Ada Apa dengan Pendekatan Montessori dan Dongeng? Pembelajaran yang Tidak Sejalan?

Kebanyakan orang berkata, “Montessori menghambat perkembangan imajinasi, Montessori dan Fairy Tale tidak bisa sejalan” Begitu kata mereka. Lalu, apakah benar? Pada kenyataannya, itu mitos. Montessori dan Dongeng sebenarnya berjalan bersama dengan cukup baik.

Ketidakcocokan kedua metode pembelajaran tersebut dikarenakan anak-anak Montessori tidak memainkan Barbie, pembelajaran mereka lebih pada, menyusun balok-balok. Mereka juga tidak membaca buku tentang Winnie the Pooh, tapi buku tentang luar angkasa dan hewan-hewan. Masalahnya adalah, orang tua ingin anaknya juga mengalami imajinasi yang alami dan indah sehingga masa kecil anak lebih bahagia.

Mari kita mencari tahu melalui buku Filosofi Montessori karya Rosalynn Tamara. Rosalynn menciptakan karya ini berdasarkan dengan pembelajaran yang telah disampaikan oleh Maria Montessori sendiri. Simak artikel berikut guys!

Mengapa Pembelajaran Montessori Menolak Dongeng?

Montessorian yang paling kaku akan menjelaskan kepada kita bahwa, permainan dramatis/ imajinatif tidak terjadi di kelas Montessori. Maria Montessori mendorong teori lebih jauh dengan menolak membacakan dongeng untuk anak-anak karena dia percaya bahwa meskipun cerita-cerita indah, mereka tidak punya tempat di ruang kelas untuk “bekerja”. 

Namun, jika anak-anak merasa sulit untuk menarik garis antara apa yang nyata dan apa yang tidak, itu hanya akan berlaku pada usia mereka yang paling manis dan paling muda. Faktanya, kenyataan akan masuk dan meluruskan mereka dari hal imajinatif tersebut (dan saat ini, dengan bantuan teknologi dan media) yang mana, hal itu terjadi lebih cepat dari sebelumnya.

Montessori, Realitas, dan Imajinasi

“Imajinasi adalah kekuatan untuk menemukan kebenaran.” – Maria Montessori

Dapat dikatakan Maria Montessori percaya pada kekuatan dan pentingnya imajinasi. Dia bahkan menulis bahwa tanpanya, kita tidak bisa menjadi cerdas. Hal itu dikarenakan imajinasi sejalan dengan kemampuan kita untuk membuat abstraksi mental. Dengan kata lain, tanpa imajinasi, hidup kita tidak hanya akan membosankan, tetapi kita tidak akan mampu berhitung di kepala kita, atau membuat argumen, atau berpikir tentang tata surya.

Jadi, jika Maria Montessori juga menjelaskan tentang imajinasi, mengapa sekolah Montessori begitu meremehkannya? Sebenarnya, kelas Montessori tidak meremehkan soal dongeng. Mereka hanya memiliki pendekatan yang berbeda. Montessori selalu memulai dengan pengalaman secara langsung di dunia nyata. Di sisi lain, fantasi bisa jadi hal yang membingungkan bagi anak karena terdapat campur tangan dari imajinasi.

Akan tetapi, Anak-anak tetap membutuhkan kedua hal tersebut. Anak pastinya harus mengembangkan imajinasi mereka dan tetap membutuhkan pembelajaran Montessori seperti Pink Towers, Tasting Bottles, dan lainnya.

Jadi, untuk menjawab pertanyaan orang tua dan guru sebelumnya, kalian tidak harus melepaskan dongeng untuk mempertahankan Montessori. Dongeng dapat mendapat tempat di kelas Montessori, karena dongeng membuat anak-anak kita berhubungan dengan budaya dan kenyataan.

Buku Filosofi Montessori

Pada buku Filosofi Montessori karya Rosalynn Tamara, sedikit menyinggung mengenai perbedaan imajinasi dan fantasi. Seperti yang telah dijelaskan di atas, kebanyakan orang beranggapan bahwa metode Montessori seperti menentang keras untuk mengajarkan fantasi dan fairy tales kepada anak. 

Padahal berdasarkan observasi Maria Montessori sendiri, anak-anak dengan usia 0-6 tahun lebih banyak menunjukkan ketertarikan pada benda, interaksi, pengalaman, dan aktivitas nyata yang ada di sekelilingnya. Yang mana, semua hal nyata dari lingkungan tersebutlah yang menjadi fondasi mereka dalam mengembangkan imajinasinya.

Maria Montessori sendiri melihat bahwa imajinasi sebagai dorongan kreatif yang dapat menghasilkan karya, kreasi, maupun aplikasi yang memudahkan kehidupan manusia dalam realitasnya. Sedangkan untuk fantasi, memiliki sisi yang tidak nyata dan hanya untuk hiburan.

Maka fantasi bukanlah suatu hal yang sangat perlu untuk dikenalkan pada anak usia 0-6 tahun. Walaupun begitu, anak dengan usia 0-6 tahun tetap boleh dikenalkan pada fantasi maupun fairy tales. Sedangkan untuk usia matang, Maria merekomendasikan mengenai perkenalan fairy tales ini ketika anak telah memasuki usia 6-12 tahun. Dikarenakan anak pada kelompok umur tersebut telah memiliki karakter pemikiran yang cenderung lebih stabil dan mampu untuk membedakan mana yang nyata dan tidak.

Orang tua maupun guru tidak perlu khawatir mengenai kedua pembelajaran yang terbilang bertentangan ini. Karena Maria Montessori tidak pernah menentang antar kedua metode ini. Jika kalian tertarik untuk mempelajari mengenai filosofi Montessori dan pendekatan Montessori serta dongeng, Anda bisa membeli buku ini melalui toko buku kesayangan kalian maupun membelinya melalui official store Bentang Pustaka!

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta