Lupa Endonesa: Satir Penuh Humor

Foto Produk Lupa Endonesa

Dalam karya Sujiwo Tejo ini, Ponokawan akan membawamu berkelana ke negeri Endonesa yang penuh dengan polemik dan permasalahan internal. Percakapan santai mereka berupa satir yang disampaikan dengan jenaka tentang kacau-balaunya situasi di sana–yang merujuk pada Indonesia.

Baca juga: Menengok Kondisi Bangsa dari Lupa Endonesa

Penasaran isu apa saja yang dibahas Ponokawan tanpa malu-malu dalam Lupa Endonesa? Baca habis artikel ini untuk mendapatkan bocorannya.

Indonesia Membutuhkan Kementerian Pemberdayaan Laki-Laki

Jika perempuan mengalami pelecehan, mereka bisa melaporkannya ke Komnas Perempuan atau lembaga dan organisasi lain yang menaungi dan memberdayakan kaum hawa. Namun, bagaimana dengan laki-laki? Jika laki-laki mengalami hal yang sama, kepada siapa mereka harus melapor? Polisi? Kejaksaan? Begitulah yang disampaikan Bagong dengan berapi-api ketika berbincang dengan saudaranya yang jangkung, Petruk.

Masih banyak orang yang menganggap bahwa pelecehan terhadap laki-laki adalah hal yang tidak seharusnya dilaporkan. Selain kultur maskulin yang enggan menelan ego, pihak yang berwajib kerap meremehkan kasus semacam itu. Itulah salah satu alasan mengapa Bagong bersikeras bahwa Kementerian Pemberdayaan Laki-Laki mutlak kita butuhkan. Bahkan katanya, kalau perlu kantornya di seberang Kementerian Pemberdayaan Perempuan sekalian saja!

Sindiran untuk Sikap Bangsa ketika Aset Negeri Diaku Negara Lain

Dalam bab yang berjudul Anakmu Bukan Anakmu, penulis yang akrab disapa Mbah Tejo ini tidak bertele-tele dalam menyampaikan opininya. Ia mengatakan bahwa Anakmu Bukanlah Anakmu ini sebenarnya kalimat yang dipinjam dari Kahlil Gibran. Intinya, anak kita sebenarnya bukan sepenuhnya milik kita. Mereka memiliki cita-cita sendiri yang tidak bisa kita setir. Mereka adalah anak-anak panah yang memelesat dari busur-busurnya sendiri.

Ponokawan mengaitkan hal itu dengan ibu pertiwi atau Indonesia. Dalam konteks ini, Mbah Tejo merujuk pada bangsa kita yang memiliki anak-anak berupa aset negara seperti pulau, kesenian, kebudayaan, dan lainnya. Dengan tegas, sang dalang mengungkapkan bahwa seorang ibu bukanlah orang yang melahirkan. Seorang ibu adalah orang yang merawat dan membesarkan. Contoh dalam konteksnya bagaimana? Janganlah kita merasa menjadi ibu yang memiliki tari Pendet hanya karena kita melahirkan tarian tradisional itu. Coba tanya pada diri sendiri, apa yang sudah bangsa ini lakukan untuk merawat dan membesarkan tari Pendet?

 

Dua isu tersebut hanyalah bagian kecil dari keseluruhan permasalahan yang diulas dalam Lupa Endonesa. Buku ini akan mengingatkanmu tentang berbagai problem dalam negeri seperti pemimpin yang dianggap tidak memihak rakyat, pejabat yang korup, dan lainnya. Baca kisah seru para Ponokawan dan segera ikuti prapesan Lupa Endonesa di sini. Ada bonus stiker dan kaus bagi kamu yang mengikuti prapesannya, lho!

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

1 reply

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] Baca juga: Lupa Endonesa: Satir Penuh Humor […]

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta