Peran Perempuan Mengubah Budaya di Tempat Kerja

Banyak perusahaan memiliki budaya di tempat kerja yang kompetitif, meledak-ledak, dan penuh argumen. Orang-orang bertengkar sampai membeberkan secara terperinci seluruh data yang ada dalam tiap kesempatan, entah hanya untuk menjatuhkanmu atau membuatmu malu.

Dalam setiap rapat, gladi resik, atau pun lokakarya keadaan kompetitif ini selalu mencoba untuk menampakkan sifat aslinya yang kejam. Jika kau tak cukup pandai mendebat dengan sengit, berarti kau tak menguasai data, tidak cerdas, atau tidak paham betul apa yang sedang kita kerjakan. Seolah dalam dunia kerja, semua orang dituntut bersifat tangguh dan tidak ada ruang bagimu untuk bersikap manusiawi seutuhnya.

Dalam kondisi kerja yang kompetitif, setiap orang enggan untuk memuji dan menyatakan rasa terima kasih kepada seseorang yang telah melakukan pekerjaan sesuatu dengan baik. Hal tersebut didasari oleh prinsip alamiah dari sistem kompetitif itu sendiri bahwa kau harus menjatuhkan lawanmu sebanyak mungkin untuk menjadi seorang pemenang.

Ekosistem kerja yang seperti ini sudah bersifat toxic bagi kesehatan mental seseorang, baik laki-laki atau perempuan. Walhasil, karena tingginya persaingan di dalam budaya kerja, sulit rasanya mencoba untuk menjadi diri sendiri di tempat kerja.

Perempuan Membuat Ekosistem Kerja menjadi Lebih Manusiawi

Perempuan dapat mengubah budaya di tempat kerja yang toxic ini ketika mereka mencoba untuk membuka tangan dan hati mereka lebar-lebar. Ketika semua orang merasa terasing oleh budaya kerja yang menganggap semua orang itu tangguh, rasional, dan kompetitif, ia dapat mempertanyakan. “Mengapa perempuan tidak boleh menangis di kantor, tetapi laki-laki boleh membentak di kantor? Respons emosional mana yang lebih dewasa?” tanya Melinda Gates dalam bukunya The Moment of Lift.

Pertanyaan ini coba dijawab oleh Melinda dalam kisahnya mengenai kolega perempuan yang mampu menciptakan budaya empati di lingkungan kerjanya di Microsoft. Namanya Patty Stonesifer, ia adalah atasan, mentor, dan sosok teladan Melinda di Microsoft.

Patty menjadi sosok teladan di Microsoft karena dianggap punya gaya yang khas sehingga menjadi magnet bagi orang-orang untuk bekerja sama dengannya. Rahasia kepemimpinannya ialah ia membiarkan seseorang untuk bisa jujur tentang kekuatan dan kelemahannya. Ia adalah seseorang yang memulai budaya baru di Microsoft untuk berani berkata, “Aku salah.” Mampu mengakui kelemahan dan kesalahan tanpa khawatir semua itu akan digunakan untuk menjatuhkan mereka adalah perasaan yang menakjubkan.

Bagi Melinda, menjadi diri sendiri mungkin terdengar sebagai sikap muluk-muluk untuk bertahan dalam sebuah budaya kerja yang agresif. Namun, hal tersebut punya maksud untuk membuat seseorang berani dan tidak menjadi pengecut hanya untuk diterima di lingkungan kerja. Dengan begitu, kita punya kesempatan untuk berani menunjukkan bakat, prinsip, pendapat, guna mempertahankan hak-hak kita. Pada saat yang bersamaan, kita juga tidak perlu mengorbankan rasa hormat kepada diri sendiri. Di situlah kekuatan muncul dan budaya yang toxic itu berangsur-angsur berubah menjadi lebih manusiawi. (Tejo)

1 reply

Trackbacks & Pingbacks

  1. […] perempuan memiliki wadah untuk berkumpul dan berbagi cerita, perempuan merasa saling memiliki satu dengan […]

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta