Menerapkan Matematika dalam Kegiatan Sehari-hari

Menerapkan Matematika dalam Kegiatan Sehari-hari

Kita dapat menerapkan matematika dalam kegiatan sehari-hari. Anak-anak membangun koneksi pertama mereka terhadap angka lewat cara-cara paling sederhana: menghitung satu sampai sepuluh ketika bermain petak umpet, menghitung balok-balok mainan yang ditumpuk, dan lain-lain.

Mengajarkan matematika kepada anak usia dini adalah tantangan tersendiri. Kita tidak tahu apakah anak akan tertarik mempelajari hal tersebut, apakah anak sudah siap atau belum, atau bagaimana anak akan menangkap pembelajaran yang dilemparkan kepadanya.

Cara mengakalinya bisa dengan menerapkan matematika dalam kegiatan sehari-hari.

Baca juga: Akibat Sering Konsumsi Makanan Manis Bagi Anak

 

Mengajak Anak ke Supermarket

Supermarket menyediakan banyak kesempatan untuk menerapkan matematika. Menghitung jumlah barang yang dimasukkan ke keranjang (“Kita beli beras satu kilo.”), mencari dan menemukan lokasi rak tertentu (“Buah ada di rak ketiga dari sini.”), menghitung kapan makanan kedaluwarsa, memperkirakan harga yang tertera di rak, dan lain-lain.

 

Memasak di Rumah

Memasak dapat memanfaatkan sejumlah keterampilan matematika. Misalnya, pilih resep dengan jumlah sajian lebih kecil dari jumlah anggota keluarga, lalu minta anak mendobelkan resepnya untuk seluruh anggota keluarga. Anak juga belajar menakar, menimbang, dan mengira-ngira jumlah bahan yang dibutuhkan.

 

Menghitung Angka dalam Perjalanan

Ke mana pun kita melayangkan mata, angka ada di mana-mana. Ajak anak menghitung jumlah mobil yang lewat, jam dinding di toko, atau sepatu yang berjejer di depan pintu. Variasikan cara anak menghitung dengan menanyakan hal-hal seperti, “Ada berapa pasang sepatu yang kamu lihat?”

 

Belajar Sambil Bermain

Supaya kegiatan belajar tidak membosankan, kita bisa menggunakan permainan sebagai variasi. Terdapat banyak mainan anak untuk memfasilitasi tujuan ini: boardbook, boardgame, kartu, dan lain-lain.

Salah satu permainan untuk belajar matematika adalah Berhitung Smart Box: Montessori Edutoys. Keistimewaan mainan anak ini ada di metode Montessori yang dipakai. Berhitung Smart Box didesain untuk mengasah lima area parenting Montessori: practical life, sensorial, culture, language, dan mathematic. Anak dapat belajar berhitung sekaligus menulis, mengenal konsep ganjil dan genap, juga mengasah kemampuan motorik halus.

Berhitung Smart Box ini tersedia di Mizanstore.

 

Kontributor artikel: Anggarsih Wijayanti

Akibat Sering Konsumsi Makanan Manis Bagi Anak

Akibat Sering Konsumsi Makanan Manis Bagi Anak

Makanan manis memang tidak pernah gagal membuat kita ngiler. Selain karena rasa yang bisa diterima lidah dari berbagai umur, efek bahagia yang ditimbulkan konsumsi makanan manis juga memicu gairah kita untuk mengonsumsinya terus-menerus.

Makanan manis memiliki banyak manfaat, terutama untuk mengurangi stress. Namun, tetap ada dampak buruk yang menghantui, terutama jika dikonsumsi secara berlebih.  Berikut akibat terlalu sering mengonsumsi makanan mani bagi anak yang perlu orang tua ketahui:

  1. Kecanduan

Kecanduan makanan manis atau sugar rush sangat rentan terjadi dan menimbulkan efek buruk pada anak. Dalam keadaaan normal, memisahkan anak dengan makanan manis saja sudah cukup sulit, apalagi jika anak sudah kecanduan gula. Efek negatif dari sugar rush adalah meningkatnya dopamin secara berlebih.

Dopamin merupakan hormon yang menyebabkan rasa bahagia. Dopamin dapat ditingkatkan dengan mengonsumsi gula. Namun, mengonsumsi gula berlebih akan menyebabkan dopamin terlalu meningkat. Efeknya, dopamin bukan lagi memberi rasa bahagia, namun membuat mood swing, hingga mudah lupa karena meningkatnya, tidak bertenaga, cemas.

  1. Konsumsi Makanan Manis Menyebabkan Kerusakan Gigi

Kerusakan gigi terjadi karena sisa gula yang menumpuk di celah gigi. Sisa gula ini akan berubah menjadi plak gigi karena tercampur dengan bakteri zat, asam dan liur yang ada di mulut. Plak gigi tersebut mengakibatkan sakit gigi, pembusukan gigi, peradangan, bengkak, pendarahan, dan infeksi di gusi.

  1. Obesitas

Anak-anak juga bisa mengalami obesitas, terutama jika sering mengonsumsi makanan manis. Obesitas bukanlah kelebihan berat badan biasa. Perlu pemeriksaan dokter untuk mengetahui seseorang terkena obesitas atau tidak. Obesitas juga bukanlah penyakit biasa. Orang yang terkena obesitas lebih mudah mengalami komplikasi seperti diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, penyakit pernapasan, gangguan pola tidur, hingga gangguan pada tulang.

  1. Konsumsi Makanan Manis Juga Menyebabkan Hiperaktif

Terlalu banyak mengonsumsi makanan manis dapat menyebabkan gangguan perilaku seperti hiperaktif. Hiperaktif karena gula biasa disebut sugar high. Hal ini dibuktikan dengan penemuan bahwa anak yang makan makanan manis di malam hari akan sulit tidur maupun bersantai. Anak berkebutuhan khusus juga mengalami hiperaktif setelah mengonsumsi permen dan makanan manis lainnya.

Untuk menghindari kadar gula berlebih, orang tua perlu tahu kadar gula normal pada anak. Untuk anak berusia kurang dari 6 tahun, kadar gula yang normal adalah 100-200 mg. Sementara untuk anak berusia 6-13 tahun, kadar gula normal adalah 70 -150 mg.

Bagi orang dewasa, kesukaan terhadap rasa manis tidak terlalu mengkhawatirkan karena kita masih bisa mengontrolnya. Sebaliknya, kesukaan anak-anak terhadap makanan manis cukup membuat khawatir karena tidak disertai dengan kemampuan membatasi konsumsi makanan manis. Orang tualah yang berperan mengontrol konsumsi makanan manis pada anak. Selain tidak memberikan terlalu banyak makanan manis, orang tua perlu mengedukasi anak mengenai makanan sehat hingga efek negatif mengonsumsi makanan manis terlalu banyak.

 

Baca juga: Jaga Daya Tahan Tubuh Anak dengan Makanan Ini

Privasi Anak di Media Sosial

Mau Membagikan Privasi Anak di Media Sosial? Perhatikan Hal Berikut Ini

Kita sering membagikan foto dan aktivitas anak di media sosial. Tujuannya tentu saja sekadar berbagi cerita tentang keseharian anak. Karena sering pula dilakukan oleh banyak orang, membagi privasi anak di media sosial terasa lumrah saja.

Membagikan privasi anak di media sosial memang sangat menggiurkan. Saking menggiurkannya, kita sering lupa bahwa di balik rasa puas setelah membagikan privasi mereka, ada dampak yang akan anak tanggung. Untuk mencegah dampak buruk yang bisa terjadi, kita wajib mempertimbangkan hal di bawah ini:

  1. Keamanan Anak

Sharenting atau membagikan berbagai informasi tentang anak di media sosial dapat membahayakan keamanan anak. Membagikan privasi anak ke media sosial sama saja memberikan informasi penting mengenai anak kita ke publik. Informasi ini dapat disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab. Kejahatan pada anak karena media sosial bisa berupa penculikan, pembunuhan, pemerkosaan hingga kekerasan pada anak. Menurut KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), ada 1940 kasus kejahatan online pada anak sejak 2017 hingga 2019. Karenanya, sangat penting bagi kita untuk hati-hati dalam memberikan informasi mengenai identitas anak.

  1. Kesehatan Mental Anak

Bullying di kalangan anak-anak hingga remaja sering kali terjadi. Siapa pun bisa menjadi korban bullying, termasuk anak kita. Pelaku bullying pintar mencari alasan atas tindakan kepada korbannya. Foto hingga celotehan di media sosial adalah alat ampuh yang digunakan pelaku bullying. Kita memang tidak bisa memastikan apakah foto yang kita unggah bisa dijadikan alasan untuk mem-bully. Namun, jika sebelum mengunggah, ada baiknya kita memberi batasan privasi macam apa yang boleh dan tidak boleh diunggah.

  1. Consent Anak

Orang tua wajib mendapatkan consent anak sebelum mengunggah foto mereka. Namun, consent anak merupakan hal yang cukup tricky karena mereka masih belum bisa berpikir secara rasional. Artinya, ketika saat ini anak mengizinkan kita untuk mengunggah privasinya, belum tentu consent tersebut merupakan hasil dari pertimbangan objektif. Ketidakrasionalan mereka bisa terjadi karena kurangnya kesadaran mengenai pentingnya privasi di media sosial. Cara mengatasinya bisa dengen memberikan edukasi mengenai privasi di media sosial kepada anak.

  1. Motivasi Orang Tua Membagikan Privasi Anak

Pasti kita punya alasan yang mendorong kita untuk mengunggah privasi anak. Bisa jadi kita ingin menunjukkan rasa bangga akan anak kita, hanya sekedar pamer, mengikuti tren, hingga ingin mendapatkan penghasilan dari unggahan tersebut. Apa pun alasannya, kita harus memikirkan kebaikan anak. Sebelum mengunggah, kita bisa bertanya kepada diri sendiri apakah motivasi kita mengunggah privasi anak lebih penting dibanding dampak yang kemungkinan terjadi?

Privasi anak di media sosial memang sangat penting. Jangan sampai kita yang bertindak, namun anak kita yang mendapatkan akibatnya. Jika kita memang ingin mengunggah foto anak, kita bisa mencari cara yang aman. Contohnya, dengan tidak menunjukkan lokasi atau wajah anak. Cara tersebut sudah digunakan oleh artis Raisa.

 

Baca juga: Mengenali Gejala Stres Pada Anak dan Cara Menghadapinya

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta
Shopee bentangofficialshop

Tokopedia Bentang Pustaka
Shopee mizanofficialshop

Jogja
Akal Buku
Buku Akik

Malang
Book by Ibuk

Bondowoso
Rona Buku

Jakarta
Owlbookstore
Tangerang Selatan
Haru Semesta