Profesionalitas Bekerja

Profesionalitas dalam Bekerja untuk Hasil Maksimal

Profesionalitas dalam bekerja kerap disinggung di berbagai kesempatan. Menilik Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesionalitas termasuk kata benda yang berarti (1) perihal profesi; keprofesian dan (2) kemampuan untuk bertindak secara profesional. Profesional sendiri memiliki arti antara lain, memerlukan kepandaian khusus untuk melakukannya. Profesionalitas juga tidak pandang bulu. Ia tidak melulu monopoli pekerja sektor tertentu. Semua jenis pekerjaan membutuhkan profesionalitas untuk memberikan hasil paripurna. Namun, bagaimana sebetulnya memaknai profesionalitas dalam keseharian di bidang usaha?

Menghayati Profesionalitas dalam Dunia Riil

Rantai Tak Putus mengangkat banyak kisah tentang profesionalitas dalam bekerja. Melalui kisah Agus di Waru, misalnya, kita belajar arti menepati janji kepada klien. Diceritakan bahwa Agus menang tender dengan nilai yang sangat besar, padahal saat itu modal untuk berproduksi sudah sangat menipis. Demi profesionalitas, dia harus mulai berproduksi dengan modal seadanya. Profesionalitas pula yang membuat Agus pontang-panting ke sana kemari mengupayakan modal tambahan hingga berusaha mendapatkan bahan-bahan produksi dengan harga miring.

Profesionalitas dalam diri Agus agaknya tidak lepas dari karakternya yang ulet dan berkemauan keras dalam mencapai tujuan. Namun, sekadar ulet dan berkemauan keras tidaklah cukup. Agus memiliki pula semangat tinggi untuk menambah wawasan baru, sehingga memberinya kesempatan untuk terus mengasah profesionalitasnya.

Profesionalitas dan Passion

Profesionalitas dalam bekerja juga merupakan penopang yang akan menghidupi passion, begitu setidaknya yang diyakini Pinuji, seorang pengusaha bengkel di Waru. Kecintaannya pada otomotif memungkinkannya bertahan mengelola Bengkel of Pinujie. Mengawali usaha bengkel dari nol, Bengkel of Pinujie mengalami banyak cerita jatuh bangun. Pinuji bahkan sempat menyerah dan mencoba banting setir menekuni profesi lain, dari satpam sampai mencoba mendaftar menjadi TKI. Namun, rupanya pesona otomotif masih terlampau kuat. Pinuji akhirnya memutuskan kembali menekuni dunia otomotif.

Namun, passion saja tidaklah cukup. Seperti yang diceritakan kepada Dee Lestari dalam riset penulisan buku Rantai Tak Putus, Pinuji mulai menjalankan bisnis otomotif dengan lebih profesional. Dia membenahi sistem pelayanan, sistem ketenagakerjaan, hingga keuangan. Memang, seperti disebutkan oleh Siti, istrinya yang membantu menangani keuangan, passion membuat Pinuji menjadi tetap tabah mencari jalan keluar setiap ada masalah dalam pekerjaan. Pendapat ini digongi oleh Pinuji. Dia juga sepakat bahwa passion yang tidak dikelola dengan baik akan membuat sulit maju, dan kombinasi dengan profesionalitas akan makin melejitkannya menuju puncak.

Profesionalitas dan UMKM

Kedua contoh di atas menunjukkan pentingnya profesionalitas dalam dunia bekerja. Dalam kasus UMKM Indonesia, menularkan semangat yang menjunjung tinggi profesionalitas merupakan langkah yang tak kalah pentingnya. Menurut data BPS, persentase UMKM di kalangan seluruh unit usaha lain di Indonesia adalah 99,9%, menyumbangkan pendapatan negara hingga sekitar 60%. Jika 99,9% UMKM itu naik kelas–yang tadinya usaha mikro naik menjadi usaha kecil, usaha kecil naik menjadi usaha menengah, dst. Sudah barang tentu akan makin besar jumlah kontribusi yang diberikan ke perekonomian Indonesia. Bukan hanya itu, seperti kata Dee Lestari dalam Rantai Tak Putus,  ketika UMKM naik kelas maka sama artinya menyejahterakan masyarakat.

Rantai Tak Putus, bisa dibilang merupakan bentuk kontribusi Dee Lestari untuk kemajuan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) Indonesia. Pembaca akan melihat bahwa menularkan semangat profesionalitas ke para pengusaha UMKM Indonesia akan membantu mereka untuk berkembang makin maju.

Rantai Tak Putus, buku terbaru Dee Lestari, merupakan karya nonfiksi kedua setelah pada 2019 menulis Di Balik Tirai Aroma Karsa. Buku yang dipandang memberikan banyak tantangan ini membahas perkembangan UMKM di Indonesia.

Buku inspiratif ini terbit pada Agustus 2020 dan bisa didapatkan di seluruh toko buku terdekat atau toko buku online kesayangan Anda dengan harga Rp79.000,00.

 

Dee Lestari Tanda Tangan Rantai Tak Putus

Buku Nonfiksi: Rantai Tak Putus Dee Lestari

Butuh rekomendasi buku nonfiksi? Dee Lestari, penulis novel laris Aroma Karsa, sedang membuka prapesan buku terbarunya yang berjudul Rantai Tak Putus. Berbeda dari buku-buku sebelumnya, Rantai Tak Putus mengangkat Usaha Mikro Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai topiknya.

Apa, sih, yang Dee Lestari kupas dalam bukunya ini?

Baca juga: 5 Alasan Kamu Harus Baca Rantai Tak Putus Dee Lestari

 

Topik yang Harus Diketahui Masyarakat

Awal mula menulis Rantai Tak Putus, Dee Lestari menghadapi dua tantangan. Pertama, dia tidak tahu-menahu tentang apa itu YDBA. Kedua, tentang dunia UMKM pun dia buta. Riset kecil-kecilan membuka mata Dee Lestari tentang pentingnya unit usaha satu ini: UMKM meliputi 99,9% dari keseluruhan unit usaha di Indonesia. Hal ini membuatnya semakin yakin bahwa UMKM adalah topik yang penting untuk diketahui khalayak ramai.

 

Buku Nonfiksi Bergenre Kisah Inspiratif

Membuka halaman pertama Rantai Tak Putus, kita langsung bertemu dengan tokoh bernama Agus. Gaya menulis Dee Lestari langsung terlihat, dengan menceritakan Agus sedang berkendara di jalan raya, di malam hari dalam keadaan tidak sepenuhnya sehat.

Tokoh-tokoh yang muncul dalam Rantai Tak Putus diambil dari kisah nyata. Dee Lestari menemui sendiri para pelaku UMKM binaan YDBA. Selain ikut terjun ke lapangan, Dee juga melakukan wawancara. Kisah jatuh-bangun para pelaku UMKM inilah yang menjadi fondasi buku Rantai Tak Putus.

Menurut Dee sendiri, Rantai Tak Putus sebenarnya mirip dengan buku nonfiksi jurnalisme kreatif. Namun, di dalamnya tidak hanya wawancara semata, melainkan dibingkai dengan narasi yang ciamik.

 

Bertemu dengan Teman-Teman Pelaku UMKM

Dalam risetnya—yang untung saja dilakukan sebelum pandemi melanda—Dee Lestari mengunjungi dua wilayah: Waru, Jawa Timur dan Tapin, Kalimantan Selatan. Kunjungan ini dia lakukan untuk menemui langsung UMKM-UMKM di bawah binaan YDBA.

Pelaku-pelaku UMKM yang ditemuinya pun masuk menjadi tokoh dalam buku Rantai Tak Putus. Misalnya Agus Sholeh Kurnia, pemilik CV Asia Teknik, yang dulunya hanya karyawan bengkel biasa. Baju pijakan pertamanya dalam memiliki usaha sendiri dimulai dari kenekatan membeli mesin bosnya yang seharga 200 juta.

Tidak hanya dari para pelaku UMKM, Dee Lestari juga membawa cerita Rantai Tak Putus dari sudut pandang fasilitator Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) YDBA. Diceritakan tugas-tugas dan peran-peran yang mereka jalankan dalam membina UMKM.

 

Masih banyak lagi seluk-beluk UMKM yang dibahas Dee Lestari dalam Rantai Tak Putus. Mumpung sedang prapesan, buku ini bisa didapatkan di sini. Atau tonton Dee Lestari mendiskusikan bukunya di sini.

 

Kontributor artikel: Anggarsih Wijayanti

Tips Menulis Nonfiksi Populer

Tips Menulis Buku Nonfiksi ala Dee Lestari

Tips menulis buku nonfiksi mungkin bisa kita temukan di mana-mana. Namun, bagaimana jika tips ini berasal dari Dee Lestari, penulis novel laris Aroma Karsa? Karya terbarunya, Rantai Tak Putus merupakan buku nonfiksi bergenre inspirasi yang mengungkapkan kisah sejumlah pejuang UMKM, dari pengusaha maupun tim pembina. Namun, bagaimanakah cara Dee Lestari menulis buku nonfiksi genre inpirasi berjudul Rantai Tak Putus ini? Yuk, kita simak.

Tips Menulis Nonfiksi Populer

Bagaimana tips menulis nonfiksi dari Dee Lestari penulis Rantai Tak Putus?

Mengikat Tulisan

Tips menulis buku nonfiksi poin pertama adalah mengikat tulisan. Bergantung genre yang dipilih. tulisan harus diikat sedemikian rupa sehingga pembaca mau membagi kepedulian dan atensinya untuk meluangkan waktu membacanya. Untuk itu, tulisan harus memiliki struktur yang baik.
Ketahui dulu bagaimana struktur tulisan yang akan kita kembangkan. Mana bagian pembuka, mana isi, mana kesimpulan, dan sebagainya. Jika sudah memahaminya, kita akan mudah menempatkan materi tulisan sesuai porsinya. Tidak lupa pula, setiap paragraf harus saling berkaitan. Setiap paragraf atau bagian akan mendorong pembaca terus menyimak paragraf atau bagian selanjutnya.

Membuat Kalimat yang Memiliki Rasa

Tips menulis buku nonfiksi poin kedua adalah menyusun kalimat yang tidak sekadar bermakna, tetapi juga punya rasa. Bagaimana caranya? Manfaatkan sebanyak mungkin kosakata. Jangan pernah bosan berlatih membuat kalimat, bahkan bereksperimen dengan struktur kalimat.
Sebagai bahan belajar, kita bisa membaca buku sebanyak-banyaknya. Untuk menulis nonfiksi sekalipun, tidak diharamkan pula untuk belajar dari buku fiksi dengan tujuan memperkaya diksi atau pilihan kata. Selain itu, melalui novel fiksi, kita bisa belajar cara menggunakan kata-kata secara powerful untuk menggambarkan sebuah peristiwa. Kemampuan ini akan berguna untuk membantu menulis buku nonfiksi, antara lain motivasi, inspirasi, biografi, dan autobiografi.
Rantai Tak Putus, sebuah buku inpirasi karya terbaru Dee Lestari, dibuka dengan kisah Agus yang mengalami cedera saat bekerja. Dee Lestari menceritakannya dengan dramatis seperti yang banyak ditemukan dalam novel.

Meminimalkan Distorsi dalam Menulis Nonfiksi

Sering kali apa yang ingin kita sampaikan lewat tulisan justru ditangkap berbeda oleh pembaca. Ada banyak penyebab terjadinya distorsi ini, misalnya pemakaian kosakata yang tidak tepat. Untuk itu, perbanyak membaca buku. Dari situ akan ada banyak kosakata baru yang diperoleh. Sesuaikan juga kosakata yang digunakan dengan target pemmbaca maupun tema. Untuk buku-buku yang sifatnya sangat teknis, penggunaan terminologi yang tepat akan membantu meminimalkan distorsi.

Dalam Rantai Tak Putus, Dee Lestari menggunakan banyak istilah manufaktur, bengkel, hingga manajemen UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Namun, mengingat pembaca buku ini pastilah sangat beragam, Dee Lestari tidak sungkan pula untuk menjelaskannya panjang lebar, misalnya untuk istilah manufaktur aftermarket. Dengan demikian, pembaca tidak akan kesulitan mengikuti paparan Dee Lestari mengenai dinamika UMKM di Indonesia, salah satunya dalam sektor manufaktur.

Sering Menulis

Meskipun demikian, dari semua tips di atas, yang terlebih penting adalah sering menulis. Membiasakan diri untuk menulis bisa jadi tidak mudah bagi sebagian besar kita. Dee Lestari memberikan tips untuk membiasakan diri menulis. Jadi, selalu tetapkan sejumlah waktu tertentu, misalnya 15 menit sehari untuk menulis. Jaga selalu komitmen untuk tetap menulis selama 15 menit tersebut. Jika sudah terbiasa, tambahkan lagi waktunya atau bahkan menggantinya dengan target halaman.
Buku nonfiksi yang bagus akan selalu dikenang pembacanya. Biasanya karena ada yang diberikan kepada pembaca, entah informasi, wawasan, perspektif baru, atau malah inspirasi seperti yang dituangkan dalam Rantai Tak Putus. Buku inspiratif ini terbit pada Agustus 2020 dan bisa didapatkan di seluruh toko buku terdekat atau toko buku online kesayangan Anda dengan harga Rp79.000,00.

buku nonfiksi dee lestari

Tantangan Baru Menulis Buku Nonfiksi Dee Lestari

Menulis buku nonfiksi bagi Dee Lestari merupakan tantangan besar baginya. Tantangan akan membuat kita menjadi makin kuat dan maju. Orang butuh tantangan untuk mengasah dirinya. Bentuknya bisa bermacam-macam, baik dalam hidup, pekerjaan, relasi sosial, atau bahkan menulis.

buku nonfiksi dee lestari

Tantangan Menulis Buku Nonfiksi Dee Lestari

Dee Lestari dalam buku terbarunya Rantai Tak Putus mengungkapkan bahwa dia menemukan banyak tantangan selama prosesnya. Tantangan pertama adalah topik. Seperti yang kita ketahui bersama, buku ini bukan karya nonfiksi pertama Dee Lestari. Sebelumnya pada Juni 2019, Dee Lestari pernah menulis buku nonfiksi berjudul Di Balik Tirai Aroma Karsa, yang dari judulnya saja kita sudah tahu bahwa buku tersebut membahas proses penulisan novel laris Aroma Karsa. Buku ini mengungkap rahasia kepenulisan Dee Lestari, yang sudah barang tentu merupakan ranah yang sangat dikuasainya.

Bisa dibilang bahwa inilah kali pertama Dee Lestari menulis buku bertema UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah). Dengan tema yang relatif masih asing ini, mau tidak mau Dee Lestari pun melakukan riset untuk menyelami apa itu UMKM dan permasalahan yang terjadi di dalamnya. Kemudian, Dee Lestari mendapati fakta bahwa, menurut data BPS, persentase UMKM di kalangan seluruh unit usaha lain di Indonesia adalah 99,9%, menyumbangkan pendapatan negara hingga sekitar 60%. Bandingkan dengan perusahaan besar 1% yang menyumbangkan sekitar 30-an%. Dee Lestari pun sadar, menulis buku Rantai Tak Putus merupakan kontribusi berarti bagi masalah penting ini. Namun, bagaimana cara menuliskan buku tentang UMKM dengan cara yang mudah dipahami dan menarik minat pembaca berlama-lama menyimaknya?

Rantai Tak Putus karya Dee Lestari

Rantai Tak Putus adalah karya nonfiksi yang tergabung dalam genre kisah inspiratif, menggunakan jurnalisme kreatif, yang tidak berupa wawancara semata, tetapi juga dibingkai narasi. Di sinilah tantangan kedua muncul, yaitu bagaimana cara menuliskannya. Selaku sosok yang lebih banyak dikenal sebagai penulis fiksi, sangat lumrah jika Dee Lestari menganggap Rantai Tak Putus sebagai tantangan tersendiri. Penulisan nonfiksi, apalagi di luar tema kepenulisan, pastilah mempunyai caranya sendiri. Dee Lestari seperti dipaksa keluar dari zona nyamannya sebagai penulis fiksi. Selama proses menulis tersebut, Dee Lestari mencari sebanyak mungkin referensi buku nonfiksi, terutama yang memberikan banyak sentuhan personal. Penulis tidak mengambil jarak antara dirinya dan objek. Lewat jurnalisme kreatif yang dipilihnya, Dee Lestari bertemu dengan sejumlah narasumber, melakukan wawancara selagi mencoba melihat dengan perspektif sang narasumber.

Baca Juga: Semangat Teguh 5R Binaan Yayasan Dharma Bhakti Astra dalam Rantai Tak Putus

Tantangan Menulis Rantai Tak Putus

Memang di sini ada PR lain yang tak kalah besar, yaitu sebisa mungkin menghindari Rantai Tak Putus menjadi seperti buku wawancara belaka. Dee Lestari memanfaatkan sepenuhnya kiat-kiat menulis fiksi di situ. Sebagai penulis fiksi, cara ini memungkinkan Dee Lestari untuk misalnya, menjadikan kisah dramatis salah seorang tokoh yang diwawancarainya, yaitu Agus, sebagai pembuka buku. Kisah kecelakaan yang dialami Agus disampaikan dengan detail dan sedemikian rupa hingga pembaca seolah hadir di situ dan melihatnya langsung, seperti kutipan di bawah ini:

Jantung Agus berdebar kencang. Ia baru saja lolos dari lubang jarum. Hidup, untungnya, masih berpihak padanya. Telat sekian detik, ia dan mobilnya sudah menjadi roti lapis di tengah Tol Romokalisari. Ia bisa memicu rangkaian kecelakaan. Entah berapa nyawa dapat melayang konyol, semata-mata karena pendar yang tak kunjung padam dan air mata yang tak henti mengucur. Semata-mata karena ia tak tahu kapan harus berhenti.

Ya, Rantai Tak Putus, bisa jadi adalah saksi lain seorang Dee Lestari yang berhasil mengatasi tantangan-tantangannya. Rantai Tak Putus terbit pada Agustus 2020. Buku ini bisa didapatkan di seluruh toko buku terdekat atau toko buku daring kesayangan Anda dengan harga Rp79.000,00.

UMKM

UMKM Seharusnya Diberikan Kail, Bukan Ikan

Saat menyebutkan kata modal untuk UMKM, yang tercetus kali pertama dalam benak kita adalah uang atau barang yang akan menjadi dasar untuk melaksanakan suatu usaha, sesuatu yang konkret dan berwujud. Padahal, jika kita cermati lebih lanjut, modal tidak melulu berupa uang atau barang. Berdasarkan wujudnya, modal dibagi menjadi modal konkret dan modal abstrak. Termasuk di dalam modal abstrak, misalnya pengetahuan, keahlian yang dimiliki sumber daya manusia atau karyawan, relasi dengan mitra, reputasi, citra, dan sebagainya. Kedua jenis modal tersebut selayaknya ada dan saling dukung. Sayangnya, masih banyak yang mengecilkan peran modal lainnya, terutama modal abstrak.

UMKM

Rantai Tak Putus dan UMKM

Rantai Tak Putus, sebuah karya inspiratif karya Dee Lestari yang terbit pada Agustus 2020, menunjukkan bahwa modal yang tidak kalah pentingnya adalah ilmu pengetahuan. Dalam buku terbarunya ini, Dee Lestari memaparkan sejumlah pengusaha UMKM yang berusaha maju dengan mengubah mindset, yaitu mencari ilmu sebanyak-banyaknya. Mereka meyakini bahwa orderan atau uang merupakan hasil sampingan yang mengikuti seiring meningkatnya kualitas diri sebagai pengusaha UMKM.

Selama ini kebanyakan bantuan kepada UMKM di Indonesia diberikan dalam bentuk dana dan modal. Itu tidak salah, karena modal uang dan barang mampu melentingkan tingkat usaha selama bisa digunakan secara tepat. Yang disayangkan adalah jika konsep tentang bantuan itu hanya berhenti sampai di situ, pada perkara modal dan barang. Pengusaha UMKM juga masih membutuhkan bantuan dalam bentuk pendampingan, pelatihan, dan pembinaan hingga akhirnya mereka siap dilepas dan menularkan ilmunya kepada rekan-rekan sesama pengusaha yang masih berjuang.

Kondisi UMKM di Indonesia

Salah satu lembaga yang menaruh perhatian terhadap perkembangan UMKM Indonesia adalah YDBA atau Yayasan Dharma Bhakti Astra. Selama 40 tahun terakhir, mereka membantu para pengusaha dengan memberikan beragam pelatihan. Ibaratnya, memberikan kail, bukan ikan. Memang akhirnya terlihat bahwa mereka yang tekun mengikuti pelatihan dan menerapkannya mengalami peningkatan dalam usaha. Misalnya, kisah Pak Agus yang rajin mengikuti pelatihan sehingga dia lebih memahami cara menyusun keuangan yang rapi, selain juga standar baku dalam bekerja, bermitra, dan berorganisasi. Pengetahuan dan keterampilan tersebut memudahkannya dalam merapikan struktur perusahaannya hingga akhirnya dianggap layak untuk maju tender mendapatkan klien-klien yang lebih besar dan bonafide.

Baca Juga: Rantai Tak Putus untuk UMKM Indonesia

Dee Lestari Membahas Kondisi Ini dalam Bukunya

Rantai Tak Putus, bisa dibilang merupakan bentuk kontribusi Dee Lestari untuk kemajuan UMKM Indonesia. Pembaca akan melihat bahwa ibarat rantai, dana bantuan akan menemukan ujungnya, berakhir di satu unit usaha. Berbeda halnya dengan ilmu atau pelatihan, yang meskipun transformasinya tidak akan mengemuka dalam sekejap, ia bisa menular ke orang-orang lainnya seperti rantai yang tak putus. Harapannya, kemajuan itu tidak akan berhenti di satu mata rantai, tetapi terus mengalir tak berkesudahan.

Rantai Tak Putus, buku terbaru Dee Lestari, merupakan karya nonfiksi kedua setelah pada 2019 menulis Di Balik Tirai Aroma Karsa. Buku yang dipandang memberikan banyak tantangan ini membahas perkembangan UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di Indonesia. Bentuk kontribusi ini mendapat tanggapan bagus dari sejumlah pihak, antara lain Teten Masduki, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Beliau mengatakan:

“Dunia usaha kita sudah menuju arah yang tepat. 99,9% unit usaha di Indonesia adalah UMKM. Pe-er terbesarnya adalah bagaimana mendongkrak kualitas dan produktivitas UMKM hingga berhasil menjadi penyumbang PDB pokok bagi negara kita. Saya sangat senang penulis seperti Dee Lestari mampu melihat pentingnya isu ini. Semoga buku Rantai Tak Putus dapat membuka mata betapa pentingnya kemajuan UMKM bagi kemajuan bangsa. Buku ini sanggup memantik semangat, khususnya generasi muda Indonesia, untuk berani memulai usaha, gigih untuk maju, dan semakin kreatif.”

Jadi, mengingat besarnya peran UMKM di peta perekonomian Indonesia, sudah saatnya kita turut serta berkontribusi di dalamnya. Sekecil apa pun, bisa sangat membantu kemajuan UMKM kita. Rantai Tak Putus terbit pada Agustus 2020. Buku ini bisa didapatkan di seluruh toko buku terdekat atau toko buku daring kesayangan Anda dengan harga Rp79.000,-.

UMKM Indonesia

Rantai Tak Putus untuk UMKM Indonesia

Rantai Tak Putus merupakan karya terbaru dari Dee Lestari yang ingin menekankan arti penting UMKM di Indonesia. Selama ini kita banyak bersentuhan dengan UMKM, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Apa yang saat ini kita pegang, nikmati, dan konsumsi, bisa jadi merupakan hasil kerja para pejuang UMKM.

UMKM Indonesia

Kriteria UMKM di Indonesia

Lantas, seperti apa kriteria UMKM itu? Undang-Undang yang mengatur tentang UMKM adalah UU No. 20/2008, yang menjelaskan sebagai: “perusahaan kecil yang dimiliki dan dikelola oleh seseorang atau dimiliki oleh sekelompok kecil orang dengan jumlah kekayaan dan pendapatan tertentu.” Undang-undang tersebut juga mengatur masalah kriteria, yang mencakup omzet dan aset. Misalnya, Usaha Kecil atau usaha rumah tangga adalah unit usaha dengan aset 50 juta dan omzet hingga 300 juta per tahun. Kemudian, Usaha Kecil adalah unit usaha dengan aset 50-500 juta dan omzet Rp300 juta hingga Rp2,5 miliar. Adapun, Usaha Menengah adalah unit usaha dengan aset Rp500 juta sampai 10 miliar dan omzet Rp2,5 miliar hingga Rp50 miliar. Terakhir, unit usaha dengan aset di atas Rp10 miliar dan omzet di atas Rp50 miliar per tahun disebut Usaha Besar.

Menurut data BPS, persentase UMKM di kalangan seluruh unit usaha lain di Indonesia adalah 99,9%, menyumbangkan pendapatan negara hingga sekitar 60%. Bandingkan dengan perusahaan besar 1% yang menyumbangkan sekitar 30-an persen. Oleh karena itu, bayangkan, bagaimana jadinya jika 99,9% UMKM itu naik kelas―yang tadinya usaha mikro, naik menjadi usaha kecil, usaha kecil naik menjadi usaha menengah, dst. Sudah barang tentu akan makin besar jumlah kontribusi yang diberikan ke perekonomian Indonesia. Bukan hanya itu, seperti kata Dee Lestari dalam Rantai Tak Putus, ketika UMKM naik kelas maka sama artinya menyejahterakan masyarakat.

Baca Juga: UMKM Seharusnya Diberikan Kail, Bukan Ikan

Kehadiran UMKM dan Pertumbuhannya

Memang, kehadiran UMKM ini bukan sekadar menyumbangkan pendapatan negara, tetapi juga membuka lapangan kerja. UMKM di bidang pertanian misalnya, akan menyerap tenaga buruh tani, penggilingan, hingga pengolahan, membentuk sebuah jaringan yang saling membutuhkan. Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM RI pada 2017, UMKM memiliki pangsa sekitar 99,99% (62.9 juta unit) secara total mampu menyerap sekitar 97% tenaga kerja nasional. Bandingkan dengan Usaha Besar (hanya 0,01% atau 5.400 unit) yang hanya menyerap sisanya sekitar total 3% tenaga kerja nasional alias 3,58 juta jiwa. Ketika UMKM tumbuh makin kuat, tentunya hal ini akan berkorelasi pada makin besarnya lapangan kerja yang tersedia.

Mengingat pentingnya UMKM bagi perekonomian Indonesia, tidak heran jika banyak pihak menaruh perhatian terhadap hal ini. Bahkan, pemerintah mendorong pihak perbankan atau pihak terkait untuk memberikan banyak kemudahan dan fasilitas bagi perkembangan UMKM. Termasuk menyerukan kepada badan-badan pemerintah untuk belanja produk UMKM. Berita terbaru menyebutkan disediakannya anggaran modal kerja sebesar Rp28,8 triliun untuk 12 juta usaha mikro dan ultra mikro yang sedang banyak mengalami guncangan di era pandemi COVID-19 ini.

Arti Penting UMKM bagi Dee Lestari

Begitu pun Dee Lestari, menyadari arti penting UMKM bagi negara ini, ingin menularkan wawasan ini kepada para pembaca. Lewat kisah-kisah para pengusaha UMKM dan pemberdaya muda, pembaca akan tahu betapa mereka mencurahkan tenaga dan pikiran untuk membesarkan usahanya. Bagaimana kesulitan yang mengadang, dan betapa pentingnya menjalin jaringan atau networking, dalam memajukan usaha.

Kita pun bisa mendukung UMKM Indonesia dengan aktif menyerap produksi atau menggunakan jasa mereka. Coba perhatikan usaha-usaha di sekeliling kita. Misalnya perajin kain, perajin besi, penghasil alat-alat rumah tangga, peternak ikan, petani cabai, dan banyak lagi. Dengan membeli langsung produk-produk mereka, sama artinya dengan menggerakkan roda perekonomian yang terancam pandemi ini. Pada akhirnya, ketika UMKM berjaya, Indonesia dan seluruh rakyatnya pasti akan turut merasakan manfaatnya. Bantuan segenap komponen masyarakat, baik sebagai konsumen, pemodal, ataupun pemangku kebijakan, akan saling terjalin bagai rantai tak putus, yang makin menguatkan posisi UMKM di porsi kue perekonomian Indonesia. Dapatkan buku Rantai Tak Putus di sini.

Semangat_Teguh_5R_Binaan_Yayasan_Dharma_Bhakti_Astra_dalam_Rantai_Tak_Putus

Semangat Teguh 5R Binaan Yayasan Dharma Bhakti Astra dalam Rantai Tak Putus

Karya terbaru Dee Lestari berjudul Rantai Tak Putus mengisahkan lika-liku UMKM Indonesia. Tak hanya berfokus pada UMKM, Rantai Tak Putus melihat lebih dalam bagaimana pembinaan dari Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA). Yayasan yang berdiri sejak tahun 1980 ini memiliki filosofi:

“Berikan kail, bukan ikan.”

Didirikan oleh William Soeryadjaya, yayasan yang kerap disebut YDBA ini memiliki misi pembinaan dan pengembangan UMKM di Indonesia. Secara khusus UMKM binaan YDBA merupakan UMKM yang berkaitan dengan value chain bisnis Astra. Mulai dari bengkel mitra Honda, Astra Honda Authorized Service Station (AHASS), bengkel umum roda empat, bengkel umum roda dua, manufaktur, hingga pengrajin dan petani.

Pembinaan Melalui LPB

YDBA selama hampir 40 tahun berdiri, telah membina total 10.374 UMKM. Tentunya hal itu tak mudah. Maka dari itu, YDBA mendirikan Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) sebagai perpanjangan tangan. Total telah terdapat 18 Lembaga Pengembangan Bisnis yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

LPB tersebut tersebar mulai dari Jakarta, Mataram, Kutai Barat, Sidoarjo, Palembang, Kapuas Tengah, Tapin, Yogyakarta, Tegal, Paser, Pontianak, Muara Enim, Semarang, Klaten, hingga Tabalong. Meski tersebar di berbagai daerah, LPB-LPB tersebut memiliki konsep yang sama. Melalui pembinaan para pemberdaya muda, setiap UMKM di bawah LPB selalu berpegang teguh para prinsip 5R.

Prinsip 5R di Bawah LPB

Sejauh Dee Lestari melakukan observasi di beberapa UMKM dan LPB, selalu ditemuinya spanduk bertuliskan 5R. 5R itu terdiri dari Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin. Kelima hal tersebut menjadi praktik utama yang dilatihkan YDBA dan LPB terhadap semua UMKM di bawah binaan mereka.

Mantra-mantra tersebut terpampang di mana pun. Pada dasarnya 5R ini merupakan mentalitas yang diusung oleh YDBA. Di balik itu sebenarnya bahwa 5R merupakan adaptasi dari bahasa Jepang, yaitu Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke. Kelimanya pada dasarnya memiliki makna yang sama.

Ringkas/Seiri bermakna bahwa kita harus menyingkirkan barang yang tak perlu. Rapi/Seiton bermakna untuk meletakkan segala sesuatu pada tempatnya sesuai dengan alur kerja. Resik/Seiso yaitu membersihkan peralatan dan daerah kerja secara rutin. Rawat/Seiketsu memastikan prosedur dan jadwal agar ketiga praktik sebelumnya berkelanjutan. Rajin/Shitsuke yaitu pemeliharaan disiplin diri untuk terus konsisten melakukan keseluruhan praktik.

Selengkapnya mengenai prinsisp 5R dapat dibaca pada karya terbaru Dee Lestari yaitu Rantai Tak Putus. Ikuti PreOrder mulai 10-31 Agustus 2020 hanya di Bentang Pustaka (@bentangpustaka).

Baca juga: Sinopsis Rantai Tak Putus.

 

Penulis: Stevanus Febryanto W.S

Tokoh-Tokoh_dalam_Rantai_Tak_Putus

Tokoh-Tokoh dalam Rantai Tak Putus

Dee Lestari akan menerbitkan karya terbarunya. Kali ini karya terbarunya merupakan buku nonfiksi. Karya nonfiksi kedua setelah Di Balik Tirai Aroma Karsa ini berjudul Rantai Tak Putus. Melalui Rantai Tak Putus Dee Lestari akan membahas bagaimana para Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Indonesia dapat hidup dan berkembang. Maka dari itu, dalam penceritaannya akan memunculkan berbagai tokoh nyata. Mulai dari pelaku UMKM, pihak Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) selaku pembina UMKM, para pemberdaya muda dari Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB), hingga sudut pandang Dee Lestari sendiri.

Meskipun termasuk buku nonfiksi, pembawaan dan penceritaan di dalam Rantai Tak Putus tetap berbentuk narasi dengan khas penulisan Dee Lestari sehingga penggambaran suasana hingga karakter tokoh dapat tergambar dengan jelas. Eksplorasi dan observasi penulis juga membuat banyak tokoh yang ada terlihat peranannya dalam Rantai Tak Putus. Mulai dari pemilik usaha manufaktur, pemilik bengkel, petani, hingga para pemberdaya disajikan dalam porsi yang merata.

Pelaku UMKM dalam Rantai Tak Putus

Berfokus pada para UMKM di bawah binaan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA), Rantai Tak Putus menceritakan bagaimana seluk-beluk UMKM di Indonesia. Penceritaan mengenai pemilik UMKM akan menjadi pusat cerita dalam Rantai Tak Putus. Seperti Agus, seorang pemilik usaha manufaktur CV Asia Teknik di Waru. Secara singkat Agus diceritakan sebagai pemilik usaha manufaktur di Waru, Sidoarjo, Jawa Timur. Tepat, CV Asia Teknik merupakan salah satu UMKM di bawah binaan Yayasan Dharma Bhakti Astra, atau secara spesifik di bawah Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) Waru.

Sebelum itu juga terdapat penceritaan bagaimana Agus dapat membangun, mendirikan, dan menjalankan usaha manufakturnya di Waru. Di balik itu juga terdapat penceritaan tokoh-tokoh lain yang nyata seperti rekan-rekan Agus, keluarga Agus, hingga bos Agus di tempat Agus pernah bekerja. Kemudian terdapat tokoh Sugeng, pemilik bengkel Sugeng Motor di bawah binaan LPB Waru. Bahkan, penceritaan mengenai UMKM Sugeng Motor juga melibatkan berbagai tokoh, mulai dari sang anak bernama Eko hingga istri Sugeng yang bernama Rubina, juga diceritakan yang menjadi latar belakang penceritaan berkembangnya dan evolusi atas bengkel Sugeng Motor.

Kemudian terdapat juga seorang petani di bawah binaan LPB Tapin. Petani bernama Ardiani merupakan petani karet dan hortikultura di Tapin, Kalimantan Selatan. Diceritakan juga mengenai seorang rekannya, ketua organisasi BSK (Berkat Saraba Kawa) yaitu Bambang. BSK merupakan lembaga yang membantu mengarahkan para petani agar menjadi serbabisa.

Yayasan Dharma Bhakti Astra dan Para Pemberdaya Muda

Di balik para UMKM yang hidup, terdapat pembinaan yang kuat. YDBA melalui LPB di setiap daerah mengarahkan para pemberdaya muda untuk membina setiap UMKM. Aghnia salah seorang pemberdaya muda di LPB Waru. Aghnia juga yang membina UMKM dari bengkel Sugeng, yaitu Sugeng Motor. Para pemberdaya muda di setiap UMKM memiliki penceritaan masing-masing.

Ikuti kisah inspiratif mereka selengkapnya hanya di Rantai Tak Putus yang merupakan karya terbaru dari Dee Lestari. Ikuti pre-order selama periode 10 – 31 Agustus 2020. Simak info mengenai pre-order Rantai Tak Putus hanya di bentangpustaka.com dan Instagram @bentangpustaka.

Baca juga : Sinopsis Rantai Tak Putus

 

Penulis: Stevanus Febryanto W.S

Pembinaan_dalam_Rantai_Tak_Putus

Pembinaan dalam Rantai Tak Putus

Rantai Tak Putus akan menjadi buku nonfiksi kedua dari Dee Lestari. Mengisahkan mengenai kehidupan lika-liku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah). Mulai dari usaha manufaktur, petani, hingga bengkel yang berupa UMKM. Dalam karya Dee Lestari ini terkhusus membahas UMKM di bawah binaan Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA). Sehingga dalam penceritaan Rantai Tak Putus akan melihat dari berbagai sudut pandang.

Pengisahan bagaimana UMKM di Indonesia hidup dan berkembang akan melihat dari berbagai sudut pandang. Mulai dari sudut pandang Dee Lestari sebagai penulis dan selama melakukan observasi, pemilik UMKM, hingga para pelaku pembinaan dari YDBA. Pelaku UMKM mendapatkan bantuan pembinaan di bawah Yayasan Dharma Bakti Astra melalui cabangnya berupa Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB).

Pembinaan Dua Arah dalam Rantai Tak Putus

Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) sebagai cabang dari YDBA memberikan pembinaan untuk para UMKM di Indonesia. Sistem yang digunakan merupakan pembinaan dua arah. Dua arah di sini dimaksudkan bahwa yang besar mau berbagi dengan yang kecil. Kemudian yang kecil juga tidak hanya menerima melainkan mau mencari tahu dan bekerja sama satu sama lain.

“Pendampingan merupakan tarian dua arah. Yang kecil mau membuka diri, yang besar mau berbagi.

Keduanya harus bekerja sama. Keduanya harus maju bersama.”

Jika diresapi maka hal ini tidak hanya berlaku dalam lingkup usaha dan bisnis dalam konteks ini adalah UMKM dalam kisah Rantai Tak Putus. Lebih dari itu, jika menelisik lebih dalam, maka dalam kehidupan sosial manusia, sebagai individu maupun kelompok pembinaan harus diaplikasikan sedemikian rupa. Pembinaan dua arah di mana satu orang dengan yang lain.

Sebuah konsep di mana yang lebih ahli dalam suatu hal mau berbagi dengan yang masih berkekurangan. Namun, juga tidak menutup mata yang berkekurangan tidak dapat hanya menengadahkan tangan dan menerima. Semua harus dilakukan dengan dua arah. Dibutuhkan suatu hubungan timbal balik.

Segera PreOrder

Ikuti kisah selengkapnya dalam karya terbaru Dee Lestari, yaitu Rantai Tak Putus. Ikuti PreOrder melalui Bentang Pustaka. Simak informasi dan update terkait hanya di website resmi bentangpustaka.com dan akun Instagram @bentangpustaka. PreOrder akan dibuka mulai 10 Agustus hingga 24 Agustus 2020.

 

Penulis: Stevanus Febryanto W.S

Rantai_Tak_Putus_Karya_Terbaru_Dee_Lestari

Rantai Tak Putus Karya Terbaru Dee Lestari

Dee Lestari akan segera menerbitkan karya terbarunya. Berjudul Rantai Tak Putus akan membahas mengenai Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada di Indonesia. Rantai Tak Putus akan menjadi karya nonfiksi kedua Dee Lestari setelah Di Balik Aroma Karsa yang rilis pada 2019 kemarin. Penulis yang kerap disapa Ibu Suri ini akan mengangkat kisah-kisah bagaimana UMKM di Indonesia dapat berkembang hingga saat ini. Kali ini Mintang akan hadirkan sedikit sinopsis dari karya terbaru Dee Lestari

Melalui Rantai Tak Putus Dee Lestari mengangkat bagaimana kehidupan dari berbagai unsur dan lapisan UMKM di Indonesia. Banyak kita sebagai masyarakat awam tak menyadari peran besar UMKM untuk negara ini. Faktanya, lebih dari 37% GDP (Gross Domestic Product) disumbangkan oleh UMKM atau unit-unit usaha mikro kecil hingga menengah. UMKM hidup dan berkembang di antara kita. Berikut mari telisik bagaimana penceritaan dan sinopsis dalam karya terbaru Dee Lestari

Kisah dalam Rantai Tak Putus

Secara garis besar karya terbaru Dee Lestari ini akan membahas bagaimana UMKM di Indonesia dapat tumbuh dan berkembang. Secara khusus Rantai Tak Putus akan berpusat pada UMKM di bawah binaan Yayasan Dharma Bakti Astra (YDBA). Penceritaan akan mengambil sudut pandang Dee Lestari sebagai penulis yang juga melakukan observasi. Kemudian juga mengambil sudut pandang para pelaku UMKM di bawah binaan YDBA.

Mulai dari pemilik UMKM manufaktur, petani, hingga bengkel akan diangkat kisahnya. Bagaimana mereka merintis usaha, hingga akhirnya dapat berkembang dan naik kelas bersama binaan. Tak hanya berkisah mengenai kehidupan UMKM saja, Dee Lestari juga mengambil sudut pandang pihak LPB (Lembaga Pengembangan Bisnis). Sebagai cabang dari YDBA, LPB memberikan pembinaan bagi para UMKM. Rantai Tak Putus memberikan kisah bagaimana para pemberdaya muda memberikan arahan untuk UMKM dapat naik kelas dan berkembang.

Sinopsis Rantai Tak Putus

“Ke mana pun kita melayangkan pandang, UMKM―Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah―selalu hadir. Dari petani cabai hingga pemilik bengkel, UMKM menyediakan lapangan kerja terbanyak sekaligus alat terbaik untuk pengentasan kemiskinan dan pemerataan ekonomi. Namun, kuantitas tak selalu bertumbuh selaras dengan kualitas. Lantas, adakah formula ideal untuk menaikkan kelas UMKM di Indonesia?

Dee Lestari, salah seorang penulis terbaik Indonesia, mengajak kita menelusuri jawaban itu. Berkisah lewat narasi nan hidup, Rantai Tak Putus tidak sekadar inspiratif, tetapi juga menyimpan mutiara penting.”

 

Simak selengkapnya di buku terbaru Dee Lestari, yaitu Rantai Tak Putus. Ikuti PreOrder mulai tanggal 10 Agustus hingga 24 Agustus 2020. Ikuti update-nya hanya di Instagram @bentangpustaka.

 

Penulis: Stevanus Febryanto W.S

© Copyright - Bentang Pustaka