Tujuh Buku Terlengkap untuk Belajar tentang Metode Montessori.

Montessori adalah sebuah metode pendidikan yang dikembangkan oleh Dr. Maria Montessori. Metode Montessori merupakan pendekatan yang berpusat pada anak dan berdasarkan pengamatan ilmiah terhadap anak. Saat ini, metode Montessori banyak diterapkan oleh sekolah-sekolah pendidikan anak usia dini. Hal ini karena efeknya yang sangat baik dan bermanfaat untuk perkembangan motorik, pengembangan diri, wawasan, dan identifikasi kecerdasan majemuk.metode montessori memiliki pandangan tentang melihat cara belajar anak yang disesuaikan dengan karakteristik anak, dan tujuan metode montessori adalah membantu anak untuk menolong dirinya sendiri.

Tidak hanya di sekolah, banyak pula orang tua yang mulai menerapkan metode Montessori dalam pengasuhan anak-anaknya melalui kegiatan-kegiatan sederhana di rumah. Orang tua mulai sadar untuk mendidik anak sesuai dengan zamannya dan mulai tergerak untuk mencari informasi tentang berbagai macam metode pengasuhan anak, salah satunya adalah metode Montessori. Orang tua dapat belajar tentang metode Montessori melalui workshop dan seminar yang mulai sering diadakan. Untuk menambah referensi tentang metode Montessori, berikut buku-buku terlengkap yang membahas metode Montessori. Mulai dari filosofi sampai bagaimana cara menerapkannya di rumah.

1. Montessori for Multiple Intelligences

Buku ini membahas bagaimana orang tua menyikapi kecerdasan anaknya dan memberikan stimulasi untuk perkembangannya. Cerdas sering diidentikkan dengan prestasi akademik, padahal setiap anak memiliki sembilan kecerdasan majemuk yang ada dalam dirinya untuk kita kembangkan. Melalui buku ini, penulis mengupas tentang ide stimulasi untuk mengasah kecerdasan majemuk anak dan tip melatih anak mengoreksi sendiri kesalahannya.

2.The Montessori Toddler

Buku ini membahas bagaimana menangani balita dengan metode Montessori. Masih banyak orang tua  yang menganggap balita sulit ditangani, dan melalui buku ini kita diberi tahu bahwa dengan metode Montessori, kita dapat memahami balita dan lebih mudah. Buku ini juga menunjukkan bagaimana metode Montessori membantu orang tua untuk membesarkan anak yang penuh rasa ingin tahu dan bertanggung jawab.

3. Real Mom Real Journey

Menjadi ibu adalah sebuah anugerah. Mulai dari hamil, melahirkan, menyusui, dan merawat anak, itu adalah rangkaian proses yang sangat bermakna dan berharga. Ibu dalam pandangan masyarakat haruslah sempurna. Hal itu ditolak oleh Elvina Lim Kusumo bahwa menjadi ibu tidak harus serbabisa. Buku ini berisi kisah inspirasi menjadi seorang ibu dari Elvina dan 19 ibu lainnya dari komunitas yang didirikannya. Membagikan kisah inspiratif seorang ibu yang harus mengasuh anaknya seorang diri di negara asing, menjadi seorang ibu pekerja yang juga ingin selalu ada untuk anak, tentang seorang ibu yang melawan penyakitnya demi keluarga, dan kisah inspiratif lainnya. Buku ini juga membahas metode Montessori dan penerapannya dalam pengasuhan anak.

4. Montessori Play and Learn

Buku ini ditulis oleh Lesley Britton. Mengajak pembaca untuk megenal  filosofi Montessori dan mengenalkan lebih banyak penerapan metode Montessori di rumah. Terdapat berbagai aktivitas dan permainan Montessori yang bisa diterapkan di rumah sehingga memberi pengalaman belajar secara langsung untuk anak.

5. Jatuh Hati pada Montessori

Buku ini berisi tentang panduan penerapan Montessori untuk guru dan orang tua, memaparkan dengan detail lima area penting dalam filosofi Montessori, dan tip merancang aktivitas seru bersama anak. Buku ini mengulas perbedaan pembelajaran dengan metode konvensional dan metode Montessori dan bagaimana dampaknya bagi perkembangan anak.

6. Montessori’s Own Handbook

Buku ini adalah buku yang langsung ditulis oleh Dr. Maria Montessori, penggagas metode Montessori. Di dalamnya mengupas semua filosofi dalam metode Montessori mulai dari filosofi Montessori itu sendiri dan filosofi material-material yang digunakan dalam metode tersebut. Buku ini juga memperlihatkan kepada kita tentang bagaimana metode ini bermula, menegok children house yang merupakan cikal bakal metode Montessori, serta mengupas pentingnya stimulasi sensori untuk anak usia dini.

7. Islamic Montessori Inspired Activity

Menjelaskan metode Montessori dan Islamic Montesssori. Islamic Montessori diadaptasi dari metode Montessori yang digagas oleh Dr. Maria Montessori. Dalam metode Islamic Montessori ada penambahan pendekatan, yakni aspek spiritual agama Islam pada setiap kegiatannya. Aspek tersebut adalah Islamic Studies dan art and craft. Setiap aktivitas bermain diselipkan ajaran agama Islam. Sebagian besar buku ini berisi ide-ide permainan Islamic Montessori.

 

Tantangan Mengajari Anak Membaca

Perbandingan sosial membuat kita berlomba-lomba agar anak menjadi yang tercepat bisa membaca. Berbagai upaya dilakukan orangtua agar anak bisa membaca secepat dan selancar mungkin, tanpa memperhatikan esensi dari “mampu membaca”. Akibatnya, banyak anak usia prasekolah yang lancar membaca, namun minim pemahaman atas apa yang dibacanya. Padahal, tujuan utama belajar membaca yaitu agar kita bisa memahami, mengolah, menyampaikan, dan memberikan opini terhadap suatu wacana. Dengan kata lain, menjadi manusia yang terliterasi. Berdasarkan studi Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2018, Negara Indonesia menduduki peringkat paling bawah dari 46 negara dalam kemampuan membaca. Artinya, masih banyak pr untuk para guru, orangtua, dan pemegang kebijakan dalam menjawab tantangan mengajari anak membaca sebagai  proses paling awal menuju masyarakat terliterasi.

Teknologi, Membantu atau Menghambat?

Digitalisasi pada berbagai aspek kehidupan turut berpengaruh terhadap dinamika perkembangan seseorang.  Jika 10 tahun lalu kita perlu berjalan menuju pangkalan ojek untuk mendapatkan jasa antarjemput, sekarang kita hanya perlu satu jari hingga ojek online muncul di depan rumah.

Perkembangan digital juga telah menyentuh area anak. Bukan hal aneh lagi jika kita menemukan anak kecil yang mahir memainkan gawai. Kabar baiknya, gawai dapat menjadi media belajar yang interaktif dan inovatif. Mau belajar apapun, gawai siap menawarkan solusi. Sayangnya, penggunaan gawai pada anak turut menghambat beberapa aspek perkembangan anak. Misalnya, adanya gadget dapat mengurangi interaksi anak dengan manusia sehingga akan berdampak pada kurangnya kemampuan komunikasi verbal.

Dalam buku Montessori: Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja sang penulis, Vidya Dwi Paramita, menjelaskan bahwa gawai juga membentuk pola hidup instan. Gratifikasi instan tersebut tentu saja tidak membuat anak belajar akan ketekunan untuk memperoleh sesuatu. Vidya mencontohkan, anak bisa mewarnai suatu objek dalam gawainya hanya dengan satu ketukan, tanpa harus menggerakkan tangan dan mengarsir pelan. Akibatnya, kemampuan motorik halus akan kurang mendapat stimulus (Baca: pentingnya stimulasi motorik dalam buku Dr. Montessori Own Handbook). Padahal, anak butuh kemampuan motorik menggenggam pensil untuk mempersiapkannya belajar menulis. Jadi, kita harus bijak dalam memanfaatkan gawai untuk anak agar tidak menjadi bumerang bagi perkembangannya.

Empati dan Kesabaran

Terkadang kita lupa bahwa anak belum mengerti cara huruf dan bunyinya bekerja. Maka ketika anak tak kunjung bisa membaca, orang tua dan guru jadi frustrasi dan akhirnya memarahi anak. Di sisi lain, anak juga merasa tertekan dan akhirnya menganggap bahwa belajar ialah aktivitas yang menegangkan. Jadi, merupakan tantangan tersendiri dalam mengajari anak membaca untuk dapat berempati dan bersabar. Vidya juga menekankan bahwa dalam belajar, peran guru dan orangtua ialah pendamping dan pengarah, bukannya pemberi intervensi dan pemarah.

Mari kita merefleksi yang telah kita lakukan kepada anak. Apakah sudah tepat dan efektif? Atau justru membuat anak takut belajar bersama kita? Di buku Montessori: Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja Vidya Paramita akan menjelaskan seluk beluk belajar membaca yang menyenangkan. (rahma)

 

Penanaman Nilai kepada Anak dengan Media Humanis

Tentu kita pernah membaca kisah beberapa anak yang memiliki kepribadian luar biasa. Ada anak usia 7 tahun rela menggendong adiknya ke sekolah. Di lain sisi, kita juga sering menemui, beberapa anak anak yang mudah marah ketika mainan dipinjam oleh temannya. Padahal, itu adalah mainan milik bersama di sekolah. Melihat kedua contoh di atas, muncullah pertanyaan, bagaimana bisa anak memiliki perkembangan kepribadian yang berbeda? Apa kunci dari penanaman nilai kepada anak? Dua hal di atas erat kaitannya dengan penalaran moral anak tentang bagaimana anak membedakan mana yang baik dan buruk.

Penuh tantangan. Itulah dua kata yang terlintas ketika membicarakan soal pendidikan anak. Sekilas, mendidik anak bisa terlihat sebagai hal yang mudah karena pelajaran yang dibutuhkan hanya hal dasar. Tetapi, ketika melihat lebih dalam, justru ini bisa menjadi hal tersulit. Sesuatu yang mendasar tak hanya bersifat sederhana, tetapi juga esensial. Dasar-dasar ini yang nantinya akan membentuk mereka; menjadi fondasi menjalani kehidupan. Bila di pelajaran ini gagal maka bangunan kepribadian anak akan sangat rapuh.

Perkembangan Moral Anak di Tahap Preconventional

Sebelum muncul pertanyaan lebih lanjut, mari berkenalan dengan teori perkembangan moral dari Lawrence Kohlberg. Dia adalah seorang psikolog Amerika dan professor di University of Chicago. Menurut Kohlberg, moral anak umumnya berada di tahap preconventional. Tahap ini menggambarkan bahwa penalaran moral anak masih berdasarkan pada kontrol eksternal.  Artinya, anak menilai baik dan buruk bergantung pada respons eksternal yang ia dapat. Di sini, peran orangtua sangatlah besar. Orangtua harus secara tepat memberikan respons untuk setiap tindakan anak.

Untuk menanamkan nilai moral di tahap preconventional ini ada banyak cara. Obedience dan punishment disebut sebagai salah satu yang efektif. Cara ini menekankan pada kepatuhan anak dalam menjalani arahan orang tua. Hukuman juga diterapkan bila anak melanggarnya. Tak melulu berupa fisik, hukuman bisa berupa pengurangan uang saku dan sejenisnya. Meski begitu, metode ini dirasa kurang optimal. Kita seakan sebagai penegak aturan saja yang kurang memahami sisi manusia mereka. Oleh karena itu, kita juga butuh metode lain. Metode penanaman nilai dengan cara yang menyenangkan: membacakan cerita.

Menyentuh Sisi Emosional Anak dengan Cerita

Berbeda dengan obedience dan punishment, membacakan cerita lebih menyentuh sisi emosional anak. Bila obedience dan punishment memberi tekanan, sebaliknya, membacakan cerita memberi anak kesenangan. Anak dapat terhibur dengan cerita, sekaligus mendapatkan nilai yang sebaiknya ia pegang. Membacakan cerita juga akan membangun kedekatan antara orang tua dengan anak. Si kecil akan merasa orang tua sebagai sosok pelindung yang mencintainya. Efeknya, anak akan lebih kuat saat menggenggam nilai yang diajarkan orang tuanya.

Ada banyak sekali sumber cerita yang dapat orang tua manfaatkan. Orang tua bisa membacakan kisah nabi dan rasul, kisah para pahlawan pemberani, atau dongeng-dongeng rakyat. Misalnya pada buku Para Sahabat Kesayangan Rasulullah, si kecil dapat memetik pelajaran moral dibantu dengan fitur “Pojok Hikmah” yang tersedia di setiap akhir cerita.

Interaksi saat membacakan cerita juga perlu diperhatikan. Orang tua juga sesekali berdialog kepada anak saat membacakan cerita. Contohnya, menanyakan apa yang akan terjadi, apa yang sebaiknya dilakukan oleh tokoh, dan sejenisnya. Pertanyaan-pertanyaan ini akan menstimulasi kognitif mereka. Penalaran mereka akan terlatih. Mereka tak hanya memahami moral secara pasif, tapi juga dengan berpikir aktif. Inilah keunggulan metode menggunakan cerita.

Ada banyak sekali manfaat bercerita terhadap perkembangan moral anak. Interaksi dan kesenangan adalah kuncinya. Bila anak dapat belajar secara menyenangkan, penanaman nilai kepada anak akan menjadi lebih mudah. Interaksi juga menjadi kunci yang dapat melatih kognitif anak sekaligus membangun kedekatan dengan anak. Dengan ini, anak akan terbangun kepribadiannya, baik dari dalam maupun dari luar. Apakah Anda tertarik untuk mencobanya? (Rahma)

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta