5 Tanda Orang Tua Memprogram Hidup Anak Menurut The Danish Way of Parenting

Apakah Anda termasuk kedalam kategori orang tua yang senang memprogram hidup anak? Mari kita lihat beberapa tanda dan ciri bahwa kita sudah berusaha mendidik anak dengan cara memprogram hidup mereka, seperti yang ada dalam buku The Danish Way of Parenting. <p>Sebagai orang tua, pastinya kita ingin yang terbaik untuk anak-anak ya? Begitu juga soal mendidik anak. Kita begitu ingin anak kita tumbuh dan berkembang dengan optimal, ingin agar mereka menjadi orang yang sukses di masa depan. Kalau perlu mereka harus lebih sukses daripada kita yang sekarang.</p>

<p>Untuk itu, kita tak segan mendidik anak dan memprogram hidup mereka sesuai keinginan kita, alih-alih membiarkan anak-anak berkembang sesuai keinginan mereka sendiri, seperti yang telah dipaparkan dalam buku <a href="http://bentangpustaka.com/read/33957/yuk-kenalan-dengan-the-danish-way-of-parenting–gaya-mengasuh-anak-ala-orang-denmark.html"><em>The Danish Way of Parenting</em></a>.</p>

<p>Dalam buku tersebut disebutkan, bahwa kebanyakan orang tua merasa puas saat anak-anak berhasil dan berprestasi dalam hal yang tampak terukur, seperti ikut pentas balet atau piano, juara kelas, atau memenangkan medali atau trofi, bisa mengeja kata-kata dalam bahasa Inggris padahal usianya masih balita, dan seterusnya. Hal tersebut membuat kita merasa telah sukses menjadi orang tua yang baik.</p>

<p>Padahal cara demikian jelas-jelas merupakan usaha kita untuk mendidik anak dengan cara memprogram hidup mereka.</p>

<h1>Mari kita lihat beberapa tanda dan ciri bahwa kita sudah berusaha mendidik anak dengan cara memprogram hidup mereka, seperti yang ada dalam buku <a href="http://bentangpustaka.com/read/33977/permata-metode-parenting-dari-denmark.html"><em>The Danish Way of Parenting</em></a>.</h1>

<h3><strong>Memaksakan anak sekolah padahal belum waktunya</strong></h3>

<p>Dalam buku <em>The Danish Way of Parenting </em>disebutkan, bahwa banyak orang tua berusaha keras untuk memulai sekolah anak mereka lebih dini atau mengikuti kelas akselerasi. Anak-anak belajar membaca dan mengerjakan matematika lebih dini, dan kita bangga karena mereka “cerdas”. Kita menuntut mereka untuk bersekolah, saat dunia mereka seharusnya adalah bermain. (Baca juga <a href="http://bentangpustaka.com/read/34036/biarkan-anak-bermain-bebas-selama-liburan-untuk-dapatkan-manfaat-baik-ini.html"><em>Manfaat Positif Bermain Bebas Bagi Anak</em></a>)</p>

<p> </p>

<p><strong>Mengikutkan anak ke berbagai les atau kursus</strong></p>

<p>Seakan masih kurang mendapatkan berbagai pelajaran di sekolah usia dininya, anak-anak juga diikutkan ke berbagai kursus dan les. Kita mungkin memang berpikir bahwa kita sedang berusaha menemukan dan menyalurkan bakatnya. Namun, pada praktiknya, kita lupa menanyakan apakah mereka memang mau mengikuti semua kursus dan les tersebut, dan kita akhirnya menuntut anak untuk juga berprestasi di bidang yang kita kira mereka minati.</p>

<p> </p>

<p><strong>Merasa kecewa saat nilai atau prestasi mereka tak seperti yang diharapkan</strong></p>

<p>Saat anak-anak tak bisa berprestasi secara maksimal, kita pun kecewa. Mungkin kita tak menunjukkannya secara terang-terangan, tapi rasa kecewa itu tak bisa dicegah menelusup ke hati kita. Lantas, selain menganggap si kecil gagal, kita pun menganggap diri kita sendiri juga telah gagal menjadi orang tua yang baik. Padahal, mungkin saja kitalah yang terlalu memaksa mereka untuk mengikuti keinginan kita, orang tuanya.</p>

<p> </p>

<p><strong>Tidak pernah menjadwalkan waktu bermain bebas</strong></p>

<p>Bermain sering kali hanya membuang waktu berharga, begitulah anggapan kita. Persis seperti yang ditulis dalam buku <em>The Danish Way of Parenting</em>. Di Amerika Serikat dalam lima puluh tahun terakhir, jumlah jam anak-anak diperbolehkan untuk bermain telah menurun secara dramatis. Para orang tua lebih suka memberikan lebih banyak instruksi dan aktivitas yang terstruktur.</p>

<p>Padahal bermain bebas justru merupakan hal yang anak-anak butuhkan, karena dunia mereka sejatinya adalah bermain. Dengan bermain, mereka bisa belajar memecahkan masalah, mengendalikan diri, bersosialisasi, dan masih banyak manfaat lainnya.</p>

<p> </p>

<p><strong>Selalu menyodorkan solusi atau menyelesaikan masalah untuk mereka</strong></p>

<p>Ya, orang tua mana yang akan membiarkan anaknya dalam kesulitan? Sepertinya memang tak ada. Maka, karena kita sangat mencintai si kecil, setiap kali ia mengalami masalah kita pun dengan sigap menolongnya.</p>

<p>Ya memang, bukankah hal tersebut adalah sebagian tugas dari orang tua?</p>

<p>Betul, akan tetapi kalau setiap saat kitalah yang selalu menyelesaikan permasalahan si kecil—bahkan sampai ia dewasa—hal tersebut tentulah kurang tepat, dan bisa mencederai perkembangan jiwanya. Si kecil bisa saja tak pernah akan tumbuh menjadi pribadi yang mandiri. Dan, pada akhirnya ia tak akan punya ketangguhan untuk menghadapi permasalahan hidupnya sendiri.</p>

<p> </p>

<p>Memang menjadi tugas kita, orang tua, untuk mendidik anak agar bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, namun memprogram hidup mereka sepertinya bukan cara mendidik yang benar.</p>

<p>Masih dalam buku <a href="https://mizanstore.com/the_danish_way_of_60574"><em>The Danish Way of Parenting</em> </a>disebutkan juga, bahwa di Denmark tidak ada penekanan untuk pendidikan atau olahraga tertentu, tetapi lebih pada anak secara keseluruhan. Dan, kebahagiaan sejati tidak datang hanya dari pendidikan yang baik.</p>

<h2>Anak-anak haruslah tetap menjadi anak-anak, dan dunia mereka adalah bermain. Berhentilah memprogram hidup mereka, dan mulai berikan waktu-waktu bebas bermain untuk mereka.</h2>

<p> </p>

<p> </p>

<p> </p>

<p>Sumber foto : </p>

<p>www.unsplash.com</p>Carolina Ratri

1 reply

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] menurut World Happiness Record oleh PBB. Rahasianya ternyata ada pada gaya pengasuhan mereka. Cara orang Denmark membesarkan anak terbukti memberikan hasil yang efektif. Anak-anak menjadi tangguh, emosi terkendali, dan […]

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta