan haknya. Matanya yang juling menyimbolkan mata yang bisa menerawang seantero jagat.

Petruk: Si Jangkung yang Gemar Bercanda

Dalam dunia pewayangan, tokoh Petruk juga dikenal dengan nama Dawala. Ia kerap dideskripsikan sebagai sosok jangkung dengan perut buncit dan kulit yang hitam. Petruk adalah anggota ponokawan yang hobi bergurau. Meskipun begitu, ia juga dikenal sebagai pribadi yang selalu membela tuannya dan tidak takut untuk mengakui kesalahannya. Ia memiliki istri yang bernama Dewi Ambarwati.

Bagong: Si Bungsu yang Muncul dari Bayangan

Ketika Sang Hyang Tunggal berkata , “Ketahuilah bahwa temanmu adalah bayanganmu sendiri,” sosok Bagong muncul dari bayangan. Ia adalah anak bungsu Semar yang digambarkan botak, memiliki bibir dower dan perut buncit. Nama lainnya adalah Cepot. Bibirnya yang dower menunjukkan bahwa ia kerap berkata lancang, tapi berisi kejujuran. Bagong juga dikatakan sebagai pribadi yang sering melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa.

 

Jika disuruh memilih satu dari keempat ponokawan ini, mana yang akan menjadi favoritmu? Buku Mbah Tejo yang baru terbit ulang bulan Mei lalu, Lupa Endonesa, menceritakan kisah-kisah penuh humor dari para ponokawan yang akan meningkatkan kepedulian kita kepada situasi dan kondisi Indonesia. Walau masa prapesan telah berakhir, bukunya masih bisa kamu temukan di sini.

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

Trivia Rahwana

Trivia Menarik tentang Rahwana dalam Mitos Hindu

Trivia Rahwana

Apa yang terlintas dalam benakmu begitu mendengar nama Rahwana? Raksasa jahat yang menculik Sinta dari Ayodhya? Sosok antagonis yang ditaklukan oleh Hanoman dan Rama?

Baca juga: Fakta tentang Alengka dan Ayodhya, Kerajaan Rahwana dan Rama

Empat fakta di bawah ini akan memberikan pandangan baru untukmu tentang sang penguasa Alengka yang katanya dibutakan oleh cinta.

Rahwana, Raksasa Berwajah Sepuluh

Rahwana juga dikenal dengan sebutan Dasamuka. Dasa yang berarti sepuluh dalam bahasa Jawa dan muka berarti wajah. Ia adalah raksasa yang memiliki sepuluh wajah. Terdapat dua versi yang menjelaskan tentang hal ini. Versi pertama, yang biasa diadaptasi dalam babad Ramayana ialah bahwa kalung sembilan mutiara pemberian ibunya menghasilkan ilusi pengelihatan. Jadi sebenarnya, wajahnya hanya satu. Versi kedua mengatakan bahwa untuk menyenangkan dewa Siwa, ia memotong kepalanya sendiri menjadi beberapa bagian. Namun, pengabdiannya membuat kepalanya memunculkan kepala yang lain.

Cicit dari Dewa Brahma

Tahukah kamu? Jika melihat garis keturunan Rahwana, dia merupakan putra dari resi Wisrawa dan Kaikesi. Wisrawa adalah putra dari Pulastya, salah satu dari sepuluh anak Brahma. Itu membuatnya menjadi cicit dari dewa agung Brahma. Meskipun begitu, Rahwana tidak dipuja layaknya dewa. Terutama setelah insiden penculikan Sinta, banyak yang menganggapnya sebagai sosok jahat yang egois.

Rahwana Mahir Memainkan Alat Musik Veena

Meskipun penampilannya tampak sangar, nyatanya Rahwana memiliki jiwa seni yang cukup tinggi. Hal itu dibuktikan dengan kelihaiannya memainkan veena atau alat musik tradisional India yang menyerupai kecapi.  Ia bahkan mendesain alat musiknya sendiri yang kemudian dinamai Ravana Veena. Raksasa berwajah sepuluh ini juga membuat komposisi stotra (lagu pujian) untuk Batara Siwa yang diberi judul Shiv Tandav.

 Hanya Mencintai Satu Wanita Seumur Hidupnya

Mungkin ini sudah menjadi rahasia umum. Meskipun di kerajaannya, Rahwana telah memiliki ratu dan anak-anak, perasaannya terhadap satu wnaita tidak pernah bisa dihapuskan. Selama ribuan tahun, hatinya telah digenggam erat oleh Dewi Widowati yang bereinkarnasi menjadi Dewi Sukasalya, Dewi Citrawati, dan terakhir Dewi Sinta. Orang bilang cintanya gegabah, tapi sebenarnya itu sebuah ketulusan. Ia bahkan tidak menyentuh dan memaksa Sinta agar membalas cintanya selama dewi cantik itu berada di kerajaannya. Dia menunggu. Menunggu sampai wanita pujaannya membuka hati untuknya, tak peduli berapa lama waktu yang dibutuhkan. Rahwana bahkan siap menunggu selama keabadian untuk Sinta.

 

Apabila penasaran bagaimana personifikasi sang Dasamuka, kamu bisa membaca novel Sujiwo Tejo, Rahvayana: Aku Lala Padamu, yang terbit ulang bulan April lalu. Dalam karyanya, Mbah Tejo menghadirkan tokoh Rahwana yang telah didekonstruksi dan disesuaikan dengan sosok laki-laki pada zaman sekarang. Jemput segera Rahvayana milikmu di toko-toko buku kesayanganmu atau klik di sini.

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

Foto Produk Lupa Endonesa

Lupa Endonesa: Satir Penuh Humor

Foto Produk Lupa Endonesa

Dalam karya Sujiwo Tejo ini, Ponokawan akan membawamu berkelana ke negeri Endonesa yang penuh dengan polemik dan permasalahan internal. Percakapan santai mereka berupa satir yang disampaikan dengan jenaka tentang kacau-balaunya situasi di sana–yang merujuk pada Indonesia.

Baca juga: Menengok Kondisi Bangsa dari Lupa Endonesa

Penasaran isu apa saja yang dibahas Ponokawan tanpa malu-malu dalam Lupa Endonesa? Baca habis artikel ini untuk mendapatkan bocorannya.

Indonesia Membutuhkan Kementerian Pemberdayaan Laki-Laki

Jika perempuan mengalami pelecehan, mereka bisa melaporkannya ke Komnas Perempuan atau lembaga dan organisasi lain yang menaungi dan memberdayakan kaum hawa. Namun, bagaimana dengan laki-laki? Jika laki-laki mengalami hal yang sama, kepada siapa mereka harus melapor? Polisi? Kejaksaan? Begitulah yang disampaikan Bagong dengan berapi-api ketika berbincang dengan saudaranya yang jangkung, Petruk.

Masih banyak orang yang menganggap bahwa pelecehan terhadap laki-laki adalah hal yang tidak seharusnya dilaporkan. Selain kultur maskulin yang enggan menelan ego, pihak yang berwajib kerap meremehkan kasus semacam itu. Itulah salah satu alasan mengapa Bagong bersikeras bahwa Kementerian Pemberdayaan Laki-Laki mutlak kita butuhkan. Bahkan katanya, kalau perlu kantornya di seberang Kementerian Pemberdayaan Perempuan sekalian saja!

Sindiran untuk Sikap Bangsa ketika Aset Negeri Diaku Negara Lain

Dalam bab yang berjudul Anakmu Bukan Anakmu, penulis yang akrab disapa Mbah Tejo ini tidak bertele-tele dalam menyampaikan opininya. Ia mengatakan bahwa Anakmu Bukanlah Anakmu ini sebenarnya kalimat yang dipinjam dari Kahlil Gibran. Intinya, anak kita sebenarnya bukan sepenuhnya milik kita. Mereka memiliki cita-cita sendiri yang tidak bisa kita setir. Mereka adalah anak-anak panah yang memelesat dari busur-busurnya sendiri.

Ponokawan mengaitkan hal itu dengan ibu pertiwi atau Indonesia. Dalam konteks ini, Mbah Tejo merujuk pada bangsa kita yang memiliki anak-anak berupa aset negara seperti pulau, kesenian, kebudayaan, dan lainnya. Dengan tegas, sang dalang mengungkapkan bahwa seorang ibu bukanlah orang yang melahirkan. Seorang ibu adalah orang yang merawat dan membesarkan. Contoh dalam konteksnya bagaimana? Janganlah kita merasa menjadi ibu yang memiliki tari Pendet hanya karena kita melahirkan tarian tradisional itu. Coba tanya pada diri sendiri, apa yang sudah bangsa ini lakukan untuk merawat dan membesarkan tari Pendet?

 

Dua isu tersebut hanyalah bagian kecil dari keseluruhan permasalahan yang diulas dalam Lupa Endonesa. Buku ini akan mengingatkanmu tentang berbagai problem dalam negeri seperti pemimpin yang dianggap tidak memihak rakyat, pejabat yang korup, dan lainnya. Baca kisah seru para Ponokawan dan segera ikuti prapesan Lupa Endonesa di sini. Ada bonus stiker dan kaus bagi kamu yang mengikuti prapesannya, lho!

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

Fakta tentang Alengka dan Ayodhya, Kerajaan Rahwana dan Rama

Bagi kamu yang telah mengetahui kisah Ramayana, nama Alengka dan Ayodhya pasti tidak asing lagi di rungu. Dalam Rahvayana: Aku Lala Padamu karya Sujiwo Tejo, yang meskipun menggunakan latar modern, kerajaan Alengka dan Ayodhya tidak lupa disebutkan.

Baca juga: Rahvayana: Surat Cinta Rahwana untuk Sinta

Kamu mungkin tahu bahwa Alengka adalah kerajaan Rahwana, sedangkan Ayodhya adalah kerajaan yang dipimpin oleh Rama. Namun, ada beberapa fakta lain tentang dua kerajaan itu yang menarik untuk digali, lho!

Alengka: Sekarang Dikenal dengan Sri Lanka?

Nama Alengka diambil dari kata Lanka dalam bahasa Sanskerta yang memiliki arti pulau. Kerajaan yang singgasananya diduduki oleh Rahwana ini berada di sebuah pulau di selatan India. Ibukota kerajaan ini dulu pernah dibakar oleh Hanuman dalam upayanya menolong Rama menyelamatkan Sinta. Menurut babad Ramayana, raja terakhir Alengka adalah Rahwana.

Kerajaan tersebut porak-poranda dan mengalami kehancuran pada masa pemerintahannya usai ia menculik Sinta, istri Sri Rama. Banyak orang yang percaya bahwa negara Sri Lanka adalah Alengka pada zaman sekarang. Selain kemiripan nama, lokasi negara Sri Lanka juga sama dengan deskripsi posisi Kerajaan Alengka. Bagaimana menurutmu?

Ayodhya: Kota Suci di India

Selama ini, kita akrab dengan penyebutan Kerajaan Ayodhya. Namun, tahukah kamu bahwa nama sebenarnya dari kerajaan Rama itu adalah Kosala? Ya, sebenarnya Ayodhya adalah ibukota dari Kerajaan Kosala. Dalam kisah pewayangan Jawa, Kosala lebih sering disebut dengan Kerajaan Ayodhya.

Sama seperti Alengka, nama Ayodhya diambil dari bahasa Sanskerta yang berarti yang tidak akan kalah dari peperangan. Mungkin, itulah mengapa kerajaan yang terletak di utara Sungai Gangga ini dikenal dengan angkatan perangnya yang kuat. Sebab berlokasi dekat dengan sungai yang disucikan di India, kota Ayodhya pun menjadi salah satu kota suci di India hingga saat ini.

 

Bagaimana? Menarik, bukan? Sekarang, jika kamu diberi kesempatan untuk mengunjungi Alengka atau Ayodhya, mana yang akan kamu pilih? Ikuti kisah dekonstruktif Rahwana dan Sinta dalam novel Rahvayana. Meskipun periode prapesan telah berakhir, bukunya masih bisa kamu dapatkan di sini. Ingin tahu kelanjutan cerita mereka? Baca sekuelnya dalam Rahvayana: Ada yang Tiada!

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

Cover Lupa Endonesa

Menengok Kondisi Bangsa dari Lupa Endonesa

Cover Lupa Endonesa

“Tak malu korupsi? Tak malu berperilaku buruk? Tak malu mencederai bangsa sendiri? Atau mungkin malu tak lagi menjadi tren?” – Sujiwo Tejo

 

Jika kamu sedang mencari bacaan yang mengkritisi keadaan bangsa ini, Lupa Endonesa karya Sujiwo Tejo adalah salah satu buku yang harus kamu miliki. Dengan gaya khas sang Dalang Edan—personifikasi tokoh wayang—buku ini akan mengajakmu untuk menengok kembali persoalan sosial dan politik bangsa Indonesia yang telah melupakan jati dirinya bersama geng Ponokawan.

Personifikasi Ponokawan sebagai Penutur Cerita

Di dalam buku ini, pembaca dipertemukan Mbah Tejo dengan keempat tokoh utama yakni Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong yang akan berdialog serta mendiskusikan situasi sebuah negara bernama Endonesa. Endonesa, bukan Indonesia. Meskipun itu merupakan sebuah negara buatan sang dalang, situasi, kondisi, dan konflik Endonesa hampir sama dengan yang terjadi di Indonesia. Singkatnya, Endonesa adalah perumpamaan fiktif untuk Indonesia.

Kritik terhadap Negeri yang Disampaikan dengan Humor

Cerita-cerita yang bisa pembaca jumpai di buku ini tidaklah seperti esai yang menjenuhkan. Di setiap artikel banyak mengandung filosofi Jawa yang dapat dipetik nilai-nilainya. Cara keempat tokoh menghadirkan isu pun dikemas dengan humor yang menohok, nyeleneh, tapi tak dipungkiri, ada benarnya. Banyak dialog jenaka para tokoh yang akan membuat pembaca terpingkal. Walaupun begitu, kisah yang disuguhkan begitu kontemplatif, mengasah otak untuk berpikir kritis terhadap kondisi negeri kita.

Lupa Endonesa Akan Terbit Ulang!

Tertarik untuk membacanya? Kabar baik untukmu! Karya Mbah Tejo ini akan segera diterbitkan ulang bulan Mei 2021. Terbit ulang kali ini sekaligus merayakan ulang tahun ke-9 Lupa Endonesa sejak pertama kali dicetak pada September 2012. Cetakan terbaru ini akan hadir dengan kover baru yang dihadiahkan oleh salah satu jancukers, Luci Kurniawan, kepada Mbah Tejo.

 

Di kover terbaru buku ini, pembaca bisa menemukan gambar serabi. Semasa kecil, tiap kali berulang tahun, oleh sang ibu, Mbah Tejo selalu dibuatkan among-among, yang salah satu isinya adalah serabi. Dalam perayaan ulang tahun yang ke-9 ini, Bentang Pustaka dan Mbah Tejo ingin membagikan serabi kepada para pembaca melalui kover baru buku ini. Ikuti prapesan Lupa Endonesa dari 3—21 Mei 2021 di sini. Pantau selalu Instagram Bentang Pustaka untuk info terbaru.

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

Rahvayana Surat Cinta

Rahvayana: Surat Cinta Rahwana untuk Sinta

“Entah kenapa, Sinta, sesudah ribuan suratku kepadamu

maka suratku kepadamu kali ini tanpa basa-basi di awal.”

 

Perjuangan cinta Rahwana untuk mendapatkan Sinta tertutup oleh kisah-kisah heroik dengan tokoh-tokoh utama seperti Rama, Romeo, Menelaos, dan lain sebagainya. Namun, Sujiwo Tejo menghadirkan kisah khusus untuk Rahwana, si raksasa bermuka sepuluh, dalam Rahvayana: Aku Lala Padamu.

Baca juga: Rahvayana: Kisah Cinta Pewayangan yang Harus Dibaca Generasi Milenial

Membaca 20 bab Rahvayana ini, kita layaknya sedang diam-diam mencuri baca surat-surat cinta Rahwana kepada Sinta. Surat-surat itu menceritakan ulang pertemuan pertama, perdebatan, dan momen kebersamaan keduanya dari sudut pandang Rahwana.

Kisah yang Menembus Dimensi Ruang, Waktu, dan Tempat

Dalam Rahvayana, pembaca akan menjumpai tokoh-tokoh dari berbagai zaman berada di dunia yang sama. Batas ruang dan waktu seolah benar-benar kabur dalam universe yang diciptakan sang penulis dengan brilian. Kita akan jumpai Plato, Audrey Hepburn, Cleopatra, Hamlet, Tristan dan Isolde, serta banyak tokoh lainnya. Di sini, dimensi waktu berlaku dengan begitu bebasnya, mungkin sebab dunia pewayangan terbiasa dengan umur beribu-ribu.

Selain itu, Rahwana dan Sinta juga akan mengajakmu terbang ke berbagai tempat menakjubkan. Bali, Berlin, Singapura, dan Dubai adalah beberapa contohnya. Selain kota dan negara indah itu, pembaca juga akan diperkenalkan pada kerajaan Alengka dan Ayodya, wilayah kekuasaan Rahwana dan Rama. Semua disebutkan dalam surat Rahwana yang campur aduk kepada Sinta.

Berkenalan dengan Keempat Adik Rahwana

Pada bab awal, tampak Rahwana memperkenalkan keempat adiknya kepada Sinta melalui suratnya. Di dalam cerita Ramayana dengan Sri Rama sebagai tokoh sentral yang heroik, kita tidak dibiarkan mengintip siapa saja orang yang berada di sekitar Rahwana. Kita hanya dibiarkan menudingnya sebagai antagonis. Rahvayana membawa kita lebih dekat pada sosok Rahwana, orang-orang di sekitarnya, pemikirannya, dan perasaannya pada Sinta.

Lawwamah, Mutmainah, Supiah, dan Amarah adalah nama dari adik-adik Rahwana. Masing-masing dari mereka merepresentasikan pola pikir Rahwana. Merekalah yang memengaruhi keputusan-keputusan yang diambil Rahwana. Pembaca juga akan menemukan psikologi warna yang disampaikan lewat keempat saudara Rahwana tersebut. Lawwamah si penyuka hitam, Mutmainah si pendamba putih, Supiah si maniak kuning, dan Amarah pencandu merah.

Tak hanya itu, ketika menjawab telepon atau membaca pesan BBM dari mereka, Rahwana sampai harus menghadap arah mata angin favorit para adik. Ia akan berjalan ke utara untuk Lawwamah, menoleh ke barat untuk Mutmainah, mengarah ke selatan untuk Supiah, dan condong ke timur untuk Amarah.

 

“Keempatnya adik-adikku. Mereka lucu-lucu. Kamu harus tahu, Sinta. Supaya kalau suatu hari bertandang ke rumahku, kamu nggak kaget ketemu mereka.”

 

Baca tiap lembar surat cinta Rahwana untuk Sinta dan ikuti kisah cinta mereka yang seperti roller-coaster dalam Rahvayana: Aku Lala Padamu. Meskipun periode prapesan telah berakhir, karya Sujiwo Tejo yang satu ini masih bisa kamu dapatkan di sini.

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

kisah cinta wayang milenial

Kisah Cinta Wayang yang Harus Dibaca Generasi Milenial

Pingin baca kisah cinta wayang yang cocok untuk generasi milenial? Pada tahun 2014, ketika Rahvayana: Aku Lala Padamu karya Sujiwo Tejo pertama kali diterbitkan, istilah budak cinta atau bucin belum beredar di khalayak. Dulu, kata untuk deskripsikan tokoh Rahwana yang sering dielukan adalah setia. Namun selain itu, istilah bucin ternyata sangat sesuai untuk menggambarkan bagaimana sikap Rahwana kepada wanita pujaannya. Ya, Rahwana sangat bucin jika menyangkut Sinta.

Kebucinan Rahwana kepada Sinta bisa kita baca dalam Rahvayana, kisah pewayangan dekonstruktif yang digabungkan dengan aspek-aspek modern. Jika cinta mati itu benar ada, maka Mbah Tejo berhasil menggambarkannya dengan luar biasa melalui Rahvayana. Pembaca akan diajak untuk memikirkan kembali makna dan definisi cinta setelah menjumpai tokoh Rahwana.

“Tuhan, jika cintaku pada Sinta terlarang, mengapa kau bangun megah perasaan ini dalam sukmaku?” Rahwana dalam Rahvayana

 

kisah cinta wayang milenial

“Kisah-Kisah Cinta di Luar Rahvayana adalah Cinta-cintaan”

Begitu tutur Mbah Tejo ketika ditemui Bentang Pustaka pada hari Sabtu, 27 Maret 2021 lalu. Cerita cinta yang ecek-ecek dengan suka-dukanya yang tidak terlalu greget dan manis getirnya yang tidak terlampau ngena di hati belum bisa memaknai cinta. Lalu, mengapa Rahvayana penting dibaca oleh generasi milenial?

Karena buku ini tentang cinta. Sesederhana itu jawaban sang penulis. Beliau juga memberikan perumpamaan dengan menyebutkan salah satu tokoh wayang yang terkenal, Gatot Kaca. Gatot Kaca yang sejak kecil sudah memiliki sayap, pada kenyataan baru benar-benar bisa merasa terbang setelah ia jatuh cinta. Ibaratnya, cinta akan memberimu sayap. Dan karena itulah buku ini penting untuk dibaca.

Pelajaran tentang Cinta dan Filsafat dalam Satu Karya

Selain menyajikan kisah romansa Rahwana yang terus memperjuangkan cintanya untuk Sinta, pembaca juga dapat sekaligus mempelajari nilai-nilai filsafat yang terkandung di dalamnya. Kata Mbah Tejo, kisah dalam Rahvayana sebenarnya semua berlangsung di dalam diri kita, berlangsung di dalam jiwa kita. Pembaca akan mengetahui bahwa dalam hidup ini, manusia rupanya dituntun oleh empat macam nafsu.

Tanpa perlu membaca buku-buku filsafat, pelajarannya dapat kita petik dalam Rahvayana. Ingin belajar pikiran-pikiran ala filsuf Plato? Tenang, kamu bisa menemui Pak Plato yang menjadi pelayan di negara Alengka dalam buku ini. Tertarik dengan ajaran Aristoteles? Kamu juga dapat menemukannya di Rahvayana. Keduanya merepresentasikan pikiran dan ajaran filsafat hidup yang perlu kita ketahui.

Dalam Rahvayana, Sujiwo Tejo menghadirkan cerita pewayangan yang sangat lekat dengan keseharian kita, menggelitik, dan sarat akan perenungan. Buku ini menawarkan beragam refleksi mendalam tentang hidup, relasi antarmanusia, dan cinta. Sambil menikmati cerita, pembaca bisa mendengarkan iringan musik yang dapat diakses dengan scan QR code di halaman-halaman buku.

Menarik, bukan? Untuk mendapatkan Rahvayana: Aku Lala Padamu, kamu bisa mengikuti kisah cinta wayang untuk generasi milenial di sini. Selain buku menakjubkan ini, kamu juga akan mendapatkan poster eksklusif Mbah Tejo dengan tanda tangannya. Segera pesan bukunya sebelum kehabisan!

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

rahwana-dan-sinta

Kisah Cinta Rahwana dan Sinta dalam Rahvayana

Kisah cinta Sinta dan Rama pastinya sudah tak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, namun bagaimana kisah cinta Rahwana dan Sinta? Kita kerap mendengarnya sebagai sastra lisan, cerita turun-temurun dari para pendahulu. Banyak juga yang menemukannya di dalam teks buku pelajaran. Semuanya kurang lebih sama, mengisahkan tentang bagaimana Rama menyelamatkan istrinya, Sinta, yang diculik oleh raksasa jahat bernama Rahwana.

Selama ini, kita menerima kisah itu sebagaimana anggapan umum yang beredar di masyarakat. Rahwana adalah si antagonis yang memaksakan cintanya kepada Sinta, Rama adalah pahlawan yang berjuang untuk menyelamatkan istrinya, dan Sinta menjadi wanita yang perlu diselamatkan. Namun, pernahkah kamu bertanya-tanya, apa benar ceritanya seperti itu? Atau mungkin ada sesuatu yang sejarah sembunyikan?

rahwana-dan-sinta

idntimes.com

Karya Sastra yang Dekonstruktif: Rahwana dan Sinta

Saat ini, definisi kebenaran bukanlah kejujuran atau fakta tentang suatu hal, melainkan apa yang dipercaya oleh banyak orang. Di sinilah Sujiwo Tejo hadir dengan dwiloginya, Rahvayana. Seri pertama Rahvayana, Aku Lala Padamu, akan memperkenalkan pembaca pada konsep dekonstruksi fiktif dalam sebuah karya sastra yang masih terhitung jarang di pasaran.

Sang penulis atau yang kerap disapa Mbah Tejo, memberikan redefinisi cinta lewat representasi tokoh Rahwana. Bagi pembaca baru karya Mbah Tejo, mungkin akan merasa bingung pada awalnya karena alur yang tidak runtut. Namun, setelah menamatkan Rahvayana, benang merah dapat ditarik tentang bagaimana perjuangan Rahwana demi mendapatkan cinta Sinta yang merupakan titisan Dewi Widowati.

Baca Juga: Rahvayana: Surat Cinta Rahwana untuk Sinta

Rahvayana Sudah Bisa Dipesan

Jika Rahvayana, Aku Lala Padamu mengisahkan tentang cerita cinta Rahwana dan Sinta, lalu bagaimana dengan Rama? Apakah lambat laun Sinta melabuhkan hatinya kepada Rahwana setelah menyaksikan langsung perjuangannya? Mungkinkah Sinta akhirnya luluh usai membaca untaian kata indah dalam surat-surat cinta dari Rahwana? Kamu bisa menemukan jawabannya dalam Rahvayana!

Karya yang menyegarkan ini akan membawa perasaanmu jungkir balik seperti sedang menaiki wahana roller-coaster. Kamu akan dibuat gemas dengan sikap Sinta dan berkali-kali meneriakkan, “Bucin!” kepada Rahwana. Tenang saja, penantianmu tidak akan lama, Rahvayana: Aku Lala Padamu dengan kover terbaru bisa mulai kamu pesan bulan depan. Mari kita selami dunia dekonstruktif Mbah Tejo dan ikuti perjalanan cinta Rahwana dan Sinta dalam Rahvayana di sini.

 

“Sinta, kabarmu masih baik, kan? Kalau tak salah hitung, ini sudah suratku yang kedelapan kepadamu. Darimu belum ada balasan.”

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

BENTANG PUSTAKA

Lima Talijiwo di Buku Terbaru Sujiwo Tejo Ini Cocok Kamu Pakai untuk Mbribik Gebetanmu

Sujiwo Tejo dikenal sebagai seniman dan budayawan serba-bisa: dalang, peniup saksofon, penyair, aktor, penyanyi, komposer, pelukis, bahkan penulis esai yang andal. Lelaki kelahiran Jember, 57 tahun silam ini terus konsisten memopulerkan nilai-nilai wayang di Indonesia maupun di dunia internasional. Tulisan-tulisan Sujiwo Tejo dikenal halus sekaligus tajam, penuh kritik sekaligus berimbang. Baru-baru ini, Sujiwo Tejo menulis buku berjudul Senandung Talijiwo. Buku ini berisi mengenai kisah-kisah Sastro dan Jendro yang lekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Sujiwo Tejo hendak mengajak kita ngobrol soal cara menyikapi takdir hidup kita. Disajikan dengan bahasa yang jenaka, memunculkan kesan intim dari komunikasi yang hendak dijalin Sujiwo Tejo. Ditambah sajak-sajak Talijiwo, kita bakal dibuat klepek-klepek dan betah berlama-lama membacanya.

Memang apa saja, sih, Talijiwo-Talijiwo yang ada dalam buku Senandung Talijiwo ini? Berikut adalah lima Talijiwo yang cocok kamu gunakan untuk mbribik gebetanmu.

Ternyata mencintai bukanlah cara untuk berbahagia. Mencintai tak lain cuma percobaan-percobaan kecil untuk melukai diri agar kelak tabah menghadapi luka-luka yang lebih besar, Kekasih.

Benar juga, sih. Cinta, kan, tidak melulu bahagia, pasti ada sakitnya juga. Semakin terbiasa kita dengan luka, semakin imun hati kita menerima luka-luka yang lebih besar nantinya. Jadi, terima kasihlah pada mantan yang telah melukaimu. Heuheuheu. Karenanya, kita akan semakin bijak dan dewasa.

Kekasih, cinta tetap mengenalimu walau bertambah ukuran bajumu. Cinta tetap mengenalimu walau berkurang ukuran bajumu. Sementara, cinta sendiri tak bisa diukur. Penjahit tak bisa mengukur cinta. Hanya penjahat yang selalu penasaran mengukurnya lalu menakut-nakutimu agar tidak mencinta.

Level tertinggi mencintai seseorang adalah mencintainya tanpa alasan. Tak ada sebab dan perantara, cinta akan tetap hadir walau kita berubah tak lagi sama. Wah, kalau ada yang bilang, “aku mencintaimu apa adanya”, langsung gas nikahin. Heuheuheu .…

Buih di samudra belumlah samudra, Kekasih. Begitu juga seluruh kata yang berbuih-buih di dalam cinta, belumlah cinta.

Jangan mengaku cinta, jika hanya omong. Jika cinta diukur dengan omongan, tentu cinta yang paling besar adalah para politikus, eh. Lalu, cinta diukur dengan apa, dong? Cinta tak dapat diukur, seperti luas dan dalamnya samudra, hanya dapat diketahui setelah mengarungi dan menyelaminya.

Jarak sudah ada sebelum meteran ditemukan. Rindu sudah ada sebelum aku menemukanmu, Kekasih.

Talijiwo Mbah Tejo yang ini begitu futuristik. Hehe. Aku tahu jarak ke rumahmu jauh, tetapi aku mampu mengukur meter panjangnya. Aku tahu tentang rindu, akankah aku mampu menemukanmu? Heuheuheu ….

Manusia harus saling mengingatkan kepada kebaikan, Kekasih, karena hutan, gunung, sawah, dan lautan hanya bisa mengingatkan kita kepada mantan.

Apakah dalam Talijiwo tersebut yang dimaksud Mbah Tejo mantan berarti buruk? Hehe. Tidak juga, misal mantanmu masih setia mengingatkan kepada kebaikan, berarti itu mantan yang baik. Misal, mantanmu mengingatkan tentang pentingnya menjaga silaturrahmi, eh, malah tak jadi putus. Heuheuheu ….

Nah, itu tadi Talijiwo pilihan yang dapat kamu gunakan untuk mbribik gebetanmu. Sila dicoba ke gebetan. Heuheuheu …. Masih banyak Talijiwo yang terdapat dalam buku karya terbaru Sujiwo Tejo. Ah, akan lebih baik jika Talijiwo-Talijiwo itu kita baca bersama dan disenandungkan menjadi Senandung Talijiwo. Segera dapatkan buku Senandung Talijiwo lewat Special Order di http://bit.ly/senandungtalijiwo. Mengapa spesial? Karena ada harga spesial, yaitu Rp67.150,00 (harga asli Rp79.000,00) dan bertanda tangan Sujiwo Tejo. Selain itu, kamu juga berkesempatan untuk memperoleh kaos eksklusif Senandung Talijiwo yang bakal diundi setiap harinya. Ada 10 kaos bagi kamu yang beruntung. Untuk informasi terbaru mengenai buku ini, bisa diperoleh melalui akun media sosial (Facebook, Instagram, dan Twitter) @bentangpustaka. Periode Special Order berlangsung 18—27 April 2019.

Senandung Talijiwo

Special Order Senandung Talijiwo

Special Order Senandung Talijiwo, karya terbaru Sujiwo Tejo

Dengan mengikuti Special Order ini, kamu akan mendapatkan buku bertanda tangan Sujiwo Tejo yang tidak akan kamu dapatkan di tempat lain. Selain itu, kamu juga berkesempatan memenangkan undian kaos Senandung Talijwo setiap harinya.

Kamu bisa mengikuti Special Order Senandung Talijiwo dengan memilih daftar toko buku online dan reseller di bawah ini. Langsung klik pada nama toko bukunya, yaa

  1. Alifiabookstore
  2. Bukabuku
  3. Bookishtorage – Yogyakarta
  4. Bukukita.com
  5. ParcelBuku.net
  6. Kamar Buku – Jakarta
  7. Katalis Bookstore – Bandung
  8. Mizanstore.com – Jakarta
  9. Kerenbeken_store – Yogyakarta
  10. Bukku.id – Jakarta
  11. Nayla Kurnia
  12. Semesta Kata – Balikpapan
  13. Klasika Bookstore
  14. Onobuku – Yogyakarta
  15. Grobmart.com
  16. Mojumoya – Bandung
  17. Demabuku.com – Jakarta
  18. BukuWanita – Tangerang
  19. Republikfiksi
  20. Serba Serbi – Jakarta
  21. Preloved Book Bandung
  22. Bukubukularis.com – Bogor
  23. Penjara Buku – Semarang
  24. Belanjabuku6 – Ponorogo
  25. Yogi Abienzo – Bogor
  26. 313 Jaya – Surabaya
  27. Bookstore.fm – Jakarta
  28. Nulis Buku – Jakarta & Bekasi
  29. Parist Book Store – Kudus
  30. Panthelopedia – Wonosobo
  31. Millennia Bookstore
  32. Toko Nubu
  33. @lagijualbuku
  34. Litera
  35. Suprayogi
  36. Alfiyatun Rokhmah
  37. Anna Syahroni
© Copyright - Bentang Pustaka