Tag Archive for: Pengembangan diri

Capai JOMO

Capai JOMO dengan Perencanaan 5P

Capai JOMO

Agar tidak kewalahan dan mencapai JOMO, kita ingin menguasai hari dan memegang kontrol atas jadwal, bukan? Setelah mempelajari strategi menolak dan mengetahui apa saja yang bisa didapatkan jika berani menolak, kita tentu memerlukan sebuah sistem yang bisa membantu untuk meringkas semua kegiatan.

Baca juga: Apa yang Kita Dapatkan Ketika Berani Menolak?

Tanya Dalton dalam The Joy of Missing Out (JOMO) membagikan sistem yang ia ciptakan untuk tujuan yang telah disebut di atas. Sistem itu disebut dengan Perencanaan 5P yang bisa disesuaikan dengan diri sendiri dan gaya hidup masing-masing orang. Perencanaan 5P terdiri atas Pembersihan, Proses, Prioritas, Perlindungan, dan Penggerak. Simak penjelasannya di bawah ini.

Pembersihan: Luangkan Satu Hari dalam Seminggu untuk Berpikir

Dalton menyarankan untuk melakukan ini satu hari dalam seminggu. Kamu bisa memilih satu dari tujuh hari untuk melakukan pembersihan. Contohnya, kamu memilih hari Minggu untuk melakukan pembersihan urusan sekolah, kuliah, atau kantor dan hari Senin untuk pembersihan urusan keluarga. Ya, kamu bisa melakukannya dalam satu atau dua hari jika kamu ingin fokus pembersihanmu mendapat ruang masing-masing. Tujuan dari tahap ini adalah untuk melihat gambaran besar tentang apa yang ingin dicapai selama tujuh hari ke depan. Langkah ini bisa dilakukan sendiri atau bersama tim. Tim yang dimaksud di sini bisa jadi tim kerja atau keluarga, tergantung ruang Pembersihan mana yang ingin kamu selesaikan. Menyusun rencana tidak harus terasa formal dan kaku, Pembersihan bisa menjadi aktivitas menyenangkan mingguan, lho!

Proses: Setiap Hari Harus Dianggap sebagai Kesempatan Baru

Kunci dari langkah kedua ini adalah jangan nikmati prosesnya. Jangan merasa tertekan ketika kegiatan yang kamu rencanakan selesai hari Kamis ternyata baru terpenuhi setengahnya. Tak perlu juga merasa terbebani mengingat bahwa Jumat kamu harus menyelesaikan sisa pekerjaan Kamis plus mengerjakan tugas-tugas hari itu. Buatlah prosesnya fleksibel. Ini merupakan hal yang wajar apabila ada satu hari ketika pencapaianmu dua kali lipat lebih besar dari rencana. Tidak masalah juga jika ada hari lain yang kasusnya seperti hari Kamis tadi. Meluangkan waktu untuk memproses akan menyiapkan kita menuju kesuksesan.

Prioritas: Membatasi Waktu pada Urusan yang Tak Penting

Salah satu cara untuk memprioritaskan kegiatan kita adalah dengan pengelompokan. Pengelompokan dalam konteks ini adalah mengumpulkan aktivitas-aktivitas mirip dalam kurun waktu tertentu yang dimaksudkan untuk memaksimalkan waktu, energi, dan fokus. Ini dapat menata kegiatan harian kita. Tugas-tugas penting, maupun tidak, bisa dikelompokkan dengan dua cara, yaitu berdasarkan tindakan (mengecek media sosial, surel, dan lainnya) dan berdasarkan konteks (belanja mingguan, membeli keperluan sekolah, dan semacamnya. Dengan ini, kita mampu menyelesaikan pekerjaan berkualitas tinggi dengan waktu lebih singkat.

Perlindungan: Tempatkan Sekat Pekerjaan dan Waktu Istirahat

Isi kalender dengan tugas prioritasmu akan mencegah orang-orang untuk mengintervensi jadwal kita dan menyisipkannya dengan agenda mereka. Ingat, prioritas lebih tinggi hars mendapatkan jatah waktu lebih lama, sehingga tetapkan dulu sekat-sekat dalam jadwalmu. Selain itu, waktu istirahat harus dimasukkan dalam agendamu. Itu akan menjadi penyangga untukmu dan menyediakan fleksibilitas yang diperlukan untuk pro-aktif. Penyangga akan memberimu fleksibilitas yang diperlukan agar sistemmu tidak gagal.

Penggerak: Menyiapkan Domino

Agar semua sistem berjalan dengan baik, kita membutuhkan penggerak. Dalam hal ini, Dalton mengumpamakannya dengan domino. Domino akan membantu mempermudah pekerjaanmu selanjutnya. Contoh mudahnya adalah: meletakkan perlengkapan sarapan yang siap digunakan di meja setelah mencuci piring malam hari, mengisi buku agenda dengan daftar tugas berikutnya, meletakkan laptop dan buku di meja belajar supaya siap digunakan, dan lain sebagainya. Setelah itu, ciptakanlah map khusus untuk proyek-proyek berikutnya. Cara ini memperlihatkan kita seberapa lama waktu yang dihabiskan untuk proyek tersebut yang membantu rencana selanjutnya.

 

Kita harus hadir dalam kehidupan dan bertanggung jawab atas pilihan-pilihan yang kita buat. Tanpa kehadiran, produktivitas berubah menjadi kesibukan dan kita hanya melakukan tugas dan pekerjaan tanpa investasi masa depan yang berarti. Kamu bisa pelajari lebih dalam tentang produktivitas dan sistem meringkas dari buku The Joy of Missing Out (JOMO) di sini.

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

JOMO Ketika Menolak

Apa yang Kita Dapatkan Ketika Berani Menolak?

JOMO Ketika Menolak

Tanya Dalton, penulis buku The Joy of Missing Out membagikan strategi untuk menolak. Menolak ternyata ada seninya, lho. Selain itu, kita juga sudah mempelajari kapan harus mengatakan ya dan kapan harus menjawab tidak.

Baca juga: Tolak Hal yang Bukan Prioritas dengan Strategi Roti Lapis

Setiap kali kita mengiyakan, kita menolak hal lain. Begitu pun sebaliknya, ketika kita menolak hal-hal yang bukan prioritas kita, sebagai gantinya, kita akan menerima empat hal berikut.

1. Waktu Berkualitas dengan Orang-Orang Tercinta

Menolak pekerjaan pada akhir pekan bukanlah suatu kesalahan, bukan pula bentuk keegoisan. Kita memang tidak bisa mencegah rekan kerja yang menghubungi tiap akhir pekan untuk memberikan tugas tambahan atau lain sebagainya. Namun, kita selalu memiliki pilihan untuk menolak.

Banyak orang harus menyadari bahwa menyisihkan waktu untuk diri sendiri atau me time dan mengutamakan waktu bersama keluarga serta teman merupakan bagian dari prioritas kita. Dalton berulang kali mengingatkan kita dalam bukunya untuk selalu live in the moment, sebab kita takkan pernah tahu kapan waktu bersama orang-orang sekitar kita akan berakhir.

2. Beban Kerja yang Masuk Akal

Kita sering tergoda untuk mengiyakan sesuatu. Namun, tidak banyak yang menyadari bahwa hal tersebut berkaitan dengan bagaimana kita ingin dinilai oleh orang lain. Beberapa orang ingin dianggap sebagai sosok yang jago multi-tasking dan ahli mengatur waktu, sehingga mereka menyetujui semua tugas yang dilimpahkan. Mereka lupa bertanya kepada diri sendiri, mengapa perlu untuk membuktikannya?

Menolak sesuatu memang berarti menolak peluang yang datang. Kesempatan tidak datang dua kali. Betul. Namun, tidak semua pintu kesempatan harus kita ketuk jika ingin menghindari kewalahan dan stres akibat beban kerja yang tak masuk akal. Ingat, tertinggal bukan bencana. Untuk mendapatkan hal yang banyak, fokuslah pada hal yang lebih sedikit.

3. Memegang Kendali atas Jadwal Kita

“Tidak akan bisa. Ini mustahil. Jadwal sudah ditentukan oleh kantor dan kampus.” Mungkin, itulah sederet kalimat penolakan yang akan kamu lontarkan ketika membaca subjudul di atas. Dalton mengakui, hal itu memang sulit, tapi bukan berarti mustahil. Setidaknya 5 hari dalam satu pekan, jadwal kita telah ditentukan oleh pihak luar. Lantas, apa itu berarti kita hanya memiliki kendali atas sisa 2 hari?

Jawabannya tidak. Jadwal bisa dinegosiasikan. Namun, jika kamu berada di tempat yang memiliki jadwal sangat kaku, maka yang bisa kamu lakukan adalah jangan biarkan jadwal itu merembet ke waktu pribadimu. Tolak dengan tegas segala tugas dan pekerjaan yang datang di luar jadwal kewajibanmu, ketahui kapabilitasmu, dan kendalikan jadwalmu.

4. Memprioritaskan Diri Sendiri

Berhenti meminta maaf karena menomorsatukan prioritas kita dan mengutamakan urusan penting, karena memang sudah begitu seharusnya. Suara prioritas kita haruslah yang paling nyaring. Membuat batasan itu perlu. Tantangannya terletak pada bagaimana cara kita membuat orang lain mengerti dan menghargai batasan yang telah kita buat.

Kita harus memisahkan permintaan dari hubungan. Jangan lupa bahwa menolak suatu permintaan bukan berarti menolak orangnya. Ini adalah penyakit, terutama bila kita memosisikan diri di bagian terbawah dalam daftar orang yang perlu kita senangkan. Dirimu adalah prioritasmu.

 

Jadi, apa kamu sudah siap untuk menolak? Sedikit catatan pengingat untukmu, mengutip dari Lysa TerKeurst dalam The Joy of Missing Out, “Jangan tertukar antara perintah untuk menyayangi dan penyakit menyenangkan orang lain.”

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

Tolak Hal yang Bukan Prioritas dengan Strategi Roti Lapis

Sama sekali tidak ada maksud menggeneralisasi, tapi orang Indonesia biasanya sulit bilang tidak. Setuju? Sebagian besar dari kita pasti pernah mengiyakan tugas atau pekerjaan yang bukan prioritas dan sebenarnya sangat ingin kita tolak. Jangan khawatir, kamu bukan satu-satunya, kok! Di dalam bukunya, The Joy of Missing Out, Tanya Dalton mengingatkan kita bahwa setiap kali kita mengiakan sesuatu, sebenarnya kita sedang menolak hal lain.

Baca juga: Jangan Sampai Terjebak Mitos Produktivitas Ini!

Ketika kita merelakan waktu demi prioritas orang lain, kita sendiri yang tersisihkan. Berikut contoh sederhananya. Saat kita menjawab ya untuk menjadi panitia event yang tidak kita sukai, maka kita mungkin berarti menolak kebersamaan dengan keluarga. Ketika kita setuju untuk membantu teman mengerjakan esainya, kita berarti menolak kesempatan menjadi sukarelawan di organisasi yang kita mau.

Jangan Menjadi People Pleaser

Problema ini dialami oleh banyak orang. Kita tak bisa berkata ya tanpa mengatakan tidak. Padahal, itu berarti kita harus mencuri waktu, energi, dan fokus dari kegiatan lain dalam daftar prioritas kita. Berkomitmenlah pada prioritas dan tujuanmu. Jika terus menerus berusaha menyenangkan orang lain dengan tidak menolak mereka, lama-lama kita memiliki kecenderungan untuk menjadi people pleaser.

Itu sama sekali tidak baik bagi kita di masa yang akan datang. Orang-orang akan menganggap kita “mudah disuruh” kalau semua permintaan mereka dituruti.Kita sering melupakan poin penting bahwa menolak suatu permintaan bukan berarti menolak orangnya.

Ajukan 10 Pertanyaan Ini Sebelum Mengatakan Ya

Jadi, kita tidak boleh bilang ya? Boleh. Bagaimana pun juga kita tidak mau melewatkan kesempatan begitu saja, bukan? Namun, ingatlah bahwa semua peluang harus dipertimbangkan dengan matang. Coba jawab pertanyaan-pertanyaan di bawah ini sebelum kamu mengiakan sesuatu:

  1. Bagaimana perasaanmu tentang peluang ini?
  2. Kenapa kamu ingin menerimanya?
  3. Apa ini sejalan dengan bintang utara/tujuan hidupmu?
  4. Apa ini memuaskanmu?
  5. Berapa lama yang dibutuhkan?
  6. Ada waktu untuk melakukannya?
  7. Bagaimana menolaknya?
  8. Apa yang harus kamu lepaskan supaya ada waktu untuk ini?
  9. Jika kamu terima, apa yang kamu tolak?
  10. Itu bukan masalah?

Nah, kalau jawaban dari pertanyaan terakhir adalah ya, kamu boleh setuju! Pertanyaannya terlalu banyak. Waktu untuk mempertimbangkan jadi semakin lama. Memang. Namun, kamu tidak akan menyesali pilihanmu kelak jika telah menimbang hal ini dengan matang.

Strategi Roti Lapis

Kita sering merasa tidak enak pada orang yang kita tolak. Dalton menyarankan sebuah teknik untuk menyampaikan penolakan hati-hati dengan “Strategi Roti Lapis”. Teknik apa itu? Bayangkan sandwich. Dua roti lapis yang di tengahnya berisi daging. Anggaplah daging itu sebagai kata tidak. Kamu tinggal melapisinya dengan dua lembar kebaikan. Seperti ini contohnya. Suatu hari kamu diajak oleh sahabat ikut organisasi kemanusiaan di kampus. Berikut contoh jawaban dengan strategi roti lapis.

Tersanjung sekali kamu mempertimbangkan aku untuk ikut organisasi itu. Sayangnya, sekarang ada beberapa kegiatan lain yang harus aku urus, takutnya aku tidak bisa memaksimalkan performa dan memberikan konsentrasi penuh untuk itu. Aku bangga punya teman yang peduli di bidang itu dan mau melakukan aksi nyata.

 

Bagaimana? Penolakannya jadi lebih halus, bukan? Yakin, deh, kalau sudah terbiasa menolak dengan metode ini, kita takkan merasa bersalah lagi ketika harus menolak ajakan, tawaran, limpahan tugas, dan tambahan pekerjaan. Tidak semua orang yang mengetuk pintu harus kita biarkan masuk. Dapatkan buku The Joy of Missing Out di sini!

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

mitos produktivitas

Jangan Sampai Terjebak 3 Mitos Produktivitas Ini!

Sebenarnya, definisi mitos produktivitas itu apa? Kita sering kali menganggapnya sebagai keberhasilan dari multi-tasking yang kita lakukan. Namun, sebelum menganggap diri produktif karena sibuk dengan banyak hal yang harus dikerjakan, kita harus mengenal 3 mitos produktivitas yang disebutkan Tanya Dalton dalam bukunya, The Joy of Missing Out.

mitos produktivitas

Mitos 1: Saya Lihai Merangkap Tugas

Angkatlah tanganmu apabila kamu pernah menyebutkan “mahir multi-tasking” dalam wawancara kerja, organisasi, kepanitiaan, atau kegiatan volunteer yang kamu lamar. Banyak orang sangat membanggakan kemampuan multi-tasking atau merangkap tugas.

Kita menyebutnya karena itu menjadi semacam lencana kehormatan, sebagai bukti keunggulan produktivitas kita yang seperti ninja. Permasalahannya, otak kita tidak dirancang untuk itu. Setiap bagian dirancang untuk mengerjakan satu hal pada satu waktu.

Berdasarkan hasil penelitian, ketika kita melakukan rangkap tugas, produktivitas kita justru merosot 40 persen. Kita kira itu membuat kinerja lebih cepat, tapi ternyata malah memperlambat dan merusak kualitas kerja kita. Semua orang ingin dianggap mampu, layak dapat pujian dan penghargaan. Pertanyaannya, mengapa kita merasa perlu membuktikannya?

Baca Juga: Capai JOMO dengan Perencanaan 5P

Mitos 2: Saya Tidak Punya Waktu untuk Istirahat

Sadar, tidak? Kita kerap memaksakan diri untuk mengerjakan banyak hal, walau tahu otak dan fisik kita sudah tidak kuat. Terkait dengan hal itu, mungkin kamu pernah dengar tentang ritme sirkadian? Itu adalah sistem waktu internal 24 jam yang digunakan semua makhluk hidup untuk mengatur waktu makan dan tidur. Itulah yang menyuruh kita terjaga selama 16 jam, lalu tidur 8 jam.

Di dalam ritme sirkadian, ada yang disebut ritme ultradian. Itu adalah siklus biologis singkat selama 90—120 menit yang berulang sepanjang hari. Pada paruh pertama ultradian, kita merasa bertenaga dan fokus, tapi setelah 90 menit, otak kita akan meminta istirahat. Otak manusia membutuhkan waktu minimal 20 menit antarsiklus untuk pulih. Para periset Stanford menemukan bahwa produktivitas kita merosot begitu waktu kerja mencapai 50 jam seminggu.

Apa kamu percaya? Pekerja yang lembur sampai 70 jam justru tidak menghasilkan apa-apa dari 20 jam tambahan itu. Mereka hanya membuang waktu, bekerja lebih lama, tapi menghasilkan lebih sedikit. Ini yang perlu dicatat, yang terpenting bukan lamanya waktu yang kita gunakan, melainkan kualitas waktunya.

Mitos 3: Teknologi selalu lebih baik

Ada sebuah pemahaman keliru yang umum, bahwa teknologi dibutuhkan untuk menjadikan segalanya lebih baik. Itu tidak benar. Teknologi memang lebih cepat, tapi mencatat ide dan rencana di kertas lebih efektif, lho! Saat kita mengambil pensil atau pulpen, reaksi otak kita akan berbeda dengan saat kita mengetik.

Menulis memicu sistem aktivasi reticular (SAR) yang memberi sinyal ke otak kita untuk memperhatikannya. SAR menjadi filter yang memeriksa seluruh informasi yang masuk ke otak. SAR juga mengarahkan fokus otak kita. Nah, menulis memicu SAR untuk menyuruh otak agar tetap siaga—informasi itu penting dan perlu disimpan supaya bisa diakses pada masa mendatang.

Sementara mengetik di komputer atau ponsel, tidak melibatkan SAR, maka catatan dan rencana yang diketik lebih mudah dihapus dari memori. Mencatat memang lebih efisien, tapi tidak efektif. Menulis membantumu merekam pikiran dan membentuk ide dan gagasan dengan cara menanamkan informasi.

Kesimpulan Mitos Produktivitas

Ketika dihadapkan dengan setumpuk pekerjaan, apakah kamu akan menyelesaikannya dengan efisien atau efektif? Ingat, efisien berarti banyak bekerja, sedangkan efektivitas mengerjakan yang penting saja. Ketika mengerjakan tugas atau pekerjaan, kita selalu ingin mengerahkan sedikit waktu dan tenaga, tanpa mengorbankan kualitas. Terkadang, kita terlalu tertekan dengan deadline sampai tidak sadar bahwa proses yang kita yakini bisa mempercepat kerja, justru jadi bumerang. Hindari mitos produktivitas tersebut dan temukan rahasia hidup efektif dan efisien di JOMO.

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

JOMO: Tertinggal Bukan Bencana

Bukan tanpa alasan sang penulis memilih The Joy of Missing Out sebagai judul untuk buku yang menakjubkan ini. Tanya Dalton mengambil istilah yang dipopulerkan oleh Anil Dash dalam blognya, yaitu JOMO, Joy of Missing Out. JOMO merupakan antitesis dari FOMO, Fear of Missing Out, sebuah istilah yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 2004 di kolom The Harbus dalam majalah Harvard Business School oleh Partrick McGinnis.

FOMO dapat diartikan sebagai kecemasan yang muncul karena takut ketinggalan sesuatu, terutama yang sedang viral. Pada umumnya, orang-orang yang mengalami FOMO merasa gelisah apabila tidak membuka media sosial. Hal ini mengarah pada kecenderungan bahwa mereka tidak bisa menikmati momen saat ini karena terlalu terpaku pada apa yang sedang dilakukan orang lain di luar sana. Sementara itu, JOMO memiliki makna yang menenangkan kita bahwa tertinggal bukanlah sebuah bencana.

Seni Menghadapi Hidup Tanpa Rasa Panik

Maraknya media sosial pada zaman sekarang telah mengakibatkan banyak orang menjadi FOMO yang berujung pada standarisasi negatif, sebab merasa dirinya tidak memiliki momen keren yang bisa diunggah di media sosial sebagaimana following mereka. Sekarang ini, menjadi sulit bagi kita untuk tidak membandingkan diri dengan pencapaian dan pengalaman orang lain yang dipublikasikan di dunia maya.

Selain mengajakmu untuk terlepas dari kegiatan yang membuatmu kewalahan, The Joy of Missing Out juga akan membantumu untuk memiliki perspektif yang baru untuk menyikapi FOMO yang diperparah oleh media sosial. Tidak hanya memberikan pengetahuan baru, arahan, dan saran, The Joy of Missing Out juga dinilai sebagai buku yang sangat aplikatif. Kamu bisa langsung mempraktikkan langkah-langkah yang diberikan Dalton di buku ini dalam kehidupan sehari-hari. Seperti tagline buku ini, The Joy of Missing Out akan memberitahumu seni menghadapi hidup tanpa rasa panik.

JOMO Akan Terbit Versi Bahasa Indonesia

Pernahkah kamu merasa kewalahan ketika harus melakukan banyak hal dalam satu hari? Ya, kewalahan yang menjurus pada kepanikan mengingat begitu banyak tumpukan pekerjaan yang harus segera diselesaikan. Biasanya, orang mengakalinya dengan membuat to-do list guna memastikan tidak ada kegiatan yang lupa untuk dilakukan pada hari itu. Namun, apa benar itu adalah langkah yang tepat  untuk mengatasinya?

The Joy of Missing Out hadir untuk membantumu menyelesaikan permasalahan kita. Jika kamu termasuk salah satu orang yang menganggap bahwa 24 jam sehari tidaklah cukup, maka buku ini cocok untukmu! Meskipun buku ini didedikasikan Dalton kepada para perempuan tangguh yang harus membagi fokusnya antara pekerjaan dan urusan rumah tangga, semua orang bisa membacanya.

 

Berdasarkan testimoni dari orang-orang yang sudah pernah membaca, The Joy of Missing Out mereka kategorikan sebagai buku yang life-changing. Dengan semua keunggulan yang disebutkan di atas mengenai buku ini, Bentang Pustaka merasa bahwa harus lebih banyak orang Indonesia yang membaca buku ini mengingat banyak warga kita yang terperangkap dalam jeratan FOMO. Mulai bulan Maret 2021, The Joy of Missing Out versi bahasa Indonesia sudah bisa kamu pesan! Mari belajar bersama tentang bagaimana mengatakan tidak pada kegiatan yang bukan prioritasmu.

 

Temukan prioritas dan tujuan supaya kamu tidak lagi berusaha mengerjakan “semuanya”. – Tanya Dalton

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

Stoisisme Filsafat Yunani

Stoisisme: Filsafat Yunani yang Membantumu Meringankan Beban Hidup

Stoisisme filsafat Yunani dapat membantumu meringkan beban hidup. Seiring berjalannya waktu, muncul permasalahan baru dalam kehidupan sosial manusia. Depresi, baik itu ringan maupun berat, merupakan salah satu dampak dari kekhawatiran individu terhadap masalah-masalahnya. Pada era modern ini, dengan banyaknya bantuan dari teknologi yang bisa kita dapatkan untuk menyelesaikan masalah, kasus depresi justru mengalami peningkatan.

Dalam bukunya, Filosofi untuk Hidup dan Bertahan dari Situasi Berbahaya Lainnya, Jules Evans membahas banyak tentang stoisisme filsafat Yunani. Ia juga menceritakan bagaimana mazhab filsafat Yunani kuno yang dicetuskan oleh Zeno itu membantunya menghadapi trauma, depresi, dan serangan panik yang dialaminya semasa kuliah.

Stoisisme Filsafat Yunani

Stoisisme sebagai Penawar Depresi

Pengikut aliran ini meyakini bahwa stoisisme atau yang akrab disebut stoa merupakan obat manjur penawar depresi. Penawar depresi yang dimaksud dalam konteks ini adalah stoisisme mengajari manusia untuk mengelola ekspektasi, menghadirkan kebahagiaan, dan menikmati dinamika kehidupan.

Filosofi stoic menekankan pada keselarasan alam dan penggunaan nalar manusia demi tercapainya kebahagiaan dalam hidup. Konsep bahagia yang diperkenalkan oleh stoisisme adalah apatheia atau free from suffering, terbebas dari penderitaan. Penderitaan yang ditekankan dalam hal ini ialah penderitaan emosi, sedangkan kunci kebahagiaan bagi kaum stoa adalah tercapainya peace of mind atau ketenangan batin.

Dikotomi Stoisisme

Zeno mendikotomi konsepnya dalam dua hal, yaitu sesuatu yang berada dalam kendali kita dan sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan. Sesuatu yang berada dalam kendali kita contohnya seperti usaha, persepsi pribadi, dan emosi kita. Sementara sesuatu yang tak bisa kita kendalikan contohnya bencana alam, kejutan dalam hidup, dan pendapat orang lain terhadap kita.

Seperti matematika, stoisisme menggunakan netral, positif, dan negatif dalam pemahaman konsepnya. Berikut contohnya. Cemoohan orang lain terhadap kita–hal yang berada di luar kendali–sebenarnya merupakan sesuatu yang netral. Namun, sering kali orang menganggapnya sebagai sesuatu yang negatif karena anggapan bahwa cemoohan tersebut pasti membawa dampak buruk untuknya.

Padahal, kita seharusnya tidak membiarkan hal itu mengganggu pikiran kita. Dengan begitu, kita membiarkan cemoohan tersebut untuk tetap menjadi sesuatu yang netral. Pilihan lain yang bisa kita lakukan adalah dengan mengubah persepsi dan menganggapnya sebagai kritik konstruktif untuk diri kita. Dengan cara ini, berarti kita telah mengubah cemoohan itu menjadi sesuatu yang positif.

Baca Juga: Butuh Terapi Jiwa untuk Atasi Depresi? Henry Manampiring Rekomendasikan Buku Ini

Stoisisme Filsafat Yunani Apakah Masih Relevan dengan Kehidupan Sekarang?

Sejak tadi kita membicarakan betapa manjurnya stoisisme dalam mengurangi beban kehidupan, tapi apa iya filsafat kuno itu tidak terlalu jadul? Jules Evans menyediakan jawaban itu dalam bukunya. Jawaban atas pertanyaan bagaimana filsafat yang berasal dari awal abad ke-3 sebelum masehi itu ternyata masih sangat relevan dengan kehidupan masa kini.

Stoisisme adalah aliran yang sangat praktis untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, baik ketika masa Zeno memeloporinya maupun pada era milenial sekarang. Era milenial ini tak lepas dari teknologi dan media sosial. Sadar atau tidak, secara tak langsung, media sosial membuat kita membanding-bandingkan diri dengan orang lain.

Gambaran mudahnya seperti ini. Ketika menggulir layar ponsel saat membuka aplikasi Instagram, kita melihat salah seorang teman mengunggah momen hebatnya berfoto bersama artis di depan Menara Eiffel. Lalu muncul sedikit rasa iri dalam hati disertai miris pada diri sendiri karena tidak bisa membagikan foto sekeren itu hingga mendapat banyak suka dan komentar.

Ketika menengok profil sendiri, rasanya tak ada yang bisa dibanggakan, hanya beberapa foto biasa yang bahkan dihinggapi satu dua komentar buruk. Padahal, belajar dari stoisisme, kita tidak perlu memusingkan hal-hal yang tidak bisa dikendalikan. Komentar dan tanggapan orang terhadap apa yang kita unggah di media sosial contohnya.

Sadarilah, media sosial mendorong kita untuk berlomba dalam kompetisi tak nyata, sehingga membeli barang dengan uang yang tidak kita miliki, untuk mengesankan orang yang bahkan tidak kita sukai.

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

Takut Berkreasi

Jangan Takut Berkreasi, Setiap Karya Memiliki Peminat

Kamu takut berkreasi? Apakah kamu pernah menonton sebuah film animasi garapan M Dot Strange yang berjudul We Are the Strange? Wahyu Aditya dalam Sila ke-6 menceritakan bahwa ia pernah menontonnya di sebuah acara di London yang bernama Power to Pixel. M Dot Strange adalah sosok yang mencuri perhatiannya melalui penampilan dan karya yang dipresentasikan kala itu.

“Kreativitas itu mengikuti hukum energi, tak bisa habis, juga jika dihambat.”

— Goenawan Mohamad

Dalam film animasi itu, M Dot Strange dengan percaya diri menggabungkan ide Monster Inc, Nightmare Before Christmas, dan video game jadul khas Jepang dalam satu karya. Tagline-nya pun tak kalah nyeleneh, Monster Inc Meets The Nightmare Before Christmas Inside of A Retro Japanese Video Game. Sebagian besar orang yang melihat poster dan membaca tajuk film tersebut mengerutkan kening.

“Itu film apa, sih?”

Ini adalah film animasi yang sudah tersedia dalam bentuk DVD dan telah diterjemahkan ke dalam 17 bahasa. Selain DVD, karyanya juga dimonetisasi dalam bentuk merchandise yang laku keras di pasaran. Hebat, bukan? Siapa sangka karya yang mulanya dicap freak itu rupanya mampu mendapat apresiasi yang tidak main-main?

Otodidak Mengasah Kreativitas

Takut Berkreasi

Dengan prestasi yang luar biasa dan nama yang melambung tinggi, tahukah kamu bahwa M Dot Strange tidak mengenyam pendidikan formal di bidang animasi? Iya, semua ide yang dituangkan dalam karyanya merupakan hasil dari belajar otodidak melalui internet.

Banyak orang yang merasa kesulitan menerapkan teori yang telah dipelajarinya ke dalam hasil karya. Namun, pada kenyataannya, di dunia otodidak tugas kita malah menciptakan teori baru dan membuat standar sendiri.

Jangan Takut Berkreasi dan Keluar dari Pakem

Menurut pemikiran M Dot Strange, tidak ada istilah salah dan benar dalam pembuatan suatu karya, yang ada hanyalah sepakat atau tidak sepakat. Kesepakatan itu pun tergantung pada pihak mana yang ditanyakan.

Jadi, jangan cemas memikirkan apakah karya yang kamu ciptakan sudah sesuai teori dan standar  umum atau belum. Ingatlah bahwa standar umum tidak seharusnya menjadi tolak ukur atau batasanmu dalam berkarya.

Manfaatkan Media Sosial

Pada masa sekarang, konsumen tidak hanya ingin menjadi pembeli produk. Mereka juga ingin terlibat di dalamnya dan bahkan diajarkan pula untuk berkarya. Pemikiran inilah yang mendorong M Dot Strange untuk mengumpulkan orang-orang berselera sama dengannya di sebuah media forum daring.

Ia melibatkan para pengikutnya di dalam proyek We Are the Strange dengan memasukkan foto mereka setelah diubah menjadi animasi monster dengan Photoshop. Pada era digital ini, jangan ragu untuk memanfaatkan media sosial untuk meningkatkan interaksi dengan peminat karyamu.

Sejatinya, berbagai macam karya memiliki peminat masing-masing. Tidak peduli apakah karya itu dinilai aneh, jelek, nyeleneh, atau bagus oleh sebagian orang. Tugas kita sekarang sebagai pembuat karya adalah mempertemukan hasil kreativitas kita kepada penikmat yang tepat.

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

cara peduli orang introvert

12 Cara Peduli Pada Orang Introvert

Berikut 12 cara peduli pada orang introvert yang bisa kamu lakukan pada anggota keluarga dan temanmu yang introvert. Punya anggota keluarga atau teman seorang introvert? Jangan khawatir. Ikuti tips berikut.

Cara Peduli pada Orang Introvert

cara peduli orang introvert

1. Hargai kebutuhan mereka akan privasi

Introvert adalah orang yang sangat menjaga privasi. Mereka akan membuat garis batas yang tegas antara dirinya dan orang sekitar. Meskipun kamu ingin berusaha dekat dengan teman-teman introvert-mu, sadarilah bahwa mereka memiliki privasi yang butuh dijaga dan dihargai.

2. Jangan pernah mempermalukan mereka di depan publik

Sebuah kesalahan besar jika kamu mengonfrontasi introvert di depan umum. Jangan sengaja meletakkan mereka dalam posisi ketika mereka harus diperhatikan oleh orang banyak dalam konteks yang negatif. Selain membuat malu, hal itu juga dapat mengecilkan hati mereka. Kalau sudah begitu, kemungkinan mereka akan menjadi enggan untuk kembali berkarya atau berkreasi.

3. Biarkan mereka mengobservasi situasi baru terlebih dahulu

Ketika introvert “diceburkan” ke dalam lingkungan baru, berilah mereka waktu dan ruang untuk mengamati situasi. Introvert perlu merasa nyaman dengan situasi baru tersebut sebelum dapat memulai apa pun. Entah itu dalam hal bersosialisasi atau berkarya.

4. Berikan mereka waktu berpikir, jangan menuntut jawaban instan

Introvert adalah seorang pengamat dan pemikir. Dalam menjawab sebuah pertanyaan, seorang introvert cenderung tidak hanya memikirkan jawaban atas pertanyaan tersebut, tapi juga bagaimana respons dan perasaan si penanya. Bukan berarti mereka tidak bisa menjawab dengan spontan. Mereka bisa menjawab dengan spontan, lho. Hanya saja, alangkah baiknya apabila kita memberikan mereka waktu untuk berpikir terlebih dahulu.

5. Jangan menginterupsi mereka

Beberapa orang introvert memiliki kesulitan ketika hendak menyampaikan sesuatu. Mereka menyusun kalimat dan berpikir berulang kali tentang kemungkinan respons yang akan didapat. Sebuah interupsi, baik itu bersifat positif atau negatif, bisa membuat mereka segan untuk melanjutkan kalimatnya. Oleh karena itu, biarkanlah para introvert menyelesaikan kalimat mereka.

6. Berikan pemberitahuan sebelumnya tentang perubahan yang terjadi di hidup mereka

Introvert merupakan orang yang membutuhkan waktu untuk melakukan beberapa hal, termasuk menerima perubahan yang terjadi dalam hidup mereka. Namun, jangan salah mengira bahwa introvert adalah orang yang lamban dan tidak sigap.  Mereka hanya perlu mengetahui dan mempersiapkan diri untuk setiap perubahan itu agar dapat melewatinya dengan baik.

7. Berikan 15 menit pemberitahuan untuk mereka menyelesaikan pekerjaan yang sedang dilakukan

Sebelum menyuruh mereka melakukan hal lain, berikan waktu 15 menit untuk mereka menyelesaikan apa pun yang sedang mereka lakukan saat itu. Sama seperti pemberitahuan dari pengawas ketika ujian hampir berakhir, layaknya seorang murid, introvert perlu memastikan bahwa tak ada yang kurang dari apa yang sedang mereka kerjakan.

8. Tegur mereka di tempat yang tertutup

Cara ini berkaitan dengan poin nomor dua yang telah disebutkan sebelumnya. Jadilah orang yang lebih peka dengan tidak memberikan teguran kepada introvert di tempat terbuka. Hal itu tidak hanya berdampak baik bagi introvert, lho. Kamu juga akan menjadi pribadi yang lebih baik jika memerhatikan hal kecil ini.

9. Ajari mereka kemampuan baru secara privat

Apabila ada sesuatu yang ingin kamu ajarkan kepada introvert, hal pertama yang harus kamu lakukan adalah membawa mereka ke tempat privat. Introvert merupakan tipe orang yang dapat memelajari hal baru dengan baik jika berada di ruang tertutup dengan sistem pengajaran yang privat. Berilah kenyamanan untuk mereka belajar dan berkembang.

Baca juga: Wahyu Aditya, Bikin 250 Karikatur dalam Semalam!

10. Dorong mereka untuk mencari satu sahabat yang memiliki kesamaan minat dan kemampuan

Seseorang pernah mengatakan. Satu sahabat lebih baik daripada seratus kenalan. Itu benar. Lebih baik memiliki satu orang saja yang mengerti kita dengan baik, daripada dikelilingi oleh banyak orang yang masih asing. Introvert sangat menghargai pertemanan. Doronglah mereka untuk mencari satu sahabat yang memiliki banyak kesamaan dengan mereka agar para introvert merasa lebih aman dan nyaman.

11. Jangan menuntut mereka untuk mencari banyak teman

Melanjutkan penjelasan poin sebelumnya, kita tidak boleh menuntut introvert untuk memiliki banyak teman. Ketahuilah bahwa mereka jauh lebih menghargai hubungan yang rekat, dalam, dan bertahan lama. Hindari mengatakan hal ini di depan mereka, “Temanmu cuma segitu? Dikit amat!”

12. Hargai introversi mereka, jangan coba-coba mengubah mereka menjadi extrovert

Pelru diingatkan kembali, ekstroversi dan introversi bukanlah persoalan siapa yang lebih mudah bersosialisasi. Ini adalah perihal tentang bagaimana seseorang merespons sebuah stimulasi. Jika mereka merasa lebih nyaman berada di zona yang tertutup dan tak banyak orang, maka biarkan mereka melakukan kegiatanmu di sana. Talenta seseorang bisa maksimal bila berada di area yang dapat menstimulasinya dengan baik. Hargai itu dan jangan pernah mencoba mengubah mereka menjadi seorang extrovert.

Introvert dan extrovert memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pada dasarnya, setiap manusia pasti memiliki introversi dan ekstroversi dalam diri mereka. Mari menjadi individu yang lebih peka terhadap sesama dalam hubungan sosial kita. Kata Mas Wadit dalam Sila ke-6, introvert itu cool!

 

Nur Aisyiah Az-Zahra

mengambil risiko

Berada di Zona Nyaman atau Mengambil Risiko?

Zona nyaman atau mengambil risiko? Hidup adalah tentang pilihan. Manusia sering kali merasa dilema terhadap banyak hal entah itu urusan kecil seperti memilih menu makan siang, sampai persoalan besar seperti harus tidaknya kita menikah. Menurutmu, mana yang lebih penting? Memilih sesuatu yang berada dalam jangkauan dan zona nyaman kita atau melompat ke dalam bara api yang penuh risiko?

Mungkin pertanyaan yang tepat bukanlah mana yang lebih penting, melainkan pilihan mana yang lebih bisa membantu kita berkembang. Apa pun pilihanmu, sadarilah bahwa dalam hal ini tidak ada jawaban yang salah atau benar. Semua punya hak untuk memilih. Perlu diingat juga, kita tidak seharusnya menghakimi pilihan orang lain atau berusaha menggurui bahwa satu opsi lebih baik dari yang lainnya.

“Melakukan apa yang kamu suka adalah kebebasan.

Menyukai apa yang kamu lakukan adalah kebahagiaan.”

 

zona nyaman

Mengambil Risiko dalam Zona Nyaman

Maudy Ayunda melalui bukunya, Dear Tomorrow, mengingatkan kita bahwa konsistensi yang perlu kita jaga dalam hidup adalah pertumbuhan positif dan pengembangan diri. Wanita kelahiran 1994 itu menulis bahwa terus-menerus berada di dalam zona nyaman juga ternyata berisiko. Risiko yang ia maksud adalah potensi dirinya untuk tumbuh dan berkembang akan terampas.

Jika sudah begitu maka istilah yang tepat bukan lagi zona nyaman, melainkan zona berbahaya, bukan? Inilah yang harus kita hindari.

Meskipun begitu, bukan berarti kita harus melulu mengambil risiko dalam setiap pilihan hidup kita. Berada di zona nyaman membantu manusia untuk menghargai lingkungan sekelilingnya, memberikan waktu untuk merancang langkah selanjutnya, dan memikirkan risiko apa yang harus kita ambil setelah ini.

Baca juga: Maudy Ayunda Beri Tips Lolos Beasiswa Luar Negeri

Atasi Rasa Takutmu Terhadap Perubahan

Ajukan pertanyaan ini pada dirimu sendiri setiap memulai hari, jika kau hanya bisa melakukan satu hal hari ini, apa yang akau kau lakukan?

Bagi Maudy, justru lebih menakutkan jika kita tidak tumbuh dan berkembang sebagai individu. Ambillah risiko! Ini adalah hak dan pilihanmu untuk memilih, jangan berikan celah bagi orang lain untuk mendikte hidup kita.

Lakukan apa yang membuatmu senang. Hal itu akan memotivasimu untuk melakukannya lagi dan lagi. Beberapa orang menemukan kebahagiaan dari suatu proses yang mereka jalani, tak peduli fakta bahwa mereka hebat atau buruk dalam hal tersebut. Namun bagi beberapa orang lain, kebahagiaan terletak pada hasil akhir yang dicapai. Lagi, tidak ada yang salah dari letak sebuah kebahagiaan seseorang.

Apa pun pilihanmu kelak, pastikan bahwa kamu tidak akan menoleh ke belakang dengan penyesalan. Tengoklah masa lalu dengan senyuman dan berterima kasihlah pada dirimu sendiri karena telah mengambil pilihan itu.

 

Kontributor artikel: Nur Aisyiah Az-Zahra.

Takut Membuka Masa Lalu

Untuk Kamu yang Masih Takut Membuka Masa Lalu

Apakah kamu takut membuka masa lalu? Diskusi tentang masa lalu atau catatan sejarah sering kali tak ingin dilakukan. Jangan jauh-jauh, urusanmu dengan mantan saja kadang kamu pinggirkan dari bahan obrolan, kan? Padahal disadari atau belum, mereka dan kisah kemarinlah yang membentuk dirimu menjadi sosokmu sekarang. Begitu pun dengan skala sejarah yang lebih besar, sebuah kelompok atau tempat dibangun dengan banyak sekali sejarah yang menyertainya.

Sayangnya, lagi-lagi kita sering tak berkenan mengulik rangkaian peristiwa masa dulu karena merasa tidak relevan dengan hidup kita. Belum lagi, kebiasaan menghafal sejarah melalui tanggal-tanggal dan nama tokoh yang kadang terlalu sulit untuk diucapkan. Kalau sudah begitu, belum juga paham alurnya, otak kita sudah panas duluan. Beberapa cara di bawah ini mungkin patut dicoba untuk mengubah ketakutan itu.

Tilik Sejarah yang Menggelitik

Untuk memulai menjadikan sejarah tidak begitu saja terlewat, kita bisa mengulik dari benda-benda atau kebiasaan yang sering sekali ditemui dan tentu saja menarik bagi kita. Seperti misalnya, mengapa resep makanan tradisional Indonesia menggunakan banyak sekali rempah-rempah dan dimasak dalam waktu yang cukup lama? Atau kenapa sih dari berbagai sistem penanggalan yang ada, penanggalan Masehi menjadi sistem yang saat ini umum digunakan? Rasa penasaran yang menggelitikmu tentang apa yang ada di hari ini bisa terus dikembangkan untuk merunut masa lalu.

Takut Membuka Masa Lalu

Kamu akan terkejut mendapatkan fakta yang berangkat dari sebuah resep masakan yang tercipta di zaman kerajaan ataupun kolonial. Bumbu dan rempah yang digunakan juga bukan sekadar penambah rasa, tapi sebagai pengawet alami karena orang-orang di zaman tersebut tidak setiap hari memiliki kesempatan untuk mendapatkan bahan makanan berupa daging. Bukan hanya sumbernya yang terbatas, harga daging pun hanya bisa dijangkau oleh kalangan ekonomi tertentu. Untuk mengatasi hal tersebut, teknik pengawetan banyak digunakan seperti dikeringkan, diasap, atau bahkan fermentasi yang menghasilkan tempe. Sejarah satu benda dan peristiwa saja bisa terkait ke berbagai hal lain. Seru, kan?

Buka Diri kepada Banyak Pandangan

Sejarah suatu benda atau peristiwa–bukan hanya makanan–juga biasanya ditulis dalam berbagai sisi. Sistem penanggalan Masehi yang paling banyak digunakan di dunia saat ini misalnya, berangkat dari kelahiran Al-Masih yang ditulis sejarahnya dalam berbagai kitab suci. Pembuktian kelahiran sosok yang lahir dari Maryam ini pun ada di berbagai tempat di dunia yang disebut dengan relikui. Kisahnya pun diabadikan dalam berbagai bentuk benda seni. Penuturan kisah Al-Masih sejak sebelum lahir hingga setelah kematiannya juga membuka banyak sekali pandangan, karena banyaknya sumber yang menceritakan. Pikiran yang terbuka dalam menganalisis satu demi satu perbedaannya akan menghubungkan kita pada sejarah lainnya yang terjadi di dunia, mungkin sampai hari ini.

Baca juga: Beragam Latar Tempat dalam Al-Masih: Putra Sang Perawan

Takut Membuka Masa Lalu? Cari Media yang Menyenangkan Hati

Peristiwa sejarah yang sifatnya tidak secara langsung kita alami memang tak bisa begitu saja berkesan bagi kita. Media yang kita pilih untuk memulai petualangan kita ke masa lalu juga akan menentukan. Kita bisa menonton video, mendengarkan rekaman podcast, atau tentu saja membaca buku. Jika buku sejarah terasa membosankan, banyak kok buku-buk fiksi yang didasari dengan fakta sejarah. Ada novel terbaru Tasaro GK salah satunya yaitu Al-Masih: Putra sang Perawan. Novel dengan dua latar waktu dan tempat berbeda akan menjadikan kita berimajinasi di banyak momentum sekaligus dalam satu buku. Buku yang memenangkan ide terbaik se-ASEAN ini pun dikemas dalam gaya naratif yang tidak akan cepat membuatmu terlelap begitu saja. Pepatah juga bilang, tak kenal maka tak sayang, untuk mengenal kembali masa lalu juga harus dimulai dengan hal yang sama dong. Ingat, tidak ada yang benar-benar baru dalam kehidupan ini. Kita bisa belajar mulai sekarang agar lebih banyak hal yang bisa dijaga.

© Copyright - Bentang Pustaka