BENTANGPUSTAKA

Belajar Islamic Montessori di Rumah Belum Lengkap Tanpa Hal-Hal Berikut!

Menerapkan sebuah sistem pembelajaran untuk anak di rumah membutuhkan persiapan yang matang. Semakin baik dalam persiapannya, maka semakin efektif pelajaran yang diserap oleh anak. Dalam artikel sebelumnya telah dijelaskan beberapa hal yang penting sebelum memulai Islamic Montessori di rumah. Baca artikelnya DI SINI.

Lalu, apakah persiapan saja sudah cukup? Tentu tidak, Happy Parents. Selama kegiatan Islamic Montessori, anak tidak serta-merta dilepaskan begitu saja untuk bermain dan mengeksplorasi permainannya. Namun, orang tua perlu konsisten mengarahkan anak sesuai dengan filosofi Montessori dan nilai-nilai Islam yang ingin ditanamkan. Berikut hal-hal yang wajib diperhatikan saat penerapan Islamic Montessori di rumah.

Presentasi Kegiatan dengan Beginning, Middle, dan End serta Mengaitkan dengan Nilai Islami
Setiap kegiatan Montessori harus memiliki sistematika dan waktu yang ditentukan untuk melatih kedisiplinan. Secara tidak langsung juga memberi kenyamanan kepada anak karena anak peka terhadap keteraturan. Sistematika kegiatan Montessori dibagi menjadi tiga sesi, yaitu pembukaan, pertengahan, dan penutupan. Dalam Islamic Montessori, hendaknya setiap sesi dilakukan dengan menyebut asma Allah dan mengaitkan kegiatan dengan kebesaran dan ciptaan Allah.

SHOW Presentation and Limit Intervention
Sebelum anak mampu bermain Montessori secara mandiri, kita perlu mencontohkan terlebih dahulu. Anak-anak tidak akan mengerti dan mengingat dengan baik apa yang kita contohkan apabila kita menjelaskan sambil memeragakan kegiatan tersebut. Penjelasan menggunakan kata-kata harus dilakukan bergantian dengan penjelasan menggunakan gerakan tangan. SHOW merupakan singkatan dari Slow Hands, Omit Words yang berarti gerakan tangan yang perlahan dan menahan mulut untuk berbicara ketika tengah memeragakan cara bermain dalam Islamic Montessori.

Mengaplikasikan Work Cycle
Yang satu ini terlihat mudah dan sederhana, tetapi perlu konsistensi dari orang tua untuk mengingatkan anak, khususnya pada awal-awal penerapan Islamic Montessori di rumah. Orang tua perlu menyiapkan satu nampan untuk setiap permainan Montessori. Ketika permainan itu akan digunakan oleh anak, anak harus membawa nampan tersebut ke “ruang kerjanya”, yaitu pada mat yang bisa diletakkan di meja atau lantai. Sehingga, seluruh proses bermain dan belajar hanya dilakukan di atas mat. Setelah selesai, ia harus mengembalikannya pada lemari atau tempat khusus permainan Montessori yang disediakan orang tua. Ini akan membentuk karakter disiplin dan tanggung jawab dalam dirinya.

Dalam buku Islamic Montessori Inspired Activity yang akan terbit sebentar lagi, ketiga hal tersebut dijelaskan lebih terperinci disertai berbagai aktivitas dan tip pendukung yang dapat menjadi panduan orang tua dalam menerapkan Islamic Montessori di rumah. Nantikan karya dari Ms. Zahra Zahira, founder Indonesia Islamic Montessori Community ini, ya! Hanya di Bentang Pustaka. Follow Instagram @bentangkids agar tidak ketinggalan informasinya.

Keluarga sebagai Sumber Belajar bagi Anak Lewat Observational Learning

Keluarga menjadi sumber belajar anak-anak usia dini sebab di dalam rumah mereka bisa belajar apa pun, kapan pun, di mana pun, dan dengan siapa pun. Anak-anak biasanya akan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah daripada di sekolah. Situasi ini dapat dimanfaatkan oleh para orang tua untuk menanamkan nilai-nilai sosial pada anak, sekaligus membentuk ikatan emosional antara anak dan orang tua.

Anak-anak merupakan peniru ulung. Mereka diibaratkan seperti spons yang mampu menyerap semua hal yang mereka lihat maupun mereka dengar. Kemampuan ini tentu saja memberikan dampak positif pada fase pembelajaran anak pada usia dini. Maka tidak heran, sebagai orang dewasa, kita diminta untuk sangat berhati-hati ketika bersikap dan berperilaku di depan anak-anak. Namun di sisi lain, kita justru bisa menjadi role model bagi anak-anak. Ini akan menjadi keuntungan tersendiri bagi kita yang ingin melatih anak-anak untuk belajar dari segala macam hal di sekitarnya.

Keluarga menjadi sumber belajar anak-anak usia dini sebab di dalam rumah mereka bisa belajar apa pun, kapan pun, di mana pun, dan dengan siapa pun. Anak-anak biasanya akan menghabiskan lebih banyak waktu di rumah daripada di sekolah. Situasi ini dapat dimanfaatkan oleh para orang tua untuk menanamkan nilai-nilai sosial pada anak, sekaligus membentuk ikatan emosional antara anak dan orang tua. Tidak dapat dimungkiri, keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan yang utama bagi anak. Lalu, bagaimana keluarga menjadi tempat belajar yang efektif bagi anak?

Pada anak-anak usia dini, mereka memiliki pikiran yang mudah menyerap informasi yang dilihat atau didengarnya. Dalam teori Montessori, hal ini disebut dengan absorbent mind. Anak-anak tanpa sadar akan mudah menangkap informasi dari lingkungan di sekitarnya, kemudian mempelajari semua itu dengan cepat. Dengan kemampuan anak yang demikian, langkah tepat untuk menjadikan keluarga sebagai sumber belajar adalah melalui observational learning. Anak-Anak bisa memperlajari hal-hal baru lewat hal yang dilakukan orang tuanya di rumah.

Ada empat komponen penting dalam proses observational learning. Pertama, attention process, kegiatan meniru atau modeling. Anak-anak akan menaruh perhatian pada model yang akan ditiru. Kedua, retention process, setelah memperhatikan dan mengamati model, kemudian akan disimpan dalam bentuk simbol-simbol yang tidak hanya diperoleh melalui pengamatan visual saja, tetapi juga melalui verbalisasi. Hasil pengamatan ini biasanya akan berbentuk meniru perilaku model. Komponen ketiga adalah motor reproduction process, agar bisa mereproduksi tingkah laku secara tepat, peniru tadi sudah bisa memperlihatkan kemampuan-kemampuan motorik yang meliputi kekuatan fisik. Komponen terakhir adalah ulangan-penguatan dan motivational processes yang bertujuan untuk mengaplikasikan tingkah laku dalam kehidupan nyata dan ini bergantung pada kemauan serta motivasi yang didapat. Proses peniruaan tingkah laku memerlukan penguatan agar memperkuat ingatan dan bisa memperlihatkan tingkah laku dari hasil meniru.

Empat komponen dalam proses observational learning tadi sebenarnya secara tidak sadar sudah dilakukan oleh anak-anak di rumah. Para orang tua perlu memperlihatkan perilaku baik agar bisa ditiru oleh anak, bahkan diaplikasikan dalam aktivitas sehari-seharinya. Contoh sederhananya seperti ini, orang tua selesai makan segera membereskan piring, sendok, dan gelas yang telah digunakan, kemudian segera membawanya ke tempat cuci piring. Anak-anak yang melihat hal ini akan memprosesnya di dalam otak. Pada awalnya, orang tua harus meminta mereka terlebih dahulu untuk melakukan hal yang sama, tetapi jika kegiatan itu dilakukan secara berulang, anak-anak akan melakukannya dengan lebih terbiasa. Tidak heran jika ada pepatah yang mengatakan bahwa anak-anak lebih membutuhkan contoh nyata agar mereka bisa langsung meniru dan mengaplikasikannya.

Dalam buku anak pertama karya Maudy Ayunda berkolaborasi dengan ilustrator Kathrin Honesta yang berjudul Kina and Her Fluffy Bunny melatih anak untuk belajar dari hal-hal yang ada di sekitarnya dan menjadikan orang tua mereka sebagai role model. Melalui observational learning, anak-anak juga akan diasah untuk menjadi pribadi yang inisiatif.

(Nur Oktafia Rachmawati)

Membangun Kepercayaan di Atas Perasaan Resah Berpisah si Kecil

I am scared they will not come back. Mungkin adalah ketakutan yang sering terlintas pada si kecil ketika kita meninggalkannya pada hari pertama atau hari-hari awal masuk sekolahnya. Tidak ada yang salah dengan perasaan resah berpisah si kecil. Sebab, menurut penelitian Luh Surini biasanya anak yang mengalami kecemasan berpisah/resah berpisah berasal dari keluarga yang memiliki hubungan emosional yang sangat erat yang membuat si kecil akan merasa tidak nyaman, resah, cemas ketika berada di luar rumah atau jauh dari orang-orang terdekatnya. Berdasarkan pengalaman, orang tua yang merasa tidak tega karena si kecil menangis akan lebih memilih mengalah untuk menungguinya sehingga ketergantungan dengan sosok ibu malah akan semakin kuat. <p style="text-align: justify;"><em>“I’m scared they won’t come back.” </em>Mungkin adalah ketakutan yang sering terlintas pada si kecil ketika kita meninggalkannya pada hari pertama atau hari-hari awal masuk sekolahnya. Tidak ada yang salah dengan perasaan resah berpisah si kecil. Sebab, menurut penelitian Luh Surini biasanya anak yang mengalami kecemasan berpisah/resah berpisah berasal dari keluarga yang memiliki hubungan emosional yang sangat erat yang membuat si kecil akan merasa tidak nyaman, resah, cemas ketika berada di luar rumah atau jauh dari orang-orang terdekatnya. Berdasarkan pengalaman, orang tua yang merasa tidak tega karena si kecil menangis akan lebih memilih mengalah untuk menungguinya sehingga ketergantungan dengan sosok ibu malah akan semakin kuat.</p>

<p style="text-align: justify;">Terdapat banyak jurnal penelitian psikologi yang meneliti tentang <em>separation anxiety</em> atau perasaan resah berpisah pada anak, tetapi sebagai orang tua, tentu kita akan memilih jalan yang lebih mudah untuk memahami <em>separation anxiety</em> ini. Nah, Vidya Dwina Paramita dalam bukunya <a href="https://mizanstore.com/jatuh_hati_pada_montessori_58793"><span style="color:#0000CD;"><em>Jatuh Hati pada Montessori</em></span></a><span style="color:#0000CD;"> </span>adalah jawaban bagaimana mencari solusi tentang si kecil yang memiliki perasaan resah berpisah. Menurut Vidya, sering kali resah berpisah pada awal masuk sekolah terjadi karena ia belum menyadari siklusnya yang baru: bahwa ia bukan ditinggal begitu saja lalu tak lagi bertemu ayah ibu selama-lamanya. Si kecil berpikir bahwa mungkin ia akan ditinggal karena si ibu tidak lagi menyayanginya, atau karena ia nakal dengan adiknya.</p>

<p style="text-align: justify;">Salah satu solusi untuk membuat si kecil tidak lagi merasa resah adalah dengan membangun kepercayaan. Kepercayaan yang dibangun antara si kecil dan ibu atau ayahnya akan membentuk sebuah <em>mindset</em> baru di kepalanya bahwa ia ditinggal untuk dijemput lagi, ia ditinggal untuk belajar dan bermain dengan teman-temannya, dan ia ditinggal di sekolah bukan karena ia nakal, melainkan karena ia cerdas dan akan menjadi anak yang hebat. Hal yang menarik dari Vidya di dalam bukunya <a href="https://mizanstore.com/jatuh_hati_pada_montessori_58793"><span style="color:#0000CD;"><em>Jatuh Hati pada Montessori</em></span></a><span style="color:#0000CD;"> </span>adalah ajakannya untuk merenungkan dan mengingat kembali ketika kita dihadapkan pada posisi yang sama seperti anak. Lingkungan yang baru, orang-orang baru, dan situasi yang berbeda sering kali membuat kita tidak nyaman. Padahal, kita sudah lebih besar dan tentunya lebih siap dengan perubahan-perubahan yang mendadak, tetapi perasaan resah dan cemas masih saja menjadi hal yang sulit kita hadapi. Lalu, bisa kita bayangkan kan, bagaimana dengan si kecil yang kemampuan adaptasinya masih belum seperti kita?</p>

<p style="text-align: justify;"><em>Moms</em>, yuk, kita bangun kepercayaan antara kita dan si kecil dengan dimulai dari hal-hal sederhana. Misalnya, menepati janji akan menjemputnya tepat waktu; rajin menanyakan kabarnya setelah seharian belajar dan bermain di sekolahnya; memberi penjelasan bahwa ia adalah anak yang hebat karena itu ia diberi kesempatan untuk bersekolah dan bermain bersama teman-teman yang lain; memberi penjelasan bahwa ia anak yang baik karena itu ia bisa bertemu dengan ibu guru yang cantik-cantik dan menyenangkan; atau mungkin <em>Moms</em> bisa memulai dengan memeluk dan menciumnya sebelum pergi dan berkata, “Mama janji akan jemput Kakak setelah Kakak selesai bermain di sini.”</p>

<p style="text-align: justify;">Dan, satu lagi yang Vidya tulis dengan menarik untuk mengakhiri penjelasannya tentang resah berpisah bahwa “Cinta orang tua adalah cinta yang melepaskan.” Yang dimaksud adalah  jika kita mencintai anak, ajarkan ia mengenal dunianya yang baru karena ia butuh kehidupan yang lain selain kehidupan di rumahnya dan kehidupan bersama kakak atau adiknya. Nah, bagaimana, <em>Moms</em>? Tertarik mencobanya? Yuk, segera koleksi buku <a href="https://mizanstore.com/jatuh_hati_pada_montessori_58793"><span style="color:#0000CD;"><em>Jatuh Hati pada Montessori</em></span></a><span style="color:#0000CD;"> </span>dari <a href="https://www.instagram.com/bentangkids/">Bentang Kids</a> sebagai pilihan tepat buku bacaan untuk <em>Moms</em> lebih mengenal si kecil dan berbagai permasalahannya.</p>

<p style="text-align: justify;"> </p>

<p style="text-align: justify;"><em>Diolah dari buku <a href="https://mizanstore.com/jatuh_hati_pada_montessori_58793"><span style="color:#0000CD;">Jatuh Hati pada Montessori </span></a>karya Vidya Dwina Paramita</em></p>

<p style="text-align: justify;"><em>Sumber gambar : www.tumblr.com</em></p>

<p style="text-align: justify;"> </p>

<p style="text-align: justify;"> </p>

<p style="text-align: justify;"> </p>

<p><span style="font-size:10.0pt;font-family:"Arial","sans-serif";color:#333333">- – – – - <o:p></o:p></span></p>

<p style="font-variant-ligatures: normal;font-variant-caps: normal;orphans: 2;
text-align:start;widows: 2;-webkit-text-stroke-width: 0px;text-decoration-style: initial;
text-decoration-color: initial;word-spacing:0px"><strong><span style="font-size:10.0pt;font-family:"Arial","sans-serif";color:#333333">Dapatkan koleksi buku ini di seluruh toko buku kesayangan</span></strong></p>

<p style="font-variant-ligatures: normal;font-variant-caps: normal;orphans: 2;
text-align:start;widows: 2;-webkit-text-stroke-width: 0px;text-decoration-style: initial;
text-decoration-color: initial;word-spacing:0px"><strong><span style="font-size:10.0pt;font-family:"Arial","sans-serif";color:#333333">Ada diskon 15% untuk pembelian hanya di </span><span style="font-size: 10pt; font-family: Arial, sans-serif;"><a href="https://mizanstore.com/"><span style="color:#0000CD;">mizanstore.com</span></a></span><span style="font-size:10.0pt;font-family:"Arial","sans-serif";color:#333333"> juga loh!</span></strong></p>

<p style="font-variant-ligatures: normal;font-variant-caps: normal;orphans: 2;
text-align:start;widows: 2;-webkit-text-stroke-width: 0px;text-decoration-style: initial;
text-decoration-color: initial;word-spacing:0px"><span style="font-size:10.0pt;font-family:"Arial","sans-serif";
color:#333333"><o:p></o:p></span></p>

<p style="font-variant-ligatures: normal;font-variant-caps: normal;orphans: 2;
text-align:start;widows: 2;-webkit-text-stroke-width: 0px;text-decoration-style: initial;
text-decoration-color: initial;word-spacing:0px"> </p>

<p style="font-variant-ligatures: normal;font-variant-caps: normal;orphans: 2;
text-align:start;widows: 2;-webkit-text-stroke-width: 0px;text-decoration-style: initial;
text-decoration-color: initial;word-spacing:0px"> </p>Larasati M

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta