Tag Archive for: Nadirsyah Hosen

10 Buku Bentang Pustaka yang Paling Banyak Dicari di Mizan Online Book Fair

 

Sahabat Bentang, pekan belanja buku di Mizan Online Book Fair (MOBF) sebentar lagi selesai. Hayooo … sudah belanja berapa buku? Atau, jangan-jangan masih ingin tambah lagi. Tapi kebingungan mau pilih judul yang mana. Wajar sih, soalnya semua buku di MOBF ini memang bagus-bagus dan berkualitas. Tenang saja, untuk membantu kalian memantapkan hati dan memenuhi keranjang belanja, kami akan memberikan rekomendasi sepuluh judul buku Bentang Pustaka yang paling banyak dibeli dan ulasan singkatnya.

 

  1. Lockdown 309 Tahun

Emha Ainun Nadjib merupakan penulis yang sangat produktif dan peka terhadap perubahan zaman serta fenomena apa pun. Lockdown 309 Tahun adalah buku terbaru Mbah Nun di Bentang Pustaka yang mendedah seputar apa dan bagaimana yang harus dilakukan oleh umat manusia dalam menghadapi pandemi yang telah menguasai dunia, COVID-19 atau virus corona. Banyak pembaca Bentang Pustaka yang mengaku hatinya jadi tenang dan pasrah setelah membaca buku ini.

 

  1. Animal Farm

Meski sudah terbit selama empat tahun di Bentang Pustaka, Animal Farm rutin menempati posisi buku terlaris dalam kategori sastra. Animal Farm merupakan novel alegori politik yang ditulis George Orwell pada masa Perang Dunia II sebagai satire atas totaliterisme Uni Soviet. Buku ini mengisahkan pemberontakan hewan yang dipimpin oleh dua babi cerdas terhadap manusia.

 

  1. Guru Aini

Matematika dan memprihatinkannya pendidikan di Indonesia di daerah pelosok dikemas dengan apik di novel teranyar Andrea Hirata. Bagi kalian pencinta serial Laskar Pelangi, novel ini tak boleh dilewatkan. Karena kita akan diajak menghela napas berkali-kali menyaksikan tekad Bu Desi, sang guru Matematika di pelosok Ketumbi. Dia berjanji  tidak akan berganti sepatu sampai dia menemukan murid yang pandai Matematika.

 

  1. Montessori: Keajaiban Membaca Tanpa Mengeja

Mengajari anak membaca memang menjadi PR yang menantang bagi para orang tua. Ada banyak kebingungan mengenai metode belajar seperti apa yang paling tepat dan tentunya menyenangkan bagi anak. Vidya Dwina Paramita, pakar Montessori ternama di Indonesia sekaligus penulis best seller di Bentang Pustaka, membagikan pengalaman mengajarnya dalam mendidik anak usia dini selama 12 tahun terakhir.

 

  1. Ngaji Fikih

Jangan bayangkan bahwa buku ini akan mengajarkan ilmu fikih yang kaku dan berat. Dalam buku ini, Nadirsyah Hosen menuturkan indahnya keilmuan fikih yang dipelajari langsung dari sang bapak, Prof. K.H. Ibrahim Hosen, L.M.L. Buku ini layaknya sebuah persembahan ilmu dari Abah dan anak dalam mewarnai khazanah kajian fikih di Indonesia. Tak hanya membahas hukum-hukum agama yang sering diperdebatkan banyak pihak, tetapi juga memberikan solusi atas problematika masyarakat Islam zaman now.

 

  1. The Danish Way of Parenting

Sejak terbit, buku ini termasuk dalam daftar “buku parenting yang paling banyak dicari” oleh para orang tua. Filosofi orang Denmark dalam membesarkan anak terbukti memberikan hasil yang cukup efektif: anak-anak yang tangguh, emosi terkendali, dan bahagia. Warisan inilah yang membuat Denmark selalu menempati urutan pertama indeks kebahagiaan seluruh dunia. Jika anak bahagia, orang tua otomatis akan ikut bahagia juga, kan?

 

  1. Arah Musim

Jika ada di antara sahabat Bentang Pustaka yang sedang mengalami quarterly crisis, buku ini cocok untuk kalian. Kurniawan Gunadi, penulis yang sebelumnya lahir dan besar di jalur indie, kini berkolaborasi dengan Bentang Pustaka untuk menerbitkan kumpulan tulisan yang berkisah tentang keluarga, hakikat hidup, dan kebaikan sekitar yang tak putus-putus. Baca buku ini dijamin hati yang semula resah menjadi tenteram, seperti kutipan ini, Dia ingin mengajarkan kita sesuatu. Sesuatu yang sering kita tolak kehadirannya. Sesuatu yang barangkali menjadi doa-doa kita selama ini.

 

  1. Travelove

Traveling dan jatuh cinta memang kombinasi yang mendebarkan. Bertemu dengan orang baru saja sudah menyenangkan, apalagi kalau sampai jatuh hati. Ditulis oleh para travel writer ternama di Indonesia, yaitu Andrei Budiman, Ariyanto, Claudia Kaunang, Lalu Abdul Fatah, Rei Nina, Rini Raharjanti, Sari Musdar, dan Trinity. Tak ketinggalan, CEO Bentang Pustaka, Salman Faridi, turut menjadi kontributor dalam buku ini.

 

  1. Dear Tomorrow

She is the girl that EVERYONE wants to be. She has everything that you want so you tend to envy her. She does all the things that you can’t do so you grow to hate herBut in the end, it’s almost impossible to hate her, and through this book … you’ll know why.

Buku perdana Maudy Ayunda ini termasuk yang paling banyak diperbincangkan oleh para pemburu buku di Mizan Online Book Fair. Dengan kemasan buku ekslusif—hard cover, full color—Maudears tentu tak melewatkan kesempatan untuk memborong buku ini dengan harga khusus.

 

  1. Jatuh Hati pada Montessori

Metode Montessori yang ditemukan sejak seabad lalu kini semakin luas dipraktikkan. Metode ini terbukti berhasil mendampingi proses tumbuh kembang anak dengan pola asuh yang membuatnya tumbuh bahagia, cerdas, mandiri, dan berpendirian teguh. Anak-anak juga akan bisa berlaku disiplin tanpa tumbuh dengan rasa amarah.

 

 

Nah, itu tadi sepuluh buku terlaris Bentang Pustaka yang bisa kalian borong sebagai amunisi untuk hati dan pikiran. Mizan Online Book Fair ini masih berlangsung sampai 31 Mei 2020. Yuuuk buruan beli, jangan sampai kalian terlewat momen ini.

 

 Baca buku bagus buat hati riang gembira

Senang rasanya bagai meminum air

Semua buku pilihan ada di Bentang Pustaka

Harga istimewa hanya di Mizan Online Book Fair

ilmu fikih untuk kemanusiaan

Mengenal Fikih demi Agama yang Lebih Humanis

Mengenal fikih dan memahaminya secara utuh, terkadang lupa untuk dilakukan. Pengenalan dan pemahaman secara utuh, tidak terlepas dari belajar tentang sejarah kemunculan agama.

Ada beberapa agama yang oleh sejarawan digolongkan sebagai agama samawi atau agama langit, satu di antaranya yaitu Islam. Hal ini akan berpengaruh kepada konstruksi pemikiran kita dalam memahami agama Islam. Kita mengenalnya sebagai kumpulan aturan dan norma yang turun dari “atas” dan kita di bawah tinggal mengikutinya.
Tidak ada ulama yang mempertentangkan gagasan dasar tersebut, gagasan bahwa sumber ajaran agama Islam tidak berkompromi dengan manusia.

Perdebatan yang dimulai, adalah pilihan antara apakah kitab suci bersifat qadim (terdahulu) atau hadis (baru). Para ulama bersepakat bahwa dalam menentukan hukum atas suatu perkara yang khusus, yang belum ditemukan pembahasannya secara tekstual, maka diperlukan intepretasi. Hasil interpretasi inilah yang melahirkan cabang ilmu baru bernama fikih. Maka kita perlu mengenal fikih secara khusus dan memahaminya.

 

Bagaimana Cara Memahami Fikih?

Para ulama ahli fikih mendasarkan pengambilan hukum pada berbagai kaidah yang disepakati. Semuanya bertujuan untuk menghidupkan maqashid syariah (landasan aksiologis) atau nilai yang menjadi tujuan dalam beragama. Maqashid syariah ini, pun, mengalamai perbedaan pendapat.

Ada yang mengatakan lima poin dan ada ulama yang mengatakan enam poin. Poin-poin tersebut antara lain adalah hifd–ad-din (menjaga agama), hifd–an–nafs (menjaga jiwa), hifd–al–mal (menjaga harta benda), hifd–al–aql (menjaga akal), hifd-an-nasab (menjaga keturunan).

Dari pemahaman teks klasik, tafsir, interpretasi, analogi serta berbagai dukungan ilmu lain yang dapat mengkorelasikan kondisi yang terjadi saat ini dengan sumber hukum utama yaitu Al-Quran dan Hadis makan terwujudlah fikih yang kita kenal saat ini.

Seperti apa wujudnya? Hukum meninggalkan puasa ramadan, hukum menyentuh anjing, cara bersuci, zakat, dan lain-lain yang lebih bersifat praktis dibanding filosofis. Hal ini menjadi wajar, karena fikih merupakan turunan dari berbagai nila yang menajadi bahan pertimbangan.

 

Apakah Fikih Adalah Ilmu yang Kaku?

Tidak. Ilmu fikih adalah ilmu praktis, bukan ilmu kaku. Pengambilan hukum (istinbath) dalam fikih dilakukan dengan mempertimbangkan aspek-aspek kemanusiaan dan juga diberlakukan dengan tujuan kemanusiaan.

Oleh karenanya, berdampingan dengan fikih, lahirlah ilmu bernama ushul fikih. Ilmu ini mempelajari bagaimana cara pengambilan hukum terhadap peristiwa tertentu. Metodologi apa yang harus digunakan serta memahami cara mengaplikasikan pendapat sahabat hingga ulama dalam mendasari suatu hukum.

Dari sini, kita dapat menyadari mengapa dalam melakukan praktik ibadah dan praktik muamalah dalam kehidupan keseharian tidak bisa seragam. Fikih ada bukan untuk menyeragamkan umat, tetapi untuk memberi pijakan dalam melakukan sesuatu. Sehingga apabila terjadi perbedaan pendapat, perbedaan sikap ulama maupun suatu kelompok kita tidak perlu menghujat dan terburu-buru mempermasalahkan selama hal tersebut dalam rangka bersama-sama mewujudkan maqashid syariah agama Islam.

Kita harus tetap berpegang teguh bahwa satu-satunya Al-Hakim adalah Allah, jadi kita tidak perlu menjadi hakim untuk praktik keberagaan orang lain. Kita perlu menngingat bahwa fikih yang sedang kita jalankan adalah upaya untuk mencapai nilai keimanan dan ketakwaan, bukan upaya pembenaran tindakan kita kepada manusia yang lain.

Menukar Buku Bagi Manfaat

Sebenarnya sudah cukup lama saya merasa “terbebani” dengan buku-buku yang berdebu. Buku itu bukannya tidak pernah dibaca, melainkan beberapa sudah khatam berkali-kali sehingga ketika datang buku baru, beberapa judul tersisih ke pojokan, dan mungkin diam-diam sesenggukan. Saya kira, fenomena ini juga lazim terjadi pada kawan-kawan yang terlalu cinta buku, sampai menambah rak-rak lemari ke bagian dinding rumah yang masih absen dari dekorasi, kecuali lemari buku. Sudah saatnya menukar buku itu dengan yang baru.

Untungnya beberapa tahun silam, saya menemukan kawan-kawan yang bersedia menampung buku-buku, istilah keren sekarang disebut pre-loved. Buku-buku ini adalah barang berharga yang pernah kita bela dengan menabung beberapa waktu, sebagian bahkan didapat dari hasil “swap” dengan teman yang sama-sama senang membaca, sebagian lagi didapat dengan susah payah karena harus mengerjakan tugas-tugas kuliah. Buku-buku ini sudah pasti telah memberikan mata baru bagi saya, sebagian besar saya tularkan isinya lewat laku, praktik, maupun sekadar berbagi gagasan dengan teman di kantor, atau saat wedangan disambi makan gedang (pisang) goreng. Tak terkecuali, saya menuliskannya kembali sambil dibumbui di sana sini agar makin terasa nikmat dikunyah: tanpa micin tentu saja.

Pengalaman saya yang pendek ini cukup efektif mengurangi koleksi buku yang sudah saatnya dipindahtangankan. Barangkali, ada banyak, sebagian besar, atau beberapa buku yang kita bagikan mendarat di tangantangan mungil yang haus cerita. Buku-buku yang kelak mengubah jalan hidup mereka. Nah, kini, saya ingin mengajak kawan kawan yang memiliki buku-buku berharga, masih layak digunakan, dan tentu saja akan memberi manfaat baru kepada mereka yang belum membaca untuk mendapatkan berkah yang sama. Bersama Bentang Pustaka, saya sedang mengumpulkan buku-buku pre-loved ini untuk ditukarkan dengan 1 (satu) eksemplar buku baru karya Prof. Nadirsyah Hosen, Ph.D. berjudul Tafsir Al-Quran di Medsos: Mengkaji Makna dan Rahasia Ayat Suci pada Era Media Sosial.

Buku sumbangan dari pembaca bersama dengan Bentang Pustaka, nantinya akan disumbangkan ke sejumlah Taman Bacaan Masyarakat, pesantren, dan pegiat literasi lainnya. Bagaimana caranya? Secara teknis, pembaca dapat menyumbangkan buku bekas layak baca terbitan Bentang Pustaka melalui beberapa toko buku Togamas pilihan (Togamas Buah Batu, Supratman, Malang, Petra, Diponegoro, Margorejo, Solo, Affandi, dan Kotabaru). Selanjutnya, pembaca yang telah menyumbangkan buku dapat memperoleh diskon 20% untuk setiap pembelian buku Tafsir Al-Quran di Medsos karya Prof. Nadirsyah Hosen edisi hardcover dan bertanda tangan.

Pembaca yang menukar buku pada minggu pertama akan mendapatkan free e-book dari Bentang Pustaka. Pada periode selanjutnya, pembaca akan mendapatkan merchandise sebagai ucapan terima kasih.

Program ini berlangsung mulai 1—30 Oktober 2019. Berita baiknya, bagi teman-teman yang sudah tak sabar menukar buku dan menukar manfaatnya, program “Berbagi untuk Negeri” ini akan kami lakukan secara berkala hingga terus mencapai angka 10.000 eksemplar.

Mengenal Tokoh Mufasir Indonesia

Tokoh mufasir Indonesia ternyata diakui sampai ke luar negeri. Mufasir merupakan seorang yang ahli dalam bidang tafsir ayat-ayat suci Al-Quran.

Dalam buku Tafsir Al-Quran di Medsos, Nadirsyah Hosen menyebutkan beberapa tokoh mufasir Indonesia. Berikut sedikit penjelasan mengenai mereka.

Syaikh Abdurrauf As-Sinkili

Ulama besar asal Aceh, Syaikh Abdurrauf As-Sinkili (1615—1693) adalah pelopor tafsir di Nusantara. As-Sinkili merupakan ulama Nusantara yang memiliki reputasi internasional. Adapun karya As-Sinkili yang paling tersohor adalah Tarjuman al-Mustafid, sebuah kitab tafsir berbahasa Melayu-Jawi atau Arab-Pegon. Pada saat itu, bahasa Melayu dipakai dalam birokrasi pemerintahan, intelektual, hubungan diplomatik antarnegara, hingga perdagangan.

K.H. Muhammad Soleh bin Umar As-Samarani

Pada masa yang lebih modern, ada juga K.H. Muhammad Soleh bin Umar As-Samarani. Dia adalah guru para ulama di pengujung abad 19. Kiai Soleh, sapaan akrabnya, menulis sebuah kitab tafsir berjudul Faidh al-Rahman fi Tafsir Al-Qur’an, berkat dorongan R.A. Kartini yang juga merupakan muridnya. Awalnya, Kiai Soleh enggan untuk menafsirkan Al-Quran. Ia paham syarat menjadi seorang mufasir sangatlah berat. Namun, setelah dibujuk oleh muridnya tersebut, Kiai Soleh akhirnya luluh dan bersedia menuliskan kitab tafsir berbahasa Jawa. Kitab tersebut kali pertama dicetak di Singapura pada 1894. Kiai Soleh Darat yang merupakan guru K.H. Hasyim Asy’ari dan K.H. Ahmad Dahlan telah menandai salah satu fase perkembangan tafsir Al-Quran di Nusantara.

K.H. Abdul Sanusi

Pada 1930-an, ulama asal Sukabumi, K.H. Abdul Sanusi juga menulis kitab tafsir lengkap 30 juz yang berjudul Raudlatul Irfan fi Ma’rifat Al-Qur’an. Kitab tafsir itu ditulis dalam bahasa Sunda. Kiai Sanusi menulis 75 kitab dengan beragam perspektif keilmuan.

Buya Hamka

Sosok Buya Hamka muncul sebagai mufasir Indonesia pada masa setelah kemerdekaan. Buya Hamka menulis beberapa kitab tafsir. Salah satu yang paling tersohor adalah Tafsir al-Azhar. Ia mulai rintis penulisannya melalui pengajian subuh di Masjid al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta pada 1958. Karya monumentalnya itu ia terbitkan pada 1967.

K.H. Bisri Mustofa

Ayahanda K.H. Mustofa Bisri, K.H. Bisri Mustofa, juga turut menandai perkembangan tafsir Nusantara. Bisri Mustofa, mufasir asal Rembang, Jawa Tengah tersebut sebenarnya bukan nama asli. Nama aslinya adalah Mashadi, baru pada 1923 setelah pulang dari Mekah menunaikan ibadah haji, ia mengganti namanya menjadi Bisri Mustofa.

Karyanya yang paling monumental adalah al-Ibriz li Ma’rifat Tafsir Al-Qur’an al-Aziz yang berjumlah 30 juz. Pengerjaan kitab tafsir itu kurang lebih empat tahun sejak 1957 sampai 1960. Kitab berbahasa Jawa ini juga telah banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa seperti Sunda, Indonesia, bahkan Belanda, Inggris, dan Jerman.

Kitab ini juga mendapat pujian dari beberapa ulama seperti Habsy Ash-Shiddiqi, Khadijah Nasution, serta sarjana Belanda, Martin van Bruinessen. Seorang profesor muda ahli tafsir dan hadis keturunan India, Muhammad Shahab Ahmed, juga tertarik mempelajari Tafsir al-Ibriz. Ia bahkan merekomendasikan kitab tersebut sebagai salah satu koleksi di perpustakaan Universitas Harvard.

Muhammad Quraish Shihab

Saat ini, Indonesia juga memiliki ulama dengan reputasi internasional, yakni Muhammad Quraish Shihab. Ia dikenal sebagai seorang pakar tafsir kontemporer yang merupakan jebolan Universitas Al-Azhar, Mesir. Dari beberapa karyanya di bidang tafsir, Tafsir Al-Misbah yang terdiri atas 15 judul bisa dikatakan sebagai karyanya yang paling monumental. Dalam menafsirkan Al-Quran, K.H. Quraish Shihab selalu membandingkan pendapat dari pakar yang satu dengan lainnya. Beberapa pakar yang kerap menjadi rujukan K.H. Quraish Shihab ketika menafsirkan Al-Quran di antaranya Ibnu Faris, Tabatabai, serta beberapa Syaikh dari Al-Azhar.

Itulah beberapa tokoh mufasir Indonesia dalam Tafsir Al-Quran di Medsos. Sebenarnya masih banyak tokoh lain yang juga memiliki kontribusi besar. Misalnya, di Minangkabau tercatat ada lima ulama yang menuliskan kitab tafsir berbahasa lokal. Hal tersebut menunjukkan adanya orientasi pragmatis di antara mereka, yaitu agar tafsir lebih mudah dipahami oleh masyarakat lokal. Beberapa mufasir Nusantara lainnya yang terkenal di antaranya Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani dari Banten, Syekh Muhammad Yunus, Ustadz A. Halim Hasan, Zainal Arifin Abbas, Abdurrahim Haitami, K.H. Abdul Mu’in Yusuf, Anregurutta Daud Ismail, Hasbi Asshiedqy, dan Prof. K.H. Didin Hafiduddin.

 

Kontributor: Widi Hermawan

 

Berikut, Orang-Orang yang Dilupakan Allah

Dalam ayat suci Al-Quran disebutkan salah satu golongan yang akan dilupakan Allah adalah golongan orang-orang munafik. Dalam Surah At-Taubah ayat (9) yang mengatakan bahwa orang munafik itu telah lupa kepada Allah hingga Ia pun akan melupakan mereka. Itu artinya, siapa saja yang meninggalkan Allah, maka Allah pun akan menjauh darinya.

Lantas, Siapa Orang-orang Munafik Itu?

Ada sebuah hadis yang sangat tersohor yang menjelaskan ciri-ciri orang munafik. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dalam Kitab Al-Iman hadis nomor 33. Dalam hadis itu disebutkan ada tiga ciri-ciri orang munafik, di antaranya jika berbicara maka dia berdusta, jika berjanji dia akan mengingkari, dan apabila diberi amanah maka dia akan berkhianat.

Dalam Al-Quran, kata al-munafiqun sendiri disebutkan sebanyak 27 kali, sedangkan kata nifaq yang merupakan bentuk masdar-nya disebutkan sebanyak tiga kali. Bahkan, ada surah di dalam Al-Quran yang bernama al-munafiqun, yaitu surah ke-63. Surah ini turun ketika pasukan Nabi tengah berperang di tempat Bani Mustaliq. Di tengah peperangan tersebut, ada seorang dari kaum Anshar bernama Abdullah bin Ubay. Ia mencoba menghasut orang-orang Anshar untuk tidak menyokong kaum Muhajir tinggal di Madinah sampai mereka berpisah dari Nabi Muhammad.

Akan tetapi, ketika ditanya oleh Nabi, Abdullah bin Ubay dan teman-temannya bersumpah tidak pernah melakukan hal tersebut, bahkan ia sampai bersumpah atas nama Allah. Keesokan harinya, turunlah surah al-Munafiqun sehingga Nabi menjadi tahu hal yang sebenarnya.

Sementara itu, Nadirsyah Hosen mengatakan bahwa ciri-ciri orang munafik di antaranya jika melihat penampilan mereka maka kita akan terpesona. Jika mereka berbicara maka orang lain akan mendengarkan karena manisnya mulut mereka. Pada intinya mereka lebih mementingkan aspek lahiriah sehingga membuat orang lain terpikat.

Akan tetapi, sebenarnya hati mereka kosong dari iman, seperti kayu mati yang bersandar, tidak ada kehidupan dalam diri mereka. Mereka selalu mengira setiap teriakan yang keras, kebenaran yang nyata, maupun peringatan yang jelas sebagai bencana yang ditujukan kepada mereka. Hal tersebut karena orang yang kerap berdusta, hati kecilnya akan selalu takut kebohongannya akan terbongkar, walhasil mereka menjadi paranoid.

Cara Memperlakukan Orang Munafik

Orang-orang munafik juga memandang orang lain sebagai musuh, padahal merekalah musuh sebenarnya bagi umat Islam. Mereka sangat senang membolak-balikkan kebenaran, bahkan mereka tidak segan berdusta atas nama Allah. Alih-alih mencari maslahat, mereka justru lebih gemar mencari tipu muslihat.

Meski ciri-ciri orang munafik sudah tergambar baik di dalam hadis maupun di dalam Al-Quran, jangan sampai kita mudah menganggap orang lain munafik. Justru dengan adanya ciri-ciri itu seharusnya membuat kita mawas diri, bukan malah digunakan untuk menyerang sesama Muslim. Di samping itu, memberi label kepada orang lain adalah hak prerogatif Allah.

Sayangnya saat ini, banyak orang yang begitu mudah menuduh orang lain munafik hanya karena persoalan perbedaan pilihan politik. Di media sosial, bahkan dengan mudahnya orang bertanya dengan nada yang seolah meragukan keislaman seseorang hanya karena perbedaan pendapat. Bahkan, saat sedang panas-panasnya gejolak pemilu lalu, sangat ramai ajakan untuk tidak menshalatkan jenazah mereka yang memilih pemimpin non-Muslim karena dianggap munafik.

Padahal, para ulama salaf sangat berhati-hati dalam menilai keimanan seseorang. Selama seseorang tampak secara lahiriah bahwa mereka shalat, menikah secara Islam, berpuasa Ramadan, mereka cukup dihukumi sebagai seorang Muslim secara lahiriah. Sementara itu untuk urusan hati, apakah ibadah mereka diterima Allah, hanya Allah sendiri yang tahu, dan orang lain tidak punya hak apa pun untuk memberikan penilaian kepadanya.

 

Ketahui lebih banyak mengenai Tafsir Al-Quran di Medsos, karya terbaru Nadirsyah Hosen. Dapatkan info tentang buku tersebut, di sini.

Kontributor: Widi Hermawan

Allah Menjanjikan Kembalinya Khilafah, Benarkah?

Dalam beberapa tahun terakhir, perdebatan soal khilafah terus memanas, khususnya di Indonesia. Bahkan, pemerintah sempat harus membubarkan sebuah organisasi masyarakat (ormas) yang berpaham khilafah. Ormas tersebut adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dianggap berbahaya bagi keutuhan bangsa. Pasalnya, mereka berusaha untuk menggantikan ideologi Pancasila menjadi khilafah versi mereka.

Adapun ayat andalan yang sering mereka nukil dalam setiap aktivitas dakwahnya adalah Surat An-Nur ayat (55). Ayat tersebut memiliki arti sebagai berikut:

“Dan, Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan, barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”

Lantas benarkah ayat tersebut merupakan janji Allah untuk mengembalikan khilafah di muka bumi?

Perdebatan di antara Mufasir

Nadirsyah Hosen dalam bukunya yang berjudul Tafsir Al-Quran di Medsos mengatakan bahwa pihak-pihak yang menukil ayat tersebut dengan misi menegakkan khilafah merupakan kegiatan mengelabui publik. Beberapa golongan berani mengeklaim bahwa jika tidak percaya dengan janji Allah akan kedatangan khilafah sama saja telah murtad. Nadirsyah Hosen mengatakan bahwa berdasarkan kajian komparasi sejumlah kitab tafsir klasik dan kontemporer nyatanya menunjukkan bahwa pemahaman seperti di atas merupakan pemahaman yang keliru besar.

Adapun janji Allah dalam ayat di atas sebenarnya sudah terpenuhi pada masa Nabi Muhammad Saw. dalam peristiwa Fathu Makkah. Saat itu, Nabi dan pasukannya memasuki Kota Mekah tanpa perlawanan. Sebagian kitab tafsir juga mengatakan bahwa janji tersebut sudah tuntas pada masa Nabi Muhammad dan Kulafaur Rasyidin. Hal tersebut berlandaskan pada hadis sahih Nabi yang mengatakan kekhilafahan hanya berlangsung selama 30 tahun.

Tafsir Al-Razi justru mengatakan bahwa periode khilafah hanya terjadi pada masa tiga khalifah pertama karena pada masa tersebut ekspansi Islam terus meluas, sedangkan pada masa Sayyidina Ali lebih disibukkan pada perpecahan dan perang saudara. Tafsir ini juga menyebutkan adanya pendapat yang menentang memasukkan periode Khulafaur Rasyidin dalam kandungan ayat tersebut. Sebab, penggalan ayat selanjutnya adalah “sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa” padahal kekuasaan sebelum Islam itu tidak datang lewat kekhilafahan. Jadi, ayat hanya mencakup pada periode Nabi Muhammad. 

Ada juga tafsir yang mengatakan bahwa janji Allah pada ayat tersebut konteksnya adalah pada dakwah, alih-alih soal kekhilafahan.

Menariknya, dari sekian tafsir yang ada, tidak satu pun yang menyinggung akan kembalinya ‘ala minhajin nubuwwah seperti yang sering digelorakan oleh kelompok pro-khilafah. Para ulama tafsir itu bahkan tidak mengutip Riwayat Musnad Ahmad mengenai hal ini yang amat populer di kalangan HTI. Sebab, sanadnya pun lemah dan bermasalah.

Khilafah yang Sebenarnya

Dari sekian tafsir yang ada, dapat disimpulkan bahwa konteks Surah An-Nur (55) ini tidak membahas mengenai institusi atau sistem pemerintahan khilafah. Al-Quran memang tidak pernah menyinggung sistem kenegaraan secara detail, begitu pun dengan ayat ini. Tidak ada janji Allah mengenai akan kembalinya sistem khilafah seperti yang banyak dikatakan oleh orang-orang pro-khilafah.

Adapun cara umat Islam dapat berkuasa menurut ayat tersebut dan ayat selanjutnya adalah dengan jalan beriman dan beramal saleh, tidak menyekutukan-Nya, menegakkan salat, membayar zakat, serta taat kepada Rasulullah Saw. Cara itulah yang akan membuat Allah meridai, memberikan rasa aman, serta memberi kita rahmat. Namun, siapa saja yang kufur terhadap nikmat-Nya maka orang-orang itu termasuk orang fasik sebagaimana disebutkan dengan jelas dalam ayat ini.

Dengan begitu, tidak mensyukuri nikmat tinggal di NKRI yang damai dan tenteram juga termasuk kufur. Oleh karena itu, langkah paling tepat adalah dengan terus bekerja dalam mewujudkan masyarakat yang adil sesuai amanat Pembukaan UUD 1945.

 

Ketahui lebih banyak mengenai Tafsir Al-Quran di Medsos, karya terbaru Nadirsyah Hosen. Dapatkan info tentang buku tersebut, di sini.

Kontributor: Widi Hermawan

 

Inilah Kosakata Nusantara yang Ada dalam Al-Quran

Ada pertentangan di kalangan ulama soal bahasa yang dipakai dalam Al-Quran. Ada yang berpendapat bahwa kosakata di dalam Al-Quran sepenuhnya berasal dari bahasa Arab, tetapi ada juga yang berpendapat bahwa terdapat kosakata yang berasal dari bahasa non-Arab.

Imam Al-Qurthubi misalnya, menjelaskan bahwa tidak ada perbedaan pendapat mengenai Al-Quran yang berisikan kata yang disusun dari term dan nama yang berasal dari non-Arab. Imam Al-Qurthubi menyebut beberapa ulama seperti Qadhi Ibn At-Thayyib dan At-Thabari percaya bahwa Al-Quran murni terdiri atas bahasa Arab dan tidak ada kosakata non-Arab di dalamnya. Meskipun ada kata yang tersusun dari bahasa non-Arab hanya terdapat kesamaan antara bahasa Arab dan non-Arab. Misalnya seperti Habasyah, Persia, dan lainnya.

Akan tetapi, Al-Qurthubi menyebutkan ada juga yang berpendapat jika ada kosakata non-Arab, jumlahnya sangat sedikit dan tidak sampai menghapus kenyataan bahwa Al-Quran murni berbahasa Arab.

Soal bahasa-bahasa non-Arab, Ibn ‘Athiyyah memang mengatakan bahwa pada dasarnya bahasa tersebut asing. Namun, orang-orang Arab sudah biasa menggunakannya sehingga kosakata tersebut dianggap juga sebagai bahasa Arab.

Akan tetapi, bahasa adalah sesuatu yang dinamis. Misalnya bahasa Indonesia seperti kata rakyat, musyawarah, wakil, tunggal, mutakhir, adil, introspeksi, dan lain sebagainya. Kosakata tersebut ada yang diserap dari bahasa Arab, Inggris, Sanskerta, Melayu, dan lainnya.

Akan tetapi siapa sangka, ternyata ada kosakata Nusantara yang diadopsi oleh Al-Quran. Kosakata tersebut terdapat pada Surah Al-Insan ayat kelima yang artinya, Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur.

Perdagangan Kapur Barus

Sejak abad keempat Masehi kapur barus yang berasal dari daerah Barus di Sumatra telah terkenal di dunia Arab dan Asia. Itulah sebabnya Al-Quran mengadopsi kata kafur dalam ayat di atas. Al-Quran menyebutkan bahwa penduduk surga akan minum dari mata air sejernih, seputih, sewangi, dan sedingin kapur barus. Namun, air tersebut tidak berasa dan berbahaya.

Pada zaman dahulu, kapur barus merupakan komoditas yang sangat mahal, bahkan konon seharga emas. Komoditas ini juga dicari oleh banyak orang. Kafur saat itu digunakan sebagai wewangian, bumbu masak, bahkan untuk keperluan obat-obatan. Nah, nantinya, di surga, minuman yang akan dihidangkan kepada orang-orang beriman ini akan dicampur dengan kafur yang merupakan simbol kemewahan.

Interaksi awal perdagangan kafur antara Nusantara dan dunia Arab bisa dilacak dari diserapnya kosakata ini ke dalam tradisi Arab sehingga turut pula masuk ke bahasa Al-Quran. 

Manfaat dari Kapur Barus

Untuk saat ini, kapur barus di Indonesia dikenal dengan kamper atau camphor. Penggunaan kapur barus sendiri untuk saat ini lebih untuk keperluan wewangian yang biasa digunakan di dalam lemari pakaian. Penelitian University of Texas  mengungkapkan bahwa kamper bisa menyembuhkan batuk, gatal-gatal di kulit, dan bisa pula membantu untuk menumbuhkan rambut. Bahkan, ada orang yang mencampur kapur barus dengan teh supaya bisa menikmati manfaatnya. Namun, para peneliti mengingatkan bahayanya bila konsumsinya tidak terkontrol.

Diserapnya kosakata Nusantara ini ke dalam bahasa Arab juga merupakan salah satu dampak dari hubungan antara bangsa Arab dan Nusantara pada masa silam. Hal tersebut menunjukkan bahwa relasi antara Nusantara dan Arab sudah terjadi sebelum turunnya Al-Quran sebagai wahyu Nabi Muhammad Saw.

Pada lain sisi, diadopsinya kosakata Nusantara oleh Al-Quran juga menunjukkan betapa dinamisnya bahasa itu. Kita melihat banyak kosakata Arab yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, dan kosakata Nusantara juga diadopsi serta diabadikan menjadi salah satu bagian di dalam ayat suci Al-Quran.

Ketahui lebih banyak tentang Tafsir Al-Quran di Medsos, karya terbaru Nadirsyah Hosen. Dapatkan info tentang buku tersebut, di sini.

Kontributor: Widi Hermawan

Metode Tafsir Al Quran

Mengenal Metode Tafsir Al-Quran

Metode Tafsir Al Quran

Perbedaan penafsiran suatu konteks sangat sering terjadi di tengah masyarakat. Misalnya, cara seseorang memahami teks akan sangat mungkin berbeda dengan pemahaman orang lain. Meski membaca teks yang sama, tetapi penafsiran yang dihasilkan dapat sangat mungkin berbeda tergantung siapa, di mana, dan bagaimana pembacanya. Ini juga berlaku untuk tafsir Al-Quran.

Celakanya, dampak dari perbedaan tafsir bisa sampai mengakibatkan pertumpahan darah, terutama jika yang ditafsirkan adalah Kitab Suci. Banyak orang saling bunuh atas nama Ayat Suci. Padahal, sikap mereka itu sebenarnya sama sekali bukan atas nama Kitab Suci, melainkan atas nama penafsiran yang mereka anggap sama-sama suci dan sama-sama benarnya dengan Kitab Suci.

Tafsir memang seperti dua sisi mata uang, di satu sisi ia dapat menggerakkan seseorang untuk mengeklaim sebuah kebenaran. Namun di lain sisi, tafsir juga dapat menggerakkan seseorang untuk bersikap ramah, toleran, inklusif, dan pluralis terhadap keberagaman tafsir itu sendiri.

Dalam Islam, secara umum metode tafsir Al-Quran terbagi menjadi dua, yaitu Tafsir bir Riwayah dan Tafsir bir Ra’yi.

Tafsir bir Riwayah

Tafsir yang dalam memahami kandungan ayat Al-Quran lebih menitikberatkan pada ayat Al-Quran dan riwayat hadis. Isi tafsir dengan metode Tafsir bir Riwayah penuh dengan riwayat hadis, dan jarang sekali pengarang tafsirnya menaruh pemikirannya sendiri. Tafsir At-Thabari misalnya, dianggap mewakili corak penafsiran model ini.

Tafsir jenis ini menggunakan ayat Al-Quran untuk menafsirkan ayat Al-Quran lainnya, itulah kelebihan metode ini. Metode Tafsir bir Riwayah juga dibagi lagi menjadi dua macam bentuk penafsiran, yaitu Tafsir At-Tahlili dan Tafsir Maudhu’i. Tafsir At-Tahlili artinya mufasir memulai kitab tafsirnya dari Al-Fatihah sampai An-Nas. Ia menguraikan tafsirnya berdasarkan urutan surah dalam Al-Quran, model ini diikuti oleh semua kitab tafsir klasik.

Sementara itu, Tafsir Maudhu’i atau tematis berarti sang mufasir tidak memulai dari surah pertama sampai terakhir seperti model pertama. Mufasir lebih memilih satu tema dalam Al-Quran untuk kemudian menghimpun seluruh ayat yang berkaitan dengan tema, baru kemudian ditafsirkan untuk menjelaskan makna tema tersebut.

Konon, model Tafsir Naudhu’i ini pertama diterapkan oleh Muhammad Al-Biqa’i. Dari kalangan Syi’ah, yang menganjurkan metode model ini adalah Muhammad Baqir As-Shadr. Sementara di Indonesia, model ini kali pertama dikenalkan oleh K.H. Quraish Shihab.

Tafsir bir Ra’yi

Kebalikan dari Tafsir bir Riwayah. Metode tafsir yang kedua ini lebih menitikberatkan pada pemahaman akal (rakyu) dalam memahami kandungan nash (segala sesuatu yang tampak). Namun, bukan sama sekali menghilangkan ayat dan hadis dalam menafsirkannya. Ayat dan hadis tetap dipakai, tetapi porsinya lebih sedikit daripada penggunaan akal.

Adapun contoh tafsir model ini adalah Tafsir Al-Kasysyaf karya Zamakhsyari dari kalangan Mu’tazilah, Tafsir Fakh Al-Razi, Tafsir Al-Manar, dan lain-lain.

Tafsir bir Ra’yi juga dapat dibagi lagi menjadi tiga, yaitu Tafsir bil ‘Ilmi, Tafsir Falsafi, serta Tafsir Sastra. Tafsir bil ‘Ilmi dilakukan dengan seperti menafsirkan fenomena alam dengan merujuk ayat Al-Quran. Sementara Tafsir Falsafi dilakukan dengan memakai filsafat untuk membedah ayat Al-Quran. Sementara pada Tafsir Sastra lebih menekankan aspek sastra dari ayat Al-Quran. Model ini sekarang dikembangkan oleh Aisyah Abdurrahman atau terkenal dengan nama Bintusy Syathi.

Kendati terbagi menjadi dua, penggolongan secara konservatif dan ketat antara Tafsir bir Riwayah dan bir Ra’yi sebenarnya sudah tidak relevan lagi. Misalnya, pada tafsirnya Bintusy Syathi yang ternyata penuh kandungan ayat Al-Quran untuk memahami ayat lain. Sementara pada Tafsir Al-Manar yang menggunakan metode bir Ra’yi pada sebagian ayatnya terlihat keliberalan penulisnya, tetapi pada ayat lain justru terlihat kekakuan penulisnya. Labih lanjut, Tafsir model Maudhu’i (tematis) juga tak bisa secara kaku dianggap sebagai Tafsir bir Riwayah semata.

Sebagai penutup, mengutip perkataan Syekh Abdullah Darraz, Al-Quran itu bagaikan intan berlian, dipandang dari sudut mana pun tetap memancarkan cahaya. Kalau saja Anda berikan kesempatan kepada rekan Anda untuk melihat kandungan ayat Al-Quran, boleh jadi ia akan melihat lebih banyak daripada yang Anda lihat.

Oleh karena itu, tidak perlu khawatir mana metode tafsir yang terbaik sebab semua metode tafsir di atas bertujuan untuk menyingkap cahaya Al-Quran.

Ketahui lebih banyak mengenai Tafsir Al-Quran di Medsos (Edisi Diperkaya), karya terbaru Nadirsyah Hosen. Dapatkan info tentang buku tersebut, di sini.

 

Kontributor: Widi Hermawan

buku nadirsyah hosen

Pre-Sale Tafsir Al-Quran di Medsos

Tafsir Al-Quran di Medsos adalah buku yang dihadirkan Nadirsyah Hosen untuk mengajak pembaca mengaji makna dan rahasia ayat suci di era media sosial. Buku ini juga sebagai bentuk konter wacana terhadap beragam kajian ayat suci yang ditafsirkan salah. Menurut Gus Nadir (begitu sapaan akrab Nadirsyah Hosen), banyak para penafsir ayat Al-Quran yang semata mengandalkan terjemahan dan mengambil rujukan melalui medsos daripada kitab tafsir klasik dan modern. Beberapa di antaranya bahkan salah kaprah karena tidak memahami sejarah di balik turunnya ayat-ayat tersebut. Maka, melalui buku ini, Gus Nadir akan mengajak kita untuk betul-betul memahami konteks agar semakin menghayati dan memahami kitab suci.

Setelah sukses pada tahun 2016, buku Tafsir Al-Quran di Medsos kini diterbitkan kembali dengan beragam penyempurnaan. Perubahan yang terlihat di antaranya sampul luxury hardcover, tambahan ekstra 100 halaman yang menjadikan total 408 halaman, pita pembatas, kertas yang ringan sehingga mudah dibawa, dan tanda tangan penulis!

Beragam keuntungan tersebut hanya bisa kamu dapatkan lewat pre-sale pada tanggal 26 Agustus – 9 September 2019. Melalui pre-sale ini kamu bakal mendapatkan harga diskon sebesar Rp105.400,00. Stok buku pre-sale ini terbatas! Hanya tersedia 1000 eks buku untuk 1000 orang pertama. Buruan!

Pre-sale buku Tafsir Al-Quran di Medsos terbatas. Segera manfaatkan kesempatan ini dengan pesan di salah satu toko berikut ini:

  1. Mizanstore.com
  2. Gramedia.com
  3. Bukabuku.com
  4. Bukukita.com
  5. Bukukularis.com
  6. Bukku.id

Atau melalui Reading Partner Bentang berikut ini:

  1. ldrinjava – 081216850048 – Mojokerto, Jawa Timur
  2. Ruangbacabuku_id – 081227797125 – Yogyakarta
  3. RencaNgaos – 082337793320 – Surabaya
  4. Rizkyelsafrida – 08977355710 – Sidoarjo
  5. Lapak.naqi – 085804875314 – Malang
  6. Zbookslacoffee – 085697360226 – Jakarta
  7. AhmadHaidar – 085726372414 – Pati
  8. Omah Buku RN – 089656173671 – Surabaya
  9. Khoirurroziqin – 08563121229 – Surabaya
  10. Kamarbuku – 085715265323 – Jakarta
  11. Sorabook.id – 087821147121 – Jakarta Selatan
  12. FBM – 081585748193 – Bekasi
  13. Lagijualbuku – 081319960934 – Cilegon
  14. Matabookstore (Helen) – 081806105975 – Banteng
© Copyright - Bentang Pustaka