alasan anak suka membantah

5 Alasan Anak Suka Membantah

Anak yang suka membantah akan dianggap sebagai anak yang tidak sopan dan tidak menghargai orang tua. Sebagai orang tua, kita juga sedih jika anak tidak menurut perkataan kita, apalagi jika mereka membantah sambil membentak dan marah-marah. Kita juga dibuat bertanya-tanya apa yang salah dengan pengasuhan kita. Lebih parahnya, kita bertanya apa yang salah dari anak kita.

Anak yang suka membantah tidak otomatis merupakan anak yang tidak sopan atau tidak menghargai orang tua. Banyak alasan psikologis anak suka membantah. Alasan-alasan tersebut perlu diperhatikan oleh orang tua. Ketika kita telah mengerti alasan anak suka membantah, kita dapat mengambil langkah yang tepat untuk menangani anak yang suka membantah.

Dalam buku Gentle Discipline yang diterbitkan Bentang Pustaka, Sarah Ockwell-Smith menjelaskan lima alasan anak suka membantah. Kelima alasan tersebut berhubungan dengan kondisi psikologis anak, cara kita berkomunikasi dengan anak, dan hubungan kita dengan mereka. Setelah mengetahui alasan anak suka membantah, diharapkan orang tua untuk lebih mengerti situasi anak. Ketika kita tahu apa yang sedang anak rasakan, kita tidak akan tanpa sadar memperkeruh keadaan seperti membentak balik.

 

1. Kurang Empati dan Pemahaman dari Orang Tua

Anak juga seperti kita yang ingin dihargai dan dipahami. Namun, sering kali kita, sebagai orang tua, kurang memahami atau bahkan lupa jika anak perlu dimengerti. Kita sering asal menyuruh anak dengan nada memerintah yang tak enak didengar lalu berharap anak akan menuruti perintah kita. Bukankah anak wajib mengikuti perkataan orang tua? Tapi, faktanya aturan tak tertulis tersebut percuma saja jika orang tua tidak memperlakukan anak dengan baik.

Bayangkan, jika kita sedang berkonsentrasi terhadap suatu hal, lalu ada orang yang mengiterupsi kita dan menyuruh kita melakukan sesuatu, pasti kita akan merasa tidak senang dan bisa jadi membantah mereka. Contoh lain, jika ada orang yang meminta tolong namun dengan nada bossy atau tanpa menggunakan kata ‘tolong’, kita pasti juga akan malas menolong mereka.

Hal tersebut juga terjadi kepada anak kita. Jika kita menyuruh anak ditengah-tengah kesibukannya, bisa jadi mereka menjadi sebal dan membantah kita. Begitu pula jika kita menyuruh anak dengan nada ketus yang tidak mengenakan. Anak akan semakin malas menuruti perkataan kita.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengerti kondisi anak saat kita ingin memerintah atau memita tolong kepada mereka. Hargai situasi dan perasaan anak. Ketika kita meminta tolong, gunakan pula nada yang gentle atau halus.

Jika anak sedang membantah, sebaiknya kita menghadapinya dengan perlakuan yang gentle. Memarahi atau membentak anak hanya akan memperkeruh keadaan. Anak akan menjadi semakin membantah kita.

2. Anak Suka Membantah Sebagai Respons Stress

Bukan hanya orang dewasa yang bisa mengalami stress. Anak-anak juga dapat mengalami Anak bisa saja stress karena ada masalah di sekolah dan dengan teman-teman mereka. Walaupun anak stress karena hal sepele, stress tetaplah stress.

Ada beberapa cara manusia menyalurkan stress yang mereka rasakan. Salah satunya adalah dengan membantah atau berlaku tidak sopan kepada orang lain. Jika orang dewasa bisa berlaku tidak baik ketika stress, apalagi anak-anak yang masih kesulitan mengatur emosi.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk tahu beban pikiran apa yang sedang anak rasakan. Ajak anak untuk curhat ketika mereka sedang dalam keadaan santai. Menceritakan masalah yang anak hadapi akan membantu mengurangi pikiran anak yang memicu stress.

 

3. Ketidakberdayaan

Selalu diberitahu apa yang harus dan tidak harus dilakukan membuat anak merasa tidak memiliki kendali atas hidupnya. Membantah perkataan atau perintah orang tua adalah usaha anak untuk memiliki atau mengambil alih kendali atas hidup mereka. Sebagai orang tua, kita harus memberikan ruang kendali kepada anak. Ketika anak memiliki kendali, anak akan lebih mandiri, merasa dirinya dihargai, dan bukan anak yang harus selalu menurut perkataan orang tua.

Memang akan ada saat dimana orang tua perlu mengambil kendali. Contohnya dengan melarang mereka bermain di tempat yang kurang aman. Jika saat itu datang, orang tua perlu untuk memberikan penjelasan kenapa anak tidak boleh bermain di tempat tertentu. Setelah itu, tanyakan perasaan mereka terhadap larangan tersebut. Dengan begitu, anak dapat mengekspresikan emosinya. Lalu ajak anak berdiskusi untuk menentukan kegiatan atau tempat lain yang aman untuk bermain. Secara tidak langsung orang tua telah melibatkan anak dalam menentukan baik dan buruknya keinginan mereka.

 

4. Disonansi Kognitif

Disonansi kognitif adalalah keadaan psikologi dimana pertentangan antara pengetahuan dan tindakan. Contohnya, jika anak ingin melakukan hal yang tidak sopan lalu memberi tahu mereka alasan hal tersbut tidak baik untuk dilakukan, anak bisa saja tetap melakukannya atau membantah orang tua. Hal ini dilakukan mereka untuk menyangkal fakta bahwa penjelasan orang tua benar. Karena mereka tidak suka untuk mempertanyakan keyakinan awal mereka, mereka akan menyalurkannya dengan membantah orang tua.

Untuk mengatasi hal ini, buatlah anak supaya memiliki kepercayaan kepada kita. Katakan bahwa melakukan kesalahan itu manusiawi. Hal tersbut dapat memancing anak untuk mengakui kesalahannya, bukan malah membantah orang tua.

 

5. Anak Suka Membantah karena Frustasi

Ketika ana beranjak dewasa, anak akan semakin sadar bahwa cerita Disney tidaklah nyata. Mereka sadar bahwa orang tua mereka bukanlah superhero dan hanya manusia biasa. Mereka akan melihat bahwa realita tidak seindah yang dia bayangkan waktu kecil. Biasanya hal ini terjadi pada masa praremaja sampai remaja. Mereka sedang berada diantara kategori usia anak-anak dan dewasa. Hal ini akan membuat mereka frustasi karena mereka bukanlah anak-anak dan orang dewasa. Rasa frustasi ini yang memicu mereka untuk suka membantah.

 

Dari alasan-alasan di atas, sudah jelas bahwa komukasi dan rasa percaya antara anak dan orang tua sangat penting. Membangun komunikasi dan keterbukaan yang baik dengan anak memang tidak mudah. Orang tua perlu banyak belajar lewat pengalaman sendiri maupun orang lain, ahli parenting dan buku parenting. Gentle Discipline adalah buku yang ditulis oleh seoarang psikolog. Materi yang ada di buku tersebut sudah terbukti ampuh mengatasi masalah-masalah parenting. Bahkan, selain menjelaskan alasan anak suka membantah, Sarah juga menjelaskan secara dalam bagaimana cara orang tua menangani anak yang suka membantah.

Merawat Hewan Peliharaan Sebagai Aktivitas Montessori

Dalam metode pendidikan montessori, lingkungan menjadi salah satu komponen utama yang mendukung perkembangan anak. Montessori menekankan anak untuk bisa belajar dari alam dan memahami unsur kehidupan yang terlibat di dalamnya. Anak bisa mempelajari hal tersebut di lingkungan sekitar rumah, salah satunya melalui hewan peliharaan. Berikut ini beberapa manfaat dari hewan peliharaan bagi anak, sebagai sebuah aktivitas pembelajaran ala montessori.

Melatih Observasi

Anak-anak memiliki rasa penasaran yang besar. Mereka akan menunjukkan ketertarikan untuk memahami benda atau mahluk hidup yang ada di sekitarnya. Hewan peliharaan bisa menjadi pendukung latihan observasi si kecil. Selain anak bisa berinteraksi dengan aman, hewan peliharaan juga selalu berada di sekitar rumah sehingga anak bisa mengamati secara bertahap dan rutin. Hal ini bisa dimulai dengan pengamatan kecil, seperti mengamati bentuk dan warna hewan, serta suara yang mereka buat.

Melatih Tanggung Jawab

Jika anak sudah mengenal hewan peliharaan dan menunjukkan ketertarikan, biasanya mereka juga akan memiliki keinginan untuk ikut merawat hewan tersebut. Ini adalah kesempatan yang bagus untuk melatih tanggung jawab anak. Misalnya anak diajari kapan seharusnya memberi hewan peliharaan makan dan minum tiap harinya, kapan mereka harus dimandikan, kapan mengajak mereka bermain atau berjalan-jalan keluar.

Hewan Peliharaan sebagai Pengenalan Sains

Lewat hewan peliharaan, anak bisa mengenal sains secara sederhana. Tanpa disadari, mereka sebetulnya sedang mempelajari teori dan konsep sains yang terdapat dalam buku-buku pelajaran. Misalnya dengan memelihara hewan, mereka bisa belajar tentang bagaimana mahluk hidup tumbuh dan berkembang biak ketika akhirnya hewan itu beranak-pinak.

Menumbuhkan Empati dan Kemanusiaan

Poin yang tak kalah penting dalam pendidikan adalah pembentukan karakter dalam diri anak. Dengan merawat hewan peliharaan, anak bisa memahami alam dan lingkungan sebagai sesuatu yang harus dijaga dan disayangi. Selain itu, mereka bisa  membentuk suatu ikatan yang bisa menumbuhkan rasa kepedulian terhadap mahluk lain. Jika nilai-nilai ini tertanam sejak dini, maka akan terbentuk karakter pribadi yang positif dalam diri anak dan akan terbawa hingga ia besar nanti.

 

Lalu, bagaimana jika di rumah tidak ada hewan peliharaan? Para orang tua tidak perlu khawatir. Anak-anak masih bisa belajar melalui lingkungan sekitar, asalkan kita mau ikut membimbing dan mendukung mereka.  Misalnya kita bisa mengajak anak memberi makan sekawanan burung ketika berjalan-jalan di taman sambil menjelaskan hal-hal yang menarik perhatian mereka. Tak hanya dengan hewan peliharaan, masih ada banyak ide aktivitas menarik lainnya dalam buku Montessori Play and Learn oleh Lesley Britton. Semuanya mudah untuk kita aplikasikan di rumah bersama si kecil. Yuk, segera baca bukunya!

Buku Montessori Play and Learn oleh Lesley Britton

mengoptimalkan perkembangan ank

Mengoptimalkan Perkembangan Anak: Mereka Butuh Bermain Bebas!

Orang tua yang peduli terhadap anak mereka pasti juga peduli terhadap perkembangannya. Namun, belum tentu semua dari mereka itu tahu cara mengoptimalkan perkembangan anak. Lebih parahnya lagi, mereka tak sadar bahwa cara pengasuhan mereka malah menghambat perkembangan anak.

Perkembangan anak yang dimaksud bukan hanya perkembangan dalam bidang akademis atau hard skills, melainkan juga soft skills, seperti kemampuan untuk percaya diri, mengatasi masalah, dan bersosialisasi. Mengoptimalkan perkembangan anak sebenarnya mudah saja. Sayangnya, banyak dari kita yang yang terlalu mencemaskan perkembangan dan kesejahteraan anak. Karena rasa cemas ini malah membuat banyak orang tua yang terlalu protektif terhadap anak. Melindungi anak memang perlu, tetapi terlalu protektif terhadap anak adalah boomerang bagi perkembangan anak. Orang tua yang terlalu protektif terhadap anak biasanya menggunakan metode helicopter parenting, dengan sadar atau tidak sadar.

 

Apa Itu Helicopter Parenting?

Helicopter parenting adalah gaya parenting yang terlalu fokus terhadap anak. Helicopter parents merupakan orang tua yang terlalu protektif, terlalu mengontrol, dan terlalu ikut campur terhadap urusan anak. Contoh dari perilaku tersebut adalah ikut membantu atau menangani masalah sepele yang sebenarnya anak-anak bisa selesaikan sendiri. Hellicopter parents juga selalu memonitor anak dan mengarahkan apa yang harus mereka lakukan sepanjang waktu.

 Hellicopter parents beranggapan bahwa mereka perlu untuk membantu dan mengontrol anak sepanjang waktu untuk memastikan perkembangan anak. Mereka menganggap bahwa masalah yang dihadapi anak hanya akan membuat anak menjadi tidak bahagia. Padahal, terlalu mencampuri atau terlibat dalam urusan anak hanya akan membuat anak sulit berkembang. Hal tersebut disebabkan anak tidak memiliki ruang untuk belajar dan tumbuh.

Ruang untuk berkembang pada dasarnya sangat penting untuk perkembangan anak. Ruang tersebut mengizinkan anak untuk mengasah soft skill mereka. Jessica Joelle dan Ibsen Dissing dalam bukunya yang berjudul The Danish Way of Parenting menjelaskan dampak buruk terhadap perkembangan anak dari cara pengasuhan yang terlalu mengekang. Sesuai judulnya, buku parenting yang satu ini mengambil sudut pandang dan cara pengasuhan orang Denmark. Dalam mengasuh anak, orang Denmark tidak terlalu mengontrol kegiatan anak. Sebaliknya, mereka lebih leluasa dalam memberikan ruang untuk anak berkembang. Ruang berkembang ini akan membantu anak untuk dapat mengasah soft skills dan bahkan hard skills mereka.

 

Helicopter Parenting Menghambat Kendali Internal Anak

Kendali internal sangat penting untuk menunjang tumbuh kembang anak. Anak yang memiliki kendali internal sadar bahwa mereka memiliki kemampuan untuk mengendalikan hidup dan hal-hal yang terjadi pada mereka. Hal ini sangat diperlukan oleh semua orang sejak dini karena kendali internal berpengaruh terhadap proses perkembangan anak. Anak yang memiliki kendali internal akan memiliki rasa percaya diri bahwa mereka dapat menghadapi dan menyelesaikan masalah dan kesulitan yang terjadi pada mereka. Hal ini akan membantu anak untuk memiliki fondasi kuat dalam kemandirian, rasa percaya diri, dan rasa mencintai diri sendiri.

Lawan dari kendali internal adalah kendali eksternal. Anak yang memiliki kendali eksternal percaya bahwa hidup mereka dikendalikan oleh faktor eksternal, seperti lingkungan dan nasib. Anak yang memiliki kendali eksternal akan lebih rentan mengalami kecemasan dan depresi. Hal tersebut disebabkan bahwa mereka percaya tidak dapat mengendalikan hidup mereka. Lebih parahnya, mereka tidak tahu apakah mereka dapat menyelesaikan masalah atau kesulitan yang mereka hadapi.

Hellicopter parenting menanamkan kendali eksternal pada anak. Ketika orang tua selalu menentukan apa yang terbaik untuk anak dan membantu anak dalam menyelesaikan masalah mereka, anak akan berpikir bahwa mereka tidak memiliki kendali atas hidupnya. Mereka merasa tidak memiiki kemampuan untuk menentukan apa yang baik untuk diri mereka sendiri. Mereka juga tidak memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan masalah.

Terlebih lagi, rasa cemas dan depresi membuat anak sulit untuk berkembang. Contohnya, mereka enggan untuk mencoba hal baru. Padahal, dengan hal baru, anak dapat mencoba kemampuan baru yang menunjang perkembangannya.

 

Bermain Bebas Memberi Ruang bagi Perkembangan Anak

Jika kita ingin mengoptimalkan perkembangan anak, yang kita perlu lakukan adalah membiarkan anak untuk bermain bebas. Bermain di sini bukanlah bermain alat musik, olahraga, atau permainan yang sudah diatur sedemikian oleh orang dewasa. Bermain yang dimaksud adalah aktivitas anak untuk bebas memainkan permainannya sendiri baik bersama teman maupun seorang diri. Orang tua juga tidak perlu selalu mengawasi anak saat bermain. Biarkan anak mengambil kendali atas hidupnya sendiri. Jika kita merasa perlu membantu anak, pastikan bahwa anak benar-benar membutuhkan bantuan kita. Sederhana bukan?

Ketika bermain bebas, anak dapat membangun kendali internal karena mereka merasa memiliki tanggung jawab terhadap hidup mereka. Bermain bebas juga menjadi ruang untuk mencoba hal baru yang akan meningkatkan rasa percaya diri anak dan skills anak lainnya. Jika anak memiliki masalah dalam permainannya, memberinya kesempatan untuk mengatasi sendiri juga dapat mendorong kemampuan problem-solving dan rasa tanggung jawab mereka.

 

Menghilangkan Helicopter Parenting

Mengoptimalkan perkembangan anak memang sederhana. Hal yang sulit adalah untuk memberikan kepercayaan kepada anak. Sebagai orang tua, rasa khawatir terhadap kebahagiaan anak itu normal. Namun, orang tua juga harus belajar untuk mengurangi rasa khawatir tersebut dan berhenti untuk terlalu mengontrol hidup anak. Jika ingin anak kita berkembang, kita juga harus yakin bahwa mereka bisa berkembang bukan? Hellicopter parenting adalah bukti bahwa orang tua masih memiliki keraguan atas kemampuan anak untuk mengembangkan diri mereka sendiri.

Jika kita merasa kesulitan dalam mengurangi rasa cemas, kita dapat belajar dari ahli parenting seperti dengan membaca buku, artikel, maupun majalah. The Danish Way of Parenting yang diterbitkan oleh Bentang Pustaka juga ditulis oleh ahli yang telah melakukan riset tentang metode pengasuhan ala orang Denmark. Buku The Danish Way of Parenting juga menjelaskan cara mengoptimalkan bermain bebas untuk menunjang perkembangan optimal anak.

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta