BENTANG PUSTAKA

Lima Talijiwo di Buku Terbaru Sujiwo Tejo Ini Cocok Kamu Pakai untuk Mbribik Gebetanmu

Sujiwo Tejo dikenal sebagai seniman dan budayawan serba-bisa: dalang, peniup saksofon, penyair, aktor, penyanyi, komposer, pelukis, bahkan penulis esai yang andal. Lelaki kelahiran Jember, 57 tahun silam ini terus konsisten memopulerkan nilai-nilai wayang di Indonesia maupun di dunia internasional. Tulisan-tulisan Sujiwo Tejo dikenal halus sekaligus tajam, penuh kritik sekaligus berimbang. Baru-baru ini, Sujiwo Tejo menulis buku berjudul Senandung Talijiwo. Buku ini berisi mengenai kisah-kisah Sastro dan Jendro yang lekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Sujiwo Tejo hendak mengajak kita ngobrol soal cara menyikapi takdir hidup kita. Disajikan dengan bahasa yang jenaka, memunculkan kesan intim dari komunikasi yang hendak dijalin Sujiwo Tejo. Ditambah sajak-sajak Talijiwo, kita bakal dibuat klepek-klepek dan betah berlama-lama membacanya.

Memang apa saja, sih, Talijiwo-Talijiwo yang ada dalam buku Senandung Talijiwo ini? Berikut adalah lima Talijiwo yang cocok kamu gunakan untuk mbribik gebetanmu.

Ternyata mencintai bukanlah cara untuk berbahagia. Mencintai tak lain cuma percobaan-percobaan kecil untuk melukai diri agar kelak tabah menghadapi luka-luka yang lebih besar, Kekasih.

Benar juga, sih. Cinta, kan, tidak melulu bahagia, pasti ada sakitnya juga. Semakin terbiasa kita dengan luka, semakin imun hati kita menerima luka-luka yang lebih besar nantinya. Jadi, terima kasihlah pada mantan yang telah melukaimu. Heuheuheu. Karenanya, kita akan semakin bijak dan dewasa.

Kekasih, cinta tetap mengenalimu walau bertambah ukuran bajumu. Cinta tetap mengenalimu walau berkurang ukuran bajumu. Sementara, cinta sendiri tak bisa diukur. Penjahit tak bisa mengukur cinta. Hanya penjahat yang selalu penasaran mengukurnya lalu menakut-nakutimu agar tidak mencinta.

Level tertinggi mencintai seseorang adalah mencintainya tanpa alasan. Tak ada sebab dan perantara, cinta akan tetap hadir walau kita berubah tak lagi sama. Wah, kalau ada yang bilang, “aku mencintaimu apa adanya”, langsung gas nikahin. Heuheuheu .…

Buih di samudra belumlah samudra, Kekasih. Begitu juga seluruh kata yang berbuih-buih di dalam cinta, belumlah cinta.

Jangan mengaku cinta, jika hanya omong. Jika cinta diukur dengan omongan, tentu cinta yang paling besar adalah para politikus, eh. Lalu, cinta diukur dengan apa, dong? Cinta tak dapat diukur, seperti luas dan dalamnya samudra, hanya dapat diketahui setelah mengarungi dan menyelaminya.

Jarak sudah ada sebelum meteran ditemukan. Rindu sudah ada sebelum aku menemukanmu, Kekasih.

Talijiwo Mbah Tejo yang ini begitu futuristik. Hehe. Aku tahu jarak ke rumahmu jauh, tetapi aku mampu mengukur meter panjangnya. Aku tahu tentang rindu, akankah aku mampu menemukanmu? Heuheuheu ….

Manusia harus saling mengingatkan kepada kebaikan, Kekasih, karena hutan, gunung, sawah, dan lautan hanya bisa mengingatkan kita kepada mantan.

Apakah dalam Talijiwo tersebut yang dimaksud Mbah Tejo mantan berarti buruk? Hehe. Tidak juga, misal mantanmu masih setia mengingatkan kepada kebaikan, berarti itu mantan yang baik. Misal, mantanmu mengingatkan tentang pentingnya menjaga silaturrahmi, eh, malah tak jadi putus. Heuheuheu ….

Nah, itu tadi Talijiwo pilihan yang dapat kamu gunakan untuk mbribik gebetanmu. Sila dicoba ke gebetan. Heuheuheu …. Masih banyak Talijiwo yang terdapat dalam buku karya terbaru Sujiwo Tejo. Ah, akan lebih baik jika Talijiwo-Talijiwo itu kita baca bersama dan disenandungkan menjadi Senandung Talijiwo. Segera dapatkan buku Senandung Talijiwo lewat Special Order di http://bit.ly/senandungtalijiwo. Mengapa spesial? Karena ada harga spesial, yaitu Rp67.150,00 (harga asli Rp79.000,00) dan bertanda tangan Sujiwo Tejo. Selain itu, kamu juga berkesempatan untuk memperoleh kaos eksklusif Senandung Talijiwo yang bakal diundi setiap harinya. Ada 10 kaos bagi kamu yang beruntung. Untuk informasi terbaru mengenai buku ini, bisa diperoleh melalui akun media sosial (Facebook, Instagram, dan Twitter) @bentangpustaka. Periode Special Order berlangsung 18—27 April 2019.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta