Montessori

Montessori & Menumbuhkan Rasa Ingin Tahu pada Anak

Montessori percaya bahwa anak bukanlah bejana kosong yang siap diisi fakta. Secara naluriah, mereka penuh rasa ingin tahu, senang belajar, eksplorasi, dan menemukan solusi kreatif dalam kehidupannya. Hal ini menjadi pegangan dasar para guru montessori. Mereka percaya bahwa manusia dilahirkan dengan potensi yang siap dikembangkan. Misalnya, sikap ingin tahu yang merupakan faktor penting dalam proses belajar.

Dengan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, anak-anak akan memiliki keinginan yang kuat untuk belajar. Montessori meyakini rasa ingin tahu harus dikembangkan sejak dini. Dengan demikian, hal itu menjadi suatu kebiasaan yang akan mendukung proses belajar anak di masa depan.

Simone Davies dalam bukunya The Montessori Toodler memaparkan beberapa prinsip yang harus dimiliki orang tua untuk menumbuhkan rasa ingin tahu pada anak.

 

Ikuti Kemauan Anak

Orang tua cenderung mengabaikan pendapat anaknya karena dirasa masih terlalu kecil. Contohnya saja ketika ingin pergi liburan. Mereka akan menjadi pengambil keputusan yang menentukan rencana liburan keluarga, mulai dari lokasi hingga aktivitas. Padahal, apabila kita membiarkan anak-anak berpendapat, hal itu sudah termasuk salah satu upaya dalam menumbuhkan rasa ingin tahu anak, lho. Anak-anak akan merasa memiliki kendali terhadap kehidupan mereka sendiri.

Mendorong Pembelajaran yang Melibatkan Tangan (Hand-on)

Anak-anak senang mengeksplorasi sekitarnya untuk mendapatkan sensasi dan pengalaman langsung. Perilaku menyentuh, mendengar, dan merasakan benda-benda yang ada di sekitarnya merupakan proses belajar terbaik bagi mereka. Oleh karena itu, Simone Davies memberikan saran melalui buku The Montessori Toodler untuk memberikan anak fasilitas untuk bermain di alam. Alam adalah tempat yang bagus untuk pembelajaran yang melibatkan tangan dan indra.

Libatkan Anak dalam Kehidupan Sehari-hari

Rasa ingin tahu anak paling tinggi bisa dilihat dari bagaimana reaksi anak yang selalu penasaran dengan apa yang dilakukan orang tuanya. Misalnya ketika memasukkan baju ke mesin cuci. Terkadang anak akan mengeluarkan kembali baju-baju tersebut. Melibatkan anak dalam pekerjaan rumah akan mendorong rasa ingin tahunya. Meskipun ketika melibatkan mereka, pekerjaan rumah menjadi sedikit lama dan berantakan, namun akan membentuk memori yang dapat bertahan selamanya.

Jangan Terburu-buru

Dalam menumbuhkan rasa ingin tahu anak, orang tua tidak boleh terburu buru dan tidak sabar. Memancing rasa penasaran anak pasti membutuhkan waktu. Misalnya, ketika anak bertanya tentang suatu hal, memang akan lebih cepat kita memberi tahu langsung. Tetapi akan lebih baik jika anak ikut terlibat dan mencari jawaban.

Biasanya, rasa ingin tahu anak yang berlebih justru dianggap menganggu. Orang tua merasa kelelahan mempersiapkan jawaban yang tepat. Alhasil, rasa ingin tahu mereka sering kali dimatikan sebelum bisa tumbuh berkembang. (annisa)

 

Kina Makes A New Friends

Menumbuhkan Toleransi kepada Anak Sejak Dini

Perbedaan selalu ada di sekitar kita dan membutuhkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tentunya tidak mudah dipahami oleh anak-anak. Mereka belum memahami konsep perbedaan dalam keberagaman. Sebagai orang tua, kita perlu mengenalkan konsep tersebut secara perlahan dan mulai menumbuhkan toleransi kepada anak dalam dirinya. Sebab, zaman sekarang, mengajarkan toleransi kepada anak-anak rasanya tidak cukup hanya dengan pelajaran yang ada di sekolah.

Orang tua perlu mengajarkan sikap toleransi sejak dari rumah. Lingkungan tempat anak-anak tinggal akan sangat berpengaruh terhadap sikap toleransi anak pada masa depan. Mereka akan memiliki kemampuan untuk memahami, menghargai, dan bekerja sama dengan orang lain. Lalu, apa saja yang bisa kita lakukan untuk menumbuhkan sikap toleransi pada anak-anak sejak dini?

1.Mengenalkan anak tentang perbedaan yang ada di sekitarnya

Menurut Anne Stenhouse, seorang konsultan anak usia dini,  anak-anak menyadari perbedaan pada orang lain sejak usia dini. Misalnya warna kulit, tekstur rambut, suara, dan bentuk penampilan yang lain. Mereka memperhatikan itu semua, berusaha untuk memahami dan menerimanya. Hal tersebut bisa menjadi langkah awal untuk menumbuhkan toleransi kepada anak-anak. Mereka biasanya akan mengajukan pertanyaan tentang perbedaan di sekitarnya. Sebagai orang tua, jangan ragu untuk mengajak mereka berbicara dan menjelaskan perbedaan-perbedaan itu dengan kalimat yang mudah dicerna.

2. Biarkan anak-anak berada di lingkungan yang beragam

Awalnya akan terasa tidak familier bagi anak-anak karena mereka terbiasa melihat sesuatu yang “sama” atau “mirip” di lingkungan sehari-hari. Namun, orang tua perlu memberikan ruang bagi anak untuk keluar dari “circle” mereka. Anak-anak perlu melihat perbedaan yang ada di sekitarnya. Di lingkungan yang beragam, anak-anak bisa menjadi lebih berani dan lebih terbuka untuk berinteraksi dengan orang lain.

3. Hati-hati ketika berkomentar tentang orang lain

Tanpa kita sadari, anak-anak sangat memperhatikan apa yang dilakukan atau dikatakan oleh orang tua. Kita perlu berhati-hati ketika memberikan komentar kepada orang lain. Bisa jadi tindakan atau perkataan kita malah merujuk pada sikap intoleran.

4. Pilih media yang cocok untuk mengajarkan toleransi kepada anak-anak

Selektif dalam memilih apa yang ditonton atau dibaca oleh anak-anak sangat perlu dilakukan. Nah, salah satu media yang cocok untuk mengajarkan toleransi kepada anak adalah seri kedua dari Kina’s Story karya Maudy Ayunda dan Ilustrator Kathrin Honesta. Karakter Kina, Anya, dan Lulu dalam Kina Makes A New Friend mengajak anak-anak untuk lebih menghargai satu sama lain. Sebuah kisah sederhana yang bisa dibaca oleh semua kalangan usia. Dengan membaca Kina Makes A New Friend, buku kedua seri Kina, orang tua bisa melakukan bonding dengan anak sekaligus mengajarkannya tentang toleransi.

Our world needs people who seek to understand, rather than assume without knowing. Here Kina learns to embrace change and not judge others.

 

Yuk, ajak anak-anak kita untuk mencintai keberagaman dan menghargai perbedaan!

Andien Aisyah

Andien Aisyah, dari Menyanyi Jazz hingga Jadi Ibu

 

Andien Aisyah

Andien Aisyah Belahan Jantungku

Andini Aisyah Haryadi atau lebih dikenal dengan nama Andien Aisyah. Ia adalah seorang penyanyi jazz asal Indonesia yang telah menelurkan tujuh album selama dua dekade dalam industri musik. Tak hanya musik jazz, Andien juga memiliki ketertarikan pada bidang fashion.

Tiga tahun lalu, Andien dianugerahi seorang putra yang lucu bernama Anaku Askara Biru, atau lebih akrab dipanggil Kawa. Sejak menjadi ibu, kiprah Andien di Indonesia kian meluas, tidak hanya dalam bidang musik dan fashion, tetapi juga lifestyle.

Selama ini, metode asuh yang diterapkan oleh Andien pada Kawa banyak “kontroversional”, benarkah? Yuk, kenali Andien lebih dalam.

Andien Aisyah Menekuni Jazz Sejak Belia

Sejak kecil, Andien selalu lebih tertarik pada lagu-lagu jazz. Saat teman-temannya lebih menyukai lagu-lagu Whitney Houston, Andien lebih suka dengan lagu Girl From Ipanema. Bakat menyanyi ini tak disia-siakan. Andien selalu menjuarai kontes menyanyi di Indonesia maupun di luar negeri. Hingga pada usia 15 tahun, Andien menelurkan album pertamanya berjudul Bisikan Hati.

Menikah pada 2015

Andieh Aisyah telah menikah dengan Irfan Wahyudi, atau akrab disapa Ippe. Pertemuan mereka berawal dari event yang diikuti Andien. Kala itu Ippe adalah seorang EO. Saat ini, Ippe aktif menjadi fotografer dan menekuni hobi sepeda.

Andien dan Ippe Dianugerahi Kawa

Tak lama setelah menikah, Andien Aisyah dikaruniai seorang putra yang lucu bernama Anaku Askara Biru. Kawa adalah panggilannya sejak sebelum lahir. Nama Anaku Askara Biru diambil dari beberapa bahasa, salah satunya adalah bahasa Jepang.

Metode Parenting Andien Aisyah

Sejak memasuki kehamilan, Andien mempelajari beberapa metode mengasuh anak. Pada masa kehamilan, ia aktif mengikuti yoga dan mengonsumsi makanan penunjang kehamilan. Setelah itu, Andien mulai banyak menyuarakan mengenai gentle birth. Pada proses kelahiran pun Andien memilih metode water birth atau melahirkan di dalam air. Metode-metode yang diterapkan Andien ini menjadi kontroversi pada beberapa kalangan.

Akan tetapi, ternyata metode gentle birth yang diterapkan Andien sebenarnya sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang. Yang perlu diperhatikan dari metode ini adalah bahwa proses melahirkan bukanlah proses yang penuh paksaan.

Selain metode tersebut, Andien sudah menerapkan metode BLW atau Baby Lead Weaning pada Kawa sejak berusia 5 bulan. Artinya, Kawa sudah bisa mengonsumsi makanan padat sedari dini. Metode ini pun menuai kritikan dari beberapa pihak. Namun, Andien punya alasan tersendiri ia menerapkan BLW pada Kawa.

Andien menceritakan perjalanan hidupnya sebagai seorang perempuan dan sebagai ibu ke dalam buku pertamanya, Belahan Jantungku. Tidak hanya tulisan Andien, di dalam buku ini pun terdapat tulisan beberapa praktisi kesehatan dalam bidangnya masing-masing, seperti Reza Gunawan, Najeela Shihab, Couch Yusa, dr. Ratih Wulandari, dan lainnya. Buku ini bisa mulai dipesan 26 Oktober 2019. (Afina)

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta