Memahami_Manajemen_Modern_Melalui_Rantai_Tak_Putus

Memahami Manajemen Modern Melalui Rantai Tak Putus

Karya terbaru Dee Lestari akan rilis dalam waktu dekat. Berjudul Rantai Tak Putus merupakan buku nonfiksi kedua dari Dee Lestari. Berbicara mengenai bagaimana Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia. Mulai dari proses UMKM, pengembangan UMKM, hingga bagaimana sebuah UMKM dapat naik kelas. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari konsep manajemen modern.

Manajemen modern merupakan salah satu konsep untuk meningkatkan kualitas sebuah bisnis maupun usaha. Dalam konteks karya terbaru Dee Lestari Rantai Tak Putus yaitu berupa para UMKM di Indonesia. Secara etimologi, manajemen berasal dari bahasa Prancis kuno yaitu ménagement, yang bermakna ‘seni melaksanakan dan mengatur’. Pada awalnya manajemen belum memiliki definisi atau arti yang berdiri sendiri dan diterima secara luas. Banyak perspektif para ahli yang memiliki makna berbeda terhadap manajemen.

Bahkan hingga saat ini terdapat banyak perspektif mengenai definisi dari manajemen. Mulai dari manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain, hingga manajemen sebagai sebuah proses, perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian hingga pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien.

Manajemen Modern

Manajemen modern dapat diartikan sebagai manajemen yang pada periodenya ditandai ketika sudah diperlajarinya manajemen sebagai ilmu yang memiliki dasar-dasar logika ilmiah. Maka dari itu, banyak dilibatkan ahli manajemen hingga ahli ekonomi. Hal ini bertujuan untuk dilakukannya penelitian mengenai manajemen yang menghasilkan. Hasil dari penelitian tersebut akan berupa teori hingga aliran manajemen.

Dasar Manajemen Modern

Secara garis besar manajemen tidak dapat dipandang sebagai suatu proses teknik secara ketat. Kemudian manajemen harus bersifat sistematik. Maka dari itu, pendekatan yang digunakan dalam manajemen modern harus dilakukan dengan penuh pertimbangan secara hati-hati. Selanjutnya organisasi sebagai suatu keseluruhan. Organisasi di sini dalam arti sebuah perusahaan, maupun bidang usaha, di mana pendekatan manajer individual harus diperhatikan untuk pengawasan terhadap situasi. Selanjutnya pendekatan motivasi terhadap para anggota organisasi harus menghasilkan komitmen. Komitmen tersebut berupa pekerja yang mengacu atau bertolok ukur pada tujuan organisasi.

Penerapan dalam Kehidupan

Pada kenyataannya telah banyak unit usaha, perusahaan, dan UMKM yang menggunakan manajemen modern. Hal tersebut guna memberi efisiensi kepada pekerja maupun untuk pencapaian tujuan usaha dalam UMKM misalnya. Namun, secara nyata bahwa manajemen modern ini juga dapat diterapkan dalam kehidupan manusia. Secara individu setiap orang dapat mempraktikkan manajemen modern untuk mendapatkan hasil yang tepat dengan cara yang efisien.

“Pendampingan merupakan tarian dua arah.

Yang kecil mau membuka diri, yang besar mau berbagi.

Keduanya harus bekerja sama.

Keduanya harus maju bersama.”

Dee Lestari dalam Rantai Tak Putus juga menekankan bagaimana keinginan untuk berubah dan naik kelas dari setiap UMKM. Tidak hanya itu, changing spirit juga sangat dianjurkan diaplikasikan dalam kehidupan setiap individu. Nantikan selengkapnya melalui buku terbaru Dee Lestari yaitu Rantai Tak Putus, segera terbit di Bentang Pustaka.

 

Penulis: Stevanus Febryanto W.S

Rantai_Tak_Putus_tipe_penawar_di_pasar

Rantai Tak Putus: Tipe-Tipe Penawar di Pasar dan Warung

Setiap orang sebagai pembeli tentunya akan menginginkan harga terbaik bagi dirinya. Maka dari itu, muncul istilah “penawar” (orang yang menawar) dalam transaksi jual beli. Kegiatan tawar menawar ini biasa dilakukan di warung-warung atau toko kelontong yang tergolong sebagai Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Seperti dalam karya terbaru Dee Lestari berjudul Rantai Tak Putus yang akan membahas mengenai UMKM di Indonesia.

Warung-warung kecil hingga toko kelontong di Indonesia juga termasuk ke dalam UMKM. Kelengkapan dan kemudahan pembelian di warung maupun toko kelontong menjadikannya sebagai prioritas utama tempat berbelanja bagi sebagian orang. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari juga dapat didapatkan melalui warung-warung hingga toko kelontong. Kemudian hal yang sama juga terjadi dalam kasus pasar tradisional. Kelengkapan di pasar tradisional menjadi kekuatan tersendiri dibandingkan warung dan toko-toko kelontong.

Berbelanja di pasar tradisional dan warung-warung kecil sebenarnya memiliki keunikan tersendiri. Hal yang tidak dapat dilakukan jika berbelanja di supermarket. Hal tersebut adalah kegiatan tawar-menawar barang. Pembeli atau konsumen dapat melakukan tawar-menawar dengan pembeli. Sehingga pembeli cenderung memiliki sifat menawar. Di Indonesia sendiri budaya tawar-menawar ini sudah menjadi hal yang umum. Maka dari itu, Mintang akan merangkum tipe-tipe penawar di pasar maupun warung berikut.

Tipe Penawar yang Membandingkan dengan yang Lain

Biasanya trik ini dilakukan ketika kondisi tempat kios berjualan berjejer antara yang satu dengan yang lain. Kemudian barang yang dijual merupakan jenis barang yang sama, sehingga membuat kalian malas berkeliling. Hal tersebut menimbulkan tipe menawar seperti ini.

Penawar biasanya akan melontarkan kalimat seperti:

“Di sebelah saya dapat harga segini loh, Mbak/Mas. Masa di sini mahal banget, sih.”

Akan tetapi, strategi penawaran ini masih terbilang 50:50. Karena saat ini banyak juga penjual yang lebih hebat. Penjual akan memberikan tanggapan, “Ya sudah, beli di sana aja, Mbak/Mas.”

Tipe Penawar Kejam

Dalam kegiatan tawar-menawar biasanya penawaran dilakukan dengan memotong harga sebesar 30% hingga 50%. Hal ini merupakan aturan tidak tertulis dalam dunia tawar-menawar. Namun, ternyata hal ini tidak menutup kemungkinan terdapat para penawar ekstrem yang berani menawar harga lebih dari setengah harga atau di atas 50%. Mungkin atas dasar terlalu perhitungan dan juga tidak mau rugi yang menghadirkan penawar-penawar kejam ini.

Tipe Penawar Bahasa Lokal

Tipe penawar ini sangat yakin bahwa jika membeli menggunakan bahasa daerah maka akan mendapatkan harga yang lebih rendah. Kemudian akan dirasa meningkatkan persentase keberhasilan dalam tawar-menawar. Misalnya jika penjual menggunakan bahasa Jawa, maka penawar juga akan menggunakan bahasa Jawa.

Tipe Penawar Pura-Pura Pergi

Cara terakhir dari strategi para penawar adalah pura-pura pergi. Ketika penjual sudah menolak harga tawaran dari pembeli, maka penawar akan berpura-pura pergi. Hal itu dilakukan dengan harapan sang penjual akan memanggil kembali dan memberikan harga tawaran kepada sang pembeli. Uniknya hal ini cenderung berhasil. Biasanya penjual akan memanggil kembali.

“Ya udah deh, harga segini nggak apa-apa.”

Kemudian penawar akan memalingkan kembali dengan wajah gembira karena tawaran mereka berhasil.

Tawar-menawar menjadi budaya yang umum di Indonesia. Namun, tidak boleh dilupakan setiap pedagang pasar bahwa warung yang berupa UMKM juga mengeluarkan modal yang tidak sedikit. Sehingga kita sebagai pembeli juga harus memahami hal tersebut dan tidak terlalu kejam dalam menawar.

 

Penulis: Stevanus Febryanto W.S

Rantai_Tak_Putus_Karya_Terbaru_Dee_Lestari_Perihal_UMKM_Indonesia

Rantai Tak Putus: Karya Terbaru Dee Lestari Perihal UMKM Indonesia

Dee Lestari―yang dikenal sebagai penulis, penyanyi, pencipta dan penulis lagu―akan mengeluarkan karya terbarunya. Bersama Bentang Pustaka, Dee Lestari akan segera merilis sebuah buku dengan genre nonfiksi dengan judul Rantai Tak Putus. Setelah pada tahun 2018 merilis karya fiksinya berjudul Aroma Karsa, Dee Lestari mengeluarkan perihal di balik kepenulisan dan proses kreatif penyusunan Aroma Karsa. Karya tersebut berjudul Di Balik Tirai Aroma Karsa yang rilis pada tahun 2019 dan menjadi karya nonfiksi pertama Dee Lestari.

Rantai Tak Putus yang akan segera terbit menjadi karya atau buku nonfiksi kedua dari Dee Lestari setelah Di Balik Tirai Aroma Karsa. Sebagai karya nonfiksi buku ini secara garis besar akan mengisahkan perkembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada di Indonesia. Karya terbaru Dee Lestari ini juga akan membahas bagaimana bisnis dan usaha dapat berkembang ke arah yang lebih baik melalui manajemen modern.

Mengapa berjudul Rantai Tak Putus?

Rantai yang tak putus dalam judul Rantai Tak Putus merupakan simbol bahwa dalam unit usaha seperti UMKM setiap peranan memiliki porsi dan fungsi masing-masing. Kemudian setiap peran tersebut akan selalu terhubung satu sama lain layaknya rantai yang tidak akan putus. Mulai dari pengusaha hingga setiap orang yang terlibat dalam proses di baliknya sebuah usaha atau UMKM tidak akan terputus. Untuk mencapai tujuan bersama dibutuhkan hubungan dan kerja sama yang saling terhubung yang pada dasarnya tidak boleh terputus.

Makna dari judul tersebut juga diartikan bahwa setiap ilmu dalam pengembangan bisnis akan terus diturunkan secara turun-temurun. Bahwa ilmu-ilmu tersebut tidak akan terputus. Ilmu-ilmu mengenai pengembangan UMKM dan usaha lainnya secara umum akan terus tersalurkan kepada penerus berikutnya. Hal itu merupakan dasar pengembangan bisnis, dalam konteks ini berupa UMKM. Karena pada dasarnya setiap ilmu (tidak hanya perihal bisnis) akan terus disalurkan sehingga tidak akan mati dan terputus.

Intisari dari Karya Terbaru Dee Lestari

Secara umum Dee Lestari dalam Rantai Tak Putus akan membahas bagaimana membangun sebuah bisnis dan usaha. Dalam konteks ini akan melihat perkembangan UMKM yang dibawahi oleh Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA). Dalam karya nonfiksi ini juga akan menceritakan tokoh Agus yang membangun usahanya dalam bidang manufaktur. Melalui karya ini juga akan diperbincangkan mengenai bagaimana meningkatkan kualitas UMKM. Kemudian peran-peran yang terdapat dalam bidang usaha, hingga manajemen modern untuk meningkatkan bisnis dan usaha.

Passion, kalau tidak dikelola dengan baik, akan sulit maju. Passion digabungkan profesionalitas, baru dua jempol.”

Nantikan selengkapnya karya terbaru Dee Lestari dengan judul Rantai Tak Putus yang akan segera terbit di Bentang Pustaka.

 

Penulis: Stevanus Febryanto W.S

tentang dee lestari

Dee Lestari – Author, Singer-Songwriter

Menulis adalah hobi yang dilakoni Dee sejak kecil. Sejak umur 9 tahun, ia sudah berkhayal satu saat nanti pergi ke toko buku dan menemukan buku yang ditulisnya sendiri. Meraih dua penghargaan IKAPI Award Book of The Year 2016 (untuk Intelegensi Embun Pagi) dan 2018 (untuk Aroma Karsa), Dee Lestari berhasil mengukir namanya sebagai salah satu penulis wanita berbakat di Indonesia.

 

Pada tahun 2000 Dee menulis sebuah manuskrip yang ia rasa layak menjadi buku pertamanya, yakni Supernova: Kesatria, Putri, dan Bintang Jatuh (KPBJ). Setelah terbitnya Supernova KPBJ, Dee semakin dikenal sebagai penulis. Setelah itu Dee menerbitkan antologi pertamanya, Filosofi Kopi, yang merupakan kumpulan karyanya dari tahun 1995 – 2005. Filosofi Kopi berhasil menjadi Karya Sastra Terbaik 2006 versi majalah Tempo dan menjadi 5 Besar Khatulistiwa Literary Award.

Sesuai cita-citanya untuk menjadi penulis multigenre yang tidak terkurung dalam satu jenis tulisan saja, Dee lalu menulis fiksi populer berjudul Perahu Kertas yang segmennya lebih mengarah ke remaja dewasa. Versi cetak Perahu Kertas baru terbit setahun kemudian, yang juga menjadi kerja sama pertamanya dengan Bentang Pustaka. Hingga kini, Perahu Kertas menjadi salah satu karya Dee yang paling laris.

Kerinduan Dee bermusik terpenuhi ketika buku berikutnya, Rectoverso, hadir pada tahun 2009. Sebelas cerpen yang bertandem dengan sebelas lagu menjadi karya hibrida sastra-musik pertama di Indonesia. Rectoverso adalah sebuah buku dengan pengalaman audio (musik), visual (ilustrasi), dan tentunya, sastra.

Karya berikut Dee adalah antologi berjudul Madre yang merupakan kompilasi karyanya dari tahun 2007 sampai 2011. Berisikan tiga belas cerpen dan puisi, Madre mendapat Penghargaan Sastra Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa dari Kementrian Pendidikan & Kebudayaan Indonesia.

Setelah dua belas tahun diikuti pembaca, Serial Supernova akhirnya ditutup dengan episode keenam, Inteligensi Embun Pagi (IEP), yang terbit pada bulan Februari 2016. Melalui program pre-order, IEP terjual 10.000 eksemplar bahkan sebelum tanggal rilisnya di toko buku.

Aroma Karsa adalah karya terbaru Dee Lestari yang berhasil memperoleh penghargaan IKAPI Award Book of The Year 2018

aroma karsa

Semesta Riset Dee Lestari dalam Novel Aroma Karsa

“Semesta Riset Dee Lestari dalam Novel Aroma Karsa bagi saya adalah cerita yang benar-benar menjadi sebuah pengalaman baru. Bukan hanya kepada pembacanya, tapi juga kepada penulisnya. Saya merasa tertantang mengerjakan seluruh aspek riset pada Aroma Karsa.” kata Dee Lestari

Dee Lestari kembali menghadirkan tema baru, menyentuh dunia asing yang masih jarang dibicarakan lewat buku teranyarnya, Aroma Karsa.

Novel ini mendedah ranah aroma serta indera penciuman manusia. Satu hal yang Dee gunakan sebagai perangkat untuk membahas perkara-perkara yang lebih kompleks lainnya: jati diri, esensi keluarga, hingga masa lalu.

Adalah Jati Wesi dan Tanaya Suma, dua orang yang dipertemukan oleh ambisi dan obsesi Raras Prayagung memburu Puspa Karsa, bunga sakti yang konon mampu mengendalikan kehendak dan hanya bisa diidentifikasi melalui aroma.

Suma adalah salah satu anak terpilih yang memiliki penciuman luar biasa. Jati juga mempunyai kemampuan serupa, hanya saja ia tidak hidup di rumah mewah dan bukan pula pengusaha parfum berkelas sebagaimana Suma. Laki-laki yang dijuluki si hidung tikus ini tumbuh besar di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantar Gebang.
Dari sebuah lontar kuno, Raras Prayagung mengetahui bahwa Puspa Karsa yang dikenalnya sebagai dongeng, ternyata tanaman sungguhan yang tersembunyi di tempat rahasia. Satu tanaman yang akan diburunya seumur hidup. Perburuan itu juga yang membawa penulis Aroma Karsa Dee Lestari turut berpetualang melalui sejumlah risetnya.

Dikenal sebagai penulis karya fiksi-fantasi Indonesia populer bertajuk Supernova. Dee memulai kariernya sebagai penulis melalui Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh yang diterbitkannya 20 Januari 2001 silam.
Saga Supernova dari Dee berlanjut menjadi Petir dan& Gelombang (2014). Pada tahun ke-15 berkarya sebagai penulis, Dee memutuskan untuk merilis buku terakhir penutup pada 26 Februari 2016 yang berjudul Intelijensi Embun Pagi.

Berdasarkan wawancara eksklusif Babak Berikutnya akan Fokus Pada Peretas Puncak Dee menyampaikan bahwa ia butuh waktu minimal 6 bulan untuk merilis buku baru. Dalam waktu dekat, baru akan menulis manuskrip baru. Keluarnya belum tahu kapan, karena biasanya saya butuh waktu 6 bulan hingga setahun untuk rilis buku, termasuk produksi, ujar Dee kepada Tirto pada Januari 2017.

Hingga kemudian kejutan itu hadir di bulan November 2017 lalu. Dee mengumumkan di akun instagramnyabahwa buku barunya segera lahir. 9 bulan dirahasiakan, calon jabang buku itu akhirnya terbongkar, tulis Dee.
Kabar baik selanjutnya hadir di awal tahun ini. Aroma Karsa versi digital telah mulai terbit tanggal 18 Januari 2018. Sementara itu, versi cetaknya telah terbit bulan Maret 2018 lalu.

Berdasarkan keterangan Dee Lestari di laman pribadinya, ia juga berencana mempublikasikan secara digital proses riset pengerjaan novel terakhirnya. Satu buku yang ia beri judul Aroma Karsa: Di Balik Tirai.
Rencana publikasi proses riset Aroma Karsa ini merupakan bentuk pengungkapan Dee perihal betapa pentingnya penelitian dalam proses menulis cerita fiksi. Menurut Dee sendiri, riset merupakan bagian yang selalu ada di hampir semua karyanya. Namun, baru pada Aroma Karsa, ia mencoba mendokumentasikan prosesnya sebaik mungkin. Hasilnya di luar dugaan. Niat sederhana yang tadinya hanya sekadar dokumentasi untuk konsumsi pribadi, akhirnya menjadi materi edukasi bagi pembaca tentang proses kreatif yang dilalui penulis untuk melahirkan karya,
Dee menyatakan bahwa riset Aroma Karsa adalah riset paling intensif sejauh ini. Riset Aroma Karsa ini ia mulai dari mengikuti kursus meracik parfum, terjun meninjau langsung di gunungan-gunungan sampah TPA Bantar Gebang, mendaki Gunung Lawu, bertandang ke Mustika Ratu, sampai dengan melibatkan sejumlah dosen UI dalam mempelajari Bahasa Jawa kuno dan sejarah Majapahit.

Riset Aroma Karsa dimulai pada November 2016, ketika aku ikutan sebuah kursus meracik parfum. Lalu aku berpindah riset ke dunia satunya lagi: Tempat Pembuangan Akhir di Bantar Gebang. Di situ aku meriset dan melihat sendiri kehidupan para pemulung, termasuk ragam bau di sana. TPA Bantar Gebang adalah kanvas (setting tempat) utama, karena tokoh utama tumbuh di sana. Sebagai penulisnya, aku harus tahu apa dan bagaimana karakter utamaku si Jati Wesi, kata Dee Lestari di acara Gathering Aroma Karsa di Yogyakarta, Minggu (22/4/2018).
Beberapa penulis menyatakan, ketika masuk dalam ranah fiksi, penulis bisa mengarang apa saja. Alih-alih sepaham, Dee bersikeras menjadikan fiksinya senyata mungkin dengan riset-riset mendalam. Dee butuh 1,5 tahun untuk menulis dan meriset Aroma Karsa.

Saya pernah membaca sebuah ungkapan: Fiksi yang berhasil ketika dibaca akan terasa seperti nonfiksi, dan nonfiksi yang berhasil ketika dibaca akan terasa seperti fiksi. Saya sepenuhnya sepakat,tulis Dee.

Dee kemudian menjabarkan, ketika cerita fiktif bisa terasa riil, artinya cerita itu bukan hanya asyik tapi juga berhasil melenturkan batas antara fiksi dan fakta. Ketika tulisan nonfiksi terasa menghanyutkan, artinya tulisan itu bukan hanya enak dibaca dan informatif tapi juga berhasil melenturkan batas antara fiksi dan fakta.
Tidak berarti data dalam tulisan faktual perlu dimanipulasi demi terasa dramatis, dan tidak berarti sebuah fiksi perlu dijejali data biar terasa nyata. Benang merah antara kedua keberhasilan itu adalah kecermatan dan kelihaian teknik menulis.

Menjahit fakta dan fiksi adalah seni tersendiri. Bagi saya pribadi, hal itu adalah tolak ukur keberhasilan sebuah fiksi. Seberapa besar kadar fakta bisa dijahit ke dalam fiksi bisa meningkatkan besar kadar dari cerita tersebut. Intinya, segala sesuatu dalam fiksi itu harus masuk dalam logika cerita, lanjut Dee.
Terkait riset dalam menulis sebuah novel, Dee menekankan bahwa proses ini adalah salah satu hal utama untuk membuat cerita yang meyakinkan. Dengan riset juga, segala hal-hal “asing” dalam sebuah fiksi mampu membuat pembacanya kaya informasi sekaligus bertanya-tanya apakah semua itu nyata atau fiksi belaka.

Ada beberapa hal yang tidak mungkin saya tulis jika saya tidak alami langsung, lanjutnya.
Dee menuturkan begitu banyak hal teknis dalam Aroma Karsa yang membuatnya sebagai penulis jadi ikut berkembang, tahu, dan jadi belajar banyak. Banyak hal baru yang menurutnya tidak mungkin ia jumpai tanpa riset langsung. Contohnya saat menjumpai para pemulung sampah di TPA Bantar Gebang. Ternyata pemulung itu punya proses adaptasi juga di tempat kerjanya. Adaptasi ini berlangsung kurang lebih selama satu minggu, mereka muntah-muntah dahulu, adaptasi dulu, untuk kemudian mampu bekerja seperti biasa, Aroma Karsa memang lahir di ranah-ranah yang jarang dibicarakan, mulai dari TPA Bantar Gebang, perusahaan parfum, Gunung Lawu, sampai dengan ranah arkeolog dan para ahli tanaman. Di area-area seperti itulah, cerita Aroma Karsa diwujudkan. Aroma Karsa bagi saya adalah cerita yang benar-benar menjadi sebuah pengalaman baru. Bukan hanya kepada pembacanya, tapi juga kepada penulisnya. Saya merasa tertantang mengerjakan seluruh aspek riset pada Aroma Karsa, kata Dee Lestari.

Tulisan ini sebelumnya telah diunggah lebih dulu dalam tirto.id

Dee Lestari

5 Buku Best Seller Dee Lestari yang Diangkat Menjadi Film

Tahukah kamu bahwa sebagian besar karya emas Dee Lestari sudah difilmkan? Meskipun beberapa penulis punya ketakutan tersendiri bahwa mengadaptasi bukunya menjadi sebuah film dapat menimbulkan kekecewaan apabila gagal kelak, Dee sepertinya mampu membuktikan bahwa melalui buku atau pun film, karyanya mampu menghibur banyak orang. Sebagian besar karya Dee yang difilmkan pun meraih banyak penghargaan. Berikut 5 film yang diangkat dari buku best seller karya Dee Lestari.

Perahu Kertas 1 (2012) dan Perahu Kertas 2 (2012)

Sebagai karya perdana Dee yang diangkat ke layar kaca, Perahu Kertas memang menuai kesuksesan seperti yang diharapkan oleh Dee dan para penggemarnya. Bisa dibilang, karya ini berhasil memuaskan para pembaca ketika karya tersebut berhasil divisualisasikan dalam bentuk film.

Film Perahu Kertas dibagi menjadi 2, film Perahu Kertas 1 tayang pada 16 Agustus 2012 dan sekuelnya, Perahu Kertas 2 tayang pada 4 Oktober di tahun yang sama. Film ini berhasil meraih penghargaan dari Festival Film Bandung sebagai Penata Musik Terpuji yang diperoleh oleh Andhika Triyadi selaku penanggung jawabnya. Sepertinya, film ini juga menjadi salah satu jejak awal Maudy Ayunda (Kugy) dan Adipati Dolken (Keenan) dalam kariernya di dunia perfilman Indonesia.

Rectoverso (2013)

Setelah melalui beberapa tahun tanpa menulis, Rectoverso merupakan karya emas yang terbit di tahun 2008 dengan nuansa yang unik dari Dee Lestari. Buku ini berisi 11 cerita dan 11 lagu sekaligus dan telah berhasil menjadi penawar rindu bagi para penggemar Dee yang sempat lama tak melihat karya Dee sejak terakhir menulis di tahun 2004 itu. Antologi cerita dan lagu ini kemudian diadaptasi dan diangkat ke layar lebar di tahun 2013.

Film Rectoverso merupakan film omnibus atau antologi Indonesia yang bernuansa cinta. Uniknya, film ini terdiri dari 5 segment dan juga 5 sutradara.  Lima segmen dalam film ini berjudul Malaikat Juga Tahu (Marcella Zalianty), Firasat (Rachel Maryam), Cicak di Dinding (Cathy Sharon), Curhat Buat Sahabat (Olga Lydia) dan Hanya Isyarat (Happy Salma).

Madre (2013)

Membaca judul ini, pertanyaan pertama yang muncul di benak kamu pasti “apa itu madre?” Madreadalah biang roti. Biang roti yang dibuat sang leluhur, seorang artisan ahli roti, dan disimpan bertahun-tahun dalam kulkas tua antik. Lantas, ada apa dengan madre itu?

Inilah kehebatan Dee Lestari. Ia bahkan mampu “memanusiakan biang roti” dan membuat jalinan alur yang begitu rapi tentang madre. Bahwa madre bukan sekadar adonan roti. Madre membawa kehidupan, madremembawa kepentingan, dan terutama, madre membangun kehidupan toko roti Tan de Bekker yang pernah berjaya pada masanya dan kini diwariskan ke Tansen, generasi selanjutnya.

Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh (2014)

Setelah sukses sebagai novel, Supernova pun diangkat ke layar lebar. Meskipun ketika itu, serial Supernovabelum selesai, tetapi wacana akan filmnya sudah menjadi desas desus dan diperbincangkan sehingga pada tahun 2014 berhasil diwujudkan dengan judul Supernova Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh yang diperankan oleh artis-artis papan atas seperti Herjunot Ali, Fedi Nuril, dan Hamish Daud.

Diangkatnya film ini sekaligus menjadi penanda bahwa film ini adalah film pertama di Indonesia yang mengangkat tema science dan kisah cinta, sekaligus! Film yang diangkat dari buku best seller Dee Lestari seri pertama ini mendapatkan penghargaan Citra Award for Best Visual Effects dan Bandung Film Festival for Commendable Film Editor.

Filosofi Kopi 1 (2015) dan Filosofi Kopi 2 (2017)

Kamu pasti tahu Ben dan kopinya? Kisah perjuangan Ben untuk mewujudkan toko kopi impiannya yang ditulis oleh Dee dalam Filosofi Kopi ternyata menyedot banyak perhatian. Berawal dari buku yang pertama kali dirilis tahun 2006, karya Filosofi Kopi mendapat anugerah sebagai karya sastra terbaik tahun 2006 oleh majalah Tempo juga dinobatkan menjadi 5 Besar Khatulistiwa Award kategori fiksi. Selanjutnya, Dee memutuskan untuk mengangkatnya ke dalam dalam lebar dan film dengan judul yang sama pada akhirnya tayang pada tahun 2015.

Keputusan yang tepat manakala film tersebut berhasil mampu menuai prestasi dan  memeroleh 5 penghargaan di tahun yang sama, salah satunya adalah Citra Award for Best Writing–Adapted Screenplay. Keberhasilan tersebut kemudian dilanjutkan dengan membuat film sekuel Filosofi Kopi 2 yang naik ke layar lebar tahun 2017. Tahukah kamu apalagi yang menarik? Kedai kopi bernama Filosofi Kopi berhasil diwujudkan secara nyata dan kamu dapat mendatanginya di Jalan Melawai, Kebayoran Baru!

Di antara semua film yang diangkat dari buku Dee Lestari, mana yang jadi favoritmu? Atau adakah karya Dee Lestari yang ingin sekali kamu lihat visualisasinya dalam bentuk film? Atau akankah buku terbarunya, Aroma Karsa, diangkat menjadi film juga?

Artikel asli: http://blog.mizanstore.com/5-buku-best-seller-dee-lestari-yang-diangkat-menjadi-film/ Afina Emas

Ini Dia Resep Supernova Dee Lestari

Lima belas tahun memainkan kehidupan sebagai pencipta dan pengatur tunggal dunia Supernova, membuat nama Dee Lestari lekat dengan karyanya yang satu ini. Meskipun terhitung sebagai penulis Indonesia yang produktif melahirkan karya-karya ciamik, namun, tak pelak Supernova membuat Dee menyandang status sebagai penulis tanah air yang patut diperhitungkan.

“Supernova bagi saya adalah penelusuran ke dalam. Supernova adalah salah satu cara saya bertanya tentang hal-hal mendasar tentang diri dan eksistensi,” katanya.

Lima belas tahun bukan merupakan waktu yang singkat bagi Dee bertahan atas konsistensinya menciptakan ide, konflik, setting tempat, dan tokoh yang liar dalam Supernova. Sebutlah tema LGBT, buddhisme, yogi, ilmu biologi, hingga lucid dreaming, adalah tema besar yang telah Dee angkat dalam kelima seri Supernova. Belum lagi puluhan setting tempat tak biasa yang Dee gambarkan, mulai dari pedalaman Amazon, Cusco, Golden Triangle, Tanjung Puting, hingga Lembah Yarlung. Atau tokoh-tokoh nyentrik yang Dee ciptakan, mulai dari PSK, penato, penyembuh, hingga ilmuwan. Adalah hasil dari konsistensi kerangka cerita yang selalu Dee buat, untuk menempatkan segala ide dan infromasi teknis.

“Ide adalah konten yang ketika sudah masuk ke cerita harus lebur dan subtil. Gerbong dan lokomotifnya tetap elemen-elemen fiksi seperti karakter, konflik, setting, dan sebagainya,” jelas Dee.

Dengan banyaknya karakter yang Dee ciptakan selama penggarapan Supernova, rupanya ia memiliki trik tertentu untuk menyelami tokoh yang ia telurkan. Ketika mengerjakan karakter yang Dee tulis, ia mengaku selalu menyetel mindset-nya sedemikian rupa untuk bisa melihat dunia dari sudut pandang si karakter tersebut, bukan lagi sebagai Dee Lestari.

“Mungkin kasarnya seperti ‘dirasuki’. Dan, itu terjadi berbulan-bulan sepanjang saya menulis. Dalam bercerita, sebisa mungkin saya menahan ‘Dee Lestari’ untuk muncul, dan membiarkan karakter saya yang menonjol,” beber Dee.

Taktik yang Dee lakukan ini pada akhirnya akan memudahkan pembaca terhubung dengan karakter yang ia ciptakan. Pembaca bisa jatuh cinta, tergila-gila, simpati, sebal, dan yang lainnya, adalah emosi-emosi riil yang menghidupkan karakter tersebut di benak pembaca. Oleh karenanya, pembaca mempunyai akses penuh untuk memiliki hubungan dengan karakter Supernova secara langsung tanpa Dee harus menginterupsi.

Mengenai banyaknya setting tempat asing yang Dee ceritakan dalam Supernova, pun nyatanya Dee belum pernah mengunjungi sebagaian besar tempat yang ia tuliskan. Oleh karenanya, riset adalah menu sehari-hari yang menjadi asupan wajib Dee dalam menulis. Bagi Dee, angle dan porsi deskripsi yang tepat adalah kunci dari penggambaran setting tempat yang berhasil.

“Tanpa terlalu berlebihan membeberkan, atau terlalu minim deskripsi. Jika pas, maka pembaca akan merasa mereka berada di sana, dan imbasnya mereka juga ikut percaya bahwa saya pasti pernah berada di sana,” katanya.

Riset pula yang membawa Dee selalu lulus ‘melahirkan’ anak-anaknya dengan baik, Supernova ‘bersaudara’. Dee mengaku, bahan yang ia kumpulkan untuk riset bisa dipastikan jumlahnya berlipat-lipat dibandingkan apa yang akhirnya termuat dalam cerita.

“Misalnya, tentang fungi. Banyak sekali hal menarik tentang fungi, tapi tidak semuanya bisa dikawinkan dengan elemen fiksi yang tengah saya garap, jadi pada akhirnya saya hanya memasukkan hal-hal yang mendukung cerita. Dari enam atau tujuh buku yang saya baca untuk riset fungi, ketika sudah masuk ke dalam cerita paling jadinya hanya beberapa halaman saja,” terangnya.

Dee menambahkan, meskipun materi riset yang ia muat dalam cerita hanya diambil porsi kecilnya, sisa bahan yang ia pelajari tak terbuang percuma begitu saja. Baginya, riset mempunyai dua fungsi. Pertama, untuk menjadi bahan keyakinan bagi penulis, sama halnya ketika seseorang belajar untuk ujian. Artinya, semakin banyak yang dipelajari, seseorang cenderung lebih percaya diri menghadapi ujian, meskipun belum tentu materi yang dipelajari tadi akan keluar seluruhnya dalam soal ujian. Fungsi kedua, bahwa riset yang strategis akan memperkuat keyakinan pembaca kepada tulisan. Strategis di sini berarti tidak perlu banyak, tetapi tepat guna. Menurut Dee, riset dalam penulisan haruslah mendukung elemen cerita, memperkuat deskripsi, dan menstimulasi panca indra pembaca.

Mengingat Dee menempuh pendidikan formal berupa ilmu sosial, riset dan referensi adalah segala-galanya. Dee selalu percaya, bahwa pendidikan formal seringkali tidak menentukan minat dan ketertarikan personal seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Didasari ketertarikannya dalam bidang  spiritualitas, pada tahun 2000 Dee mulai membaca karya-karya sains yang ditulis oleh para ilmuwan, yang juga berusaha mendedah spiritualitas dari sudut pandang berbeda. Sejak saat itu, Dee yang pada dasarnya menyukai ilmu alam, banyak membaca buku sains. Ia juga mengaku tak terlalu kesulitan untuk memahami buku-buku tersebut.

“Mungkin karena ketertarikan saya sesungguhnya bukan ke teknisnya tapi cenderung ke makna filosofisnya. Kalau disuruh kerja di laboratorium, saya belum tentu suka,” akunya sambil terkekeh.

Lima belas tahun memainkan kehidupan sebagai pencipta dan pengatur tunggal dunia Supernova, membuat nama Dee Lestari lekat dengan karyanya yang satu ini. Meskipun terhitung sebagai penulis Indonesia yang produktif melahirkan karya-karya ciamik, namun, tak pelak Supernova membuat Dee menyandang status sebagai penulis tanah air yang patut diperhitungkan.

“Supernova bagi saya adalah penelusuran ke dalam. Supernova adalah salah satu cara saya bertanya tentang hal-hal mendasar tentang diri dan eksistensi,” katanya.

Lima belas tahun bukan merupakan waktu yang singkat bagi Dee bertahan atas konsistensinya menciptakan ide, konflik, setting tempat, dan tokoh yang liar dalam Supernova. Sebutlah tema LGBT, buddhisme, yogi, ilmu biologi, hingga lucid dreaming, adalah tema besar yang telah Dee angkat dalam kelima seri Supernova. Belum lagi puluhan setting tempat tak biasa yang Dee gambarkan, mulai dari pedalaman Amazon, Cusco, Golden Triangle, Tanjung Puting, hingga Lembah Yarlung. Atau tokoh-tokoh nyentrik yang Dee ciptakan, mulai dari PSK, penato, penyembuh, hingga ilmuwan. Adalah hasil dari konsistensi kerangka cerita yang selalu Dee buat, untuk menempatkan segala ide dan infromasi teknis.

“Ide adalah konten yang ketika sudah masuk ke cerita harus lebur dan subtil. Gerbong dan lokomotifnya tetap elemen-elemen fiksi seperti karakter, konflik, setting, dan sebagainya,” jelas Dee.

Dengan banyaknya karakter yang Dee ciptakan selama penggarapan Supernova, rupanya ia memiliki trik tertentu untuk menyelami tokoh yang ia telurkan. Ketika mengerjakan karakter yang Dee tulis, ia mengaku selalu menyetel mindset-nya sedemikian rupa untuk bisa melihat dunia dari sudut pandang si karakter tersebut, bukan lagi sebagai Dee Lestari.

“Mungkin kasarnya seperti ‘dirasuki’. Dan, itu terjadi berbulan-bulan sepanjang saya menulis. Dalam bercerita, sebisa mungkin saya menahan ‘Dee Lestari’ untuk muncul, dan membiarkan karakter saya yang menonjol,” beber Dee.

Taktik yang Dee lakukan ini pada akhirnya akan memudahkan pembaca terhubung dengan karakter yang ia ciptakan. Pembaca bisa jatuh cinta, tergila-gila, simpati, sebal, dan yang lainnya, adalah emosi-emosi riil yang menghidupkan karakter tersebut di benak pembaca. Oleh karenanya, pembaca mempunyai akses penuh untuk memiliki hubungan dengan karakter Supernova secara langsung tanpa Dee harus menginterupsi.

Mengenai banyaknya setting tempat asing yang Dee ceritakan dalam Supernova, pun nyatanya Dee belum pernah mengunjungi sebagaian besar tempat yang ia tuliskan. Oleh karenanya, riset adalah menu sehari-hari yang menjadi asupan wajib Dee dalam menulis. Bagi Dee, angle dan porsi deskripsi yang tepat adalah kunci dari penggambaran setting tempat yang berhasil.

“Tanpa terlalu berlebihan membeberkan, atau terlalu minim deskripsi. Jika pas, maka pembaca akan merasa mereka berada di sana, dan imbasnya mereka juga ikut percaya bahwa saya pasti pernah berada di sana,” katanya.

Riset pula yang membawa Dee selalu lulus ‘melahirkan’ anak-anaknya dengan baik, Supernova ‘bersaudara’. Dee mengaku, bahan yang ia kumpulkan untuk riset bisa dipastikan jumlahnya berlipat-lipat dibandingkan apa yang akhirnya termuat dalam cerita.

“Misalnya, tentang fungi. Banyak sekali hal menarik tentang fungi, tapi tidak semuanya bisa dikawinkan dengan elemen fiksi yang tengah saya garap, jadi pada akhirnya saya hanya memasukkan hal-hal yang mendukung cerita. Dari enam atau tujuh buku yang saya baca untuk riset fungi, ketika sudah masuk ke dalam cerita paling jadinya hanya beberapa halaman saja,” terangnya.

Dee menambahkan, meskipun materi riset yang ia muat dalam cerita hanya diambil porsi kecilnya, sisa bahan yang ia pelajari tak terbuang percuma begitu saja. Baginya, riset mempunyai dua fungsi. Pertama, untuk menjadi bahan keyakinan bagi penulis, sama halnya ketika seseorang belajar untuk ujian. Artinya, semakin banyak yang dipelajari, seseorang cenderung lebih percaya diri menghadapi ujian, meskipun belum tentu materi yang dipelajari tadi akan keluar seluruhnya dalam soal ujian. Fungsi kedua, bahwa riset yang strategis akan memperkuat keyakinan pembaca kepada tulisan. Strategis di sini berarti tidak perlu banyak, tetapi tepat guna. Menurut Dee, riset dalam penulisan haruslah mendukung elemen cerita, memperkuat deskripsi, dan menstimulasi panca indra pembaca.

Mengingat Dee menempuh pendidikan formal berupa ilmu sosial, riset dan referensi adalah segala-galanya. Dee selalu percaya, bahwa pendidikan formal seringkali tidak menentukan minat dan ketertarikan personal seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Didasari ketertarikannya dalam bidang  spiritualitas, pada tahun 2000 Dee mulai membaca karya-karya sains yang ditulis oleh para ilmuwan, yang juga berusaha mendedah spiritualitas dari sudut pandang berbeda. Sejak saat itu, Dee yang pada dasarnya menyukai ilmu alam, banyak membaca buku sains. Ia juga mengaku tak terlalu kesulitan untuk memahami buku-buku tersebut.

“Mungkin karena ketertarikan saya sesungguhnya bukan ke teknisnya tapi cenderung ke makna filosofisnya. Kalau disuruh kerja di laboratorium, saya belum tentu suka,” akunya sambil terkekeh.

@fitriafarisabentang

Dee lestari

Dee Lestari: Dari Semua Seri Sebelumnya, Gelombang Mengungkap Banyak Plot Besar

Festival Pembaca Indonesia kembali digelar di tahun 2015 dengan tema “Reading, Caring, Sharing”. Acara yang diselenggarakan Goodreads Indonesia ini merupakan kegiatan puncak dalam setahun. Festival Pembaca Indonesia yang tahun lalu sukses dengan 3.500 pesertanya ini mengadakan Anugerah Pembaca Indonesia. Yakni sebuah penghargaan yang diberikan kepada penulis atas karyanya.

Setelah dua minggu melalui Tahap I dan Tahap II, kini terpilihlah lima besar dalam setiap kategori di Anugerah Pembaca Indonesia. Salah satu yang masih bertahan adalah seri Supernova kelima, Gelombang. Karya Dewi Lestari, yang akrab dikenal dengan nama Dee, masuk dalam kategori Penulis dan Buku Fiksi Terfavorit, bersanding dengan Critical Eleven karya Ika Natassa, In a Blue Moon karya Ilana Tan, Perempuan Patah Hati yang Kembali Menemukan Cinta Melalui Mimpi karya Eka Kurniawan, dan novel Rindu karya Tere Liye.

Menurut Dee Lestari, ia mengatakan bahwa Gelombang salah satu seri Supernova yang paling seru buatnya, karena banyak unsur petualangan, humor, dan juga petunjuk kunci tentang ide besar Supernova.

Polling shortlist yang diadakan Anugerah Pembaca Indonesia 2015 ini diadakan dari tanggal 16 November hingga 22 November 2015. Sama seperti Tahap I dan Tahap II, dalam Polling Shortlist semua peserta yang telah melakukan voting dalam tahap sebelumnya, boleh mem-voting ulang. Dengan syarat harus memiliki akun di situs goodreads.com dan tergabung di grup Goodreads Indonesia. Hasil dari Polling Shortlist ini akan dipilih satu Penulis dan Buku Fiksi Terfavorit.

“Dari semua seri sebelumnya, Gelombang mengungkapkan banyak plot besar Supernova. Ini adalah episode yang paling penting untuk dibaca.” – Dee Lestari.

 

 

Artikel ini telah diterbitkan sebelumnya oleh L. Augusteen 

© Copyright - Bentang Pustaka