Rantai Tak Putus: Tipe-Tipe Penawar di Pasar dan Warung

Setiap orang sebagai pembeli tentunya akan menginginkan harga terbaik bagi dirinya. Maka dari itu, muncul istilah “penawar” (orang yang menawar) dalam transaksi jual beli. Kegiatan tawar menawar ini biasa dilakukan di warung-warung atau toko kelontong yang tergolong sebagai Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Seperti dalam karya terbaru Dee Lestari berjudul Rantai Tak Putus yang akan membahas mengenai UMKM di Indonesia.

Warung-warung kecil hingga toko kelontong di Indonesia juga termasuk ke dalam UMKM. Kelengkapan dan kemudahan pembelian di warung maupun toko kelontong menjadikannya sebagai prioritas utama tempat berbelanja bagi sebagian orang. Pemenuhan kebutuhan sehari-hari juga dapat didapatkan melalui warung-warung hingga toko kelontong. Kemudian hal yang sama juga terjadi dalam kasus pasar tradisional. Kelengkapan di pasar tradisional menjadi kekuatan tersendiri dibandingkan warung dan toko-toko kelontong.

Berbelanja di pasar tradisional dan warung-warung kecil sebenarnya memiliki keunikan tersendiri. Hal yang tidak dapat dilakukan jika berbelanja di supermarket. Hal tersebut adalah kegiatan tawar-menawar barang. Pembeli atau konsumen dapat melakukan tawar-menawar dengan pembeli. Sehingga pembeli cenderung memiliki sifat menawar. Di Indonesia sendiri budaya tawar-menawar ini sudah menjadi hal yang umum. Maka dari itu, Mintang akan merangkum tipe-tipe penawar di pasar maupun warung berikut.

Tipe Penawar yang Membandingkan dengan yang Lain

Biasanya trik ini dilakukan ketika kondisi tempat kios berjualan berjejer antara yang satu dengan yang lain. Kemudian barang yang dijual merupakan jenis barang yang sama, sehingga membuat kalian malas berkeliling. Hal tersebut menimbulkan tipe menawar seperti ini.

Penawar biasanya akan melontarkan kalimat seperti:

“Di sebelah saya dapat harga segini loh, Mbak/Mas. Masa di sini mahal banget, sih.”

Akan tetapi, strategi penawaran ini masih terbilang 50:50. Karena saat ini banyak juga penjual yang lebih hebat. Penjual akan memberikan tanggapan, “Ya sudah, beli di sana aja, Mbak/Mas.”

Tipe Penawar Kejam

Dalam kegiatan tawar-menawar biasanya penawaran dilakukan dengan memotong harga sebesar 30% hingga 50%. Hal ini merupakan aturan tidak tertulis dalam dunia tawar-menawar. Namun, ternyata hal ini tidak menutup kemungkinan terdapat para penawar ekstrem yang berani menawar harga lebih dari setengah harga atau di atas 50%. Mungkin atas dasar terlalu perhitungan dan juga tidak mau rugi yang menghadirkan penawar-penawar kejam ini.

Tipe Penawar Bahasa Lokal

Tipe penawar ini sangat yakin bahwa jika membeli menggunakan bahasa daerah maka akan mendapatkan harga yang lebih rendah. Kemudian akan dirasa meningkatkan persentase keberhasilan dalam tawar-menawar. Misalnya jika penjual menggunakan bahasa Jawa, maka penawar juga akan menggunakan bahasa Jawa.

Tipe Penawar Pura-Pura Pergi

Cara terakhir dari strategi para penawar adalah pura-pura pergi. Ketika penjual sudah menolak harga tawaran dari pembeli, maka penawar akan berpura-pura pergi. Hal itu dilakukan dengan harapan sang penjual akan memanggil kembali dan memberikan harga tawaran kepada sang pembeli. Uniknya hal ini cenderung berhasil. Biasanya penjual akan memanggil kembali.

“Ya udah deh, harga segini nggak apa-apa.”

Kemudian penawar akan memalingkan kembali dengan wajah gembira karena tawaran mereka berhasil.

Tawar-menawar menjadi budaya yang umum di Indonesia. Namun, tidak boleh dilupakan setiap pedagang pasar bahwa warung yang berupa UMKM juga mengeluarkan modal yang tidak sedikit. Sehingga kita sebagai pembeli juga harus memahami hal tersebut dan tidak terlalu kejam dalam menawar.

 

Penulis: Stevanus Febryanto W.S

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta