Ketika Tokoh Novel Menghadapi Stres

Stres. Sejak dulu hingga sekarang, stres itu merupakan bagian dari peradaban. Bahkan bukan hanya manusia yang stres, hewan dan tumbuhan pun bisa. Menurut cerita para peternak ayam, suara jalanan yang sangat ramai bisa membuat ayam-ayam itu berhenti bertelur karena stres. Cerita lain dari seorang kawan yang merupakan pembuat roti dengan ragi alami, bahkan ragi pun enggan makan sehingga hasil rotinya pun kurang maksimal.

Stres sendiri pada dasarnya merupakan mekanisme alami tubuh saat sedang bersiap menghadapi bahaya atau ketidaknyamanan. Pada saat itu, tubuh mengeluarkan hormon kortisol yang berfungsi mengatur gula darah untuk diubah menjadi energi. Energi inilah yang nantinya akan digunakan untuk menghadapi masalah yang muncul. Namun, terlalu banyak kortisol di dalam tubuh juga mendatangkan masalah, misalnya kenaikan berat badan, naiknya tekanan darah, osteoporosis, dan berbagai masalah kesehatan lainnya. Oleh karena itu, kita perlu mengelola stres yang kita hadapi.

Tokoh-tokoh dalam novel juga selalu menghadapi tekanan. Tekanan-tekanan itu kemudian juga menjadi salah satu penggerak alur, atau bisa juga sekadar menjadi latar cerita. Yuk, kita simak bagaimana tokoh dalam novel-novel Andrea Hirata mengatasi stresnya.

 

Memelihara Binatang

Saat Bu Desi, tokoh dalam novel Guru Aini, kali pertama tiba di tempatnya bertugas, Ketumbi, warga desa yang antusias sekaligus iba terhadap anak gadis yang jauh dari perantauan berbondong-bondong menyumbangkan perkakas dan kebutuhan sehari-hari seperti dipan, sayuran, baskom, bangku, hingga beberapa ekor ayam. Namun, Bu Desi yang minimalis hanya mengambil sedikit barang karena menurut buku manual menjadi pengajar matematika yang dibawanya, seorang guru matematika sebaiknya memiliki hewan peliharaan supaya tidak stres. Wajar jika profesi guru matematika penuh tekanan. Matematika menjadi momok di sekolah-sekolah sejak dulu sampai sekarang. Bagi sebagian murid, angka-angka itu seperti makhluk asing dari planet lain, apalagi jika disandingkan dengan simbol-simbol lengkung yang bernama integral, derivasi, logaritma, trigonometri, dan sejenisnya. Padahal, para guru matematika juga dikejar tuntutan kurikulum dan standar nilai yang berlaku. Jadi, untuk menghindari stres, bisa kita tiru cara Bu Desi ini, yaitu memelihara binatang.

 

Berbagi Solidaritas Bersama Kawan Senasib

Pepatah mengatakan, “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing.” Kesulitan apa pun akan lebih ringan jika dibagi bersama. Salud, salah satu tokoh dalam novel Orang-Orang Biasa, adalah sosok remaja yang selalu di-bully di sekolah karena keadaan fisiknya. Menjadi anak-anak yang terpinggirkan karena faktor prestasi di sekolah ataupun fisik bukanlah hal yang mudah. Meskipun demikian, dia bisa bertahan karena di deret bangku belakang kelas ada anak-anak lain yang bernasib serupa. Ya, memang hanya kawan senasib yang bisa memahaminya. Terlebih lagi, Tohirin, teman sebangkunya. Kehadiran Tohirin membuat Salud merasa tidak sendiri saat menghadapi dua geng perundung di sekolahnya, yaitu Trio Bastardin dan Duo Boron. Tak heran jika Salud menuliskan kalimat indah ini di buku matematikanya: Dalam keadaan apa pun, berdua tetap lebih baik.

 

Minum Kopi di Warung Kopi

Banyak orang meyakini bahwa kopi mampu meredakan stres. Harumnya aroma kopi hangat mampu menimbulkan perasaan rileks sehingga perasaan tertekan dan kesedihan yang mendera akan menguap bersama pekatnya kopi. Novel-novel Andrea Hirata tidak pernah lepas dari kopi. Warung kopi bertaburan di jalanan Belitong, dari Warung Kopi Maryati Kawin Lagi, Warung Kopi Kupi Kuli, hingga Warung Kopi Usah Kau Kenang Lagi dan Warung Kopi Keluarga Besar Penggemar Shah Rukh Khan Kehidupan. Bahkan dalam Buku Besar Peminum Kopi, Ikal sempat mencatat penilaiannya terhadap karakter pengunjung warung kopi. Baginya, dan juga orang Melayu lainnya, “Kopi bukanlah sekadar air gula berwarna hitam, tapi 12 teguk kisah hidup. Bubuk hitam yang larut disiram air mendidih pelan-pelan menguapkan harapan, kekecewaan, dan rahasia nasib.”

Di kedai kopi itulah mereka saling bertukar cerita. Membahas pahitnya nasib, dan memperbincangkan indahnya kehidupan.

 

Mentertawakan Nasib

Dalam novel-novel Andrea Hirata, banyak sekali kisah yang menampilkan keadaan menekan. Namun, tokoh-tokoh di dalam novel Pak Cik ini selalu tampak mampu mentertawakan kesulitannya. Pada dasarnya ketika seseorang mampu mentertawakan masalah atau nasib pahit yang sedang dihadapinya, pada saat itulah dia sedang mengembangkan kemampuannya memandang hidupnya dari perspektif berbeda. Dia sedang mencoba menerima keadaan dan berdamai dengannya.

 

Pemicu stres bisa berupa apa saja dan datang kapan saja. Kita tidak bisa menghindarinya. Meskipun demikian, kita masih mempunyai pilihan cara dalam menghadapinya. Andrea Hirata sudah menunjukkan beberapa cara lewat novel-novelnya. Kalau kamu, apa saranmu untuk mengatasi stres?

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta