Sebelum Konsultasi Psikolog, Pahami Dulu Beberapa Hal Ini!

Sobat Bentang, ada beragam cerita yang kita terima perihal pengalaman teman atau saudara saat konsultasi ke psikolog. Mulai dari biaya, ada yang konsultasi psikolog gratis pakai BPJS. Ada juga yang rela mengeluarkan biaya yang cukup banyak untuk konsultasi ke psikolog. Ada juga yang merasa lelah karena gonta-ganti psikolog. Merasa tak menemukan solusi setelah berulang kali ke psikolog bahkan sampai harus ke psikiater untuk mendapat terapi psikolog berupa obat. 

 

Mungkin banyak dari kita yang akhirnya ragu untuk ke psikolog atau melanjutkan konsultasi ke psikolog. Namun, bukan berarti kita berhenti mengupayakan kesehatan mental kita. Sebelum akhirnya ke psikolog atau melanjutkan konsultasi ke psikolog. Sobat Bentang perlu pahami terlebih dahulu bagaimana seharusnya konsultasi psikolog itu berjalan. Agar kita benar-benar memahami diri dan menjaga kesehatan mental kita.

 

Baca Juga: [“Kesehatan Mental Remaja Dipengaruhi Media Sosial? Apa Iya?”]

Photo by Alex Green: https://www.pexels.com/photo/black-psychologist-with-african-american-client-5699424/

Konsultasi Psikolog, Apa sih Psikolog itu? Apa Bedanya dengan Psikiater?

Sebelum memahami bagaimana konsultasi psikolog berjalan, kita perlu memahami perbedaan antara psikolog dan psikiater. Dua istilah ini sering kita dengar, kayaknya sih sama tapi ternyata beda, lho, Sobat Bentang. Menurut Pacific Health Systems, psikiater adalah dokter medis yang berfokus pada pemberian diagnosis, pengobatan dan pencegahan terhadap gangguan mental. Sedangkan psikolog berfokus kepada penanganan perilaku dan kesehatan mental yang dilihat berdasar biologis, kognitif, pengaruh lingkungan sosial dan lainnya. Masih menurut sumber yang sama, berikut tips manakah yang harus Sobat Bentang temui antara psikolog dan psikiater,

  • Jika Sobat Bentang ingin menghabiskan waktu untuk membicarakan masalah dan solusinya, Sobat Bentang bisa bicara ke psikolog
  • Kalau Sobat Bentang ingin menghilangkan gangguan kesehatan mental, bisa dimulai ke psikiater
  • Sobat Bentang ingin membicarakan masalah tentang hubungan romansa, keluarga, tetangga atau di tempat kerja yang dibutuhkan adalah berbicara kepada psikolog
  • Terakhir, kalau Sobat Bentang sudah mengalami gangguan mental yang menghambat aktivitas sehari-hari pergi lah ke psikiater

Sebelum ke psikolog pahami ini terlebih dulu

Ada cerita menarik yang disampaikan oleh Selvia Lim, influencer mental health di bukunya yang berjudul Memilih Pulih. Cerita bagaimana banyak orang yang curhat kepadanya dan juga cerita bagaimana Ci Selvi pernah dalam fase tersebut. “Ci, aku sudah ke psikoloh, psikiater, hipnoterapis, kok belum sembuh-sembuh, sih?”, “Aku engga ngerti di mana ending-nya setelah minum obat dari psikiater. Aku merasa engga maju-maju, begitu obat engga diminum atau engga kutebus, mood ambruk lagi, emosiku tak terkendali.”

 

Kita ibarat berputar-putar di siklus yang sama meski sudah melakukan sesi konseling dan  mencoba beragam terapi. Atau beberapa waktu setelah konseling, emosi kembali tak terkendali. Ci Selvi pun memahami karena ia pun juga pernah dalam fase ini. Haslinya bagaimana?, tak menentu bahkan beberapa ada yang bersifat malah membahayakan. Lho, kok bisa?, berikut hal yang perlu Sobat Bentang pahami saat akan atau sedang konsultasi psikolog:

Ada potensi ketergantungan

Kadang selama masih bisa kontak dengan psikolog hidup aman. Bahayanya, kadang kita jadi tergantung dengan konselor tersebut. Dikit-dikit butuh nasihat konselor, dikit-dikit curhat ke konselor. Justru potensi ketergantungan ini akan membahayakan mengapa? Pertama, konselor juga punya kesibukan dan urusan pribadi. Ketika sudah ketergantungan kita jadi tak memahami dan menghargai waktu sang konselor. Konselor juga manusia, untuk memberikan insight yang tepat mereka juga butuh waktu. Kedua, ketergantungan semacam ini bisa menghambat kita bertumbuh. Karena terus mengandalkan pihak luar untuk memperoleh ketenangan dan solusi tingkat kepercayaan kepada diri kita sendiri pun menurun. Mau bikin keputusan pun tak mampu karena takut salah.

Miliki Self-Tools

Self tools adalah serangkaian alat atau metode yang bisa digunakan untuk mengendalikan kondisi mental kita saat sedang tidak baik-baik saja. Saran dari Ci Selvia, setiap ikut sesi konsultasi ke psikolog, jangan ragu untuk menanyakan tips atau tools yang bisa digunakan sesuai dengan kondisi dan masalah. Ini penting untuk mendorong kita mandiri dan tidak bergantung kepada konselor. Setiap konselor memiliki cara yang berbeda, dan wajar apabila Sobat Bentang pindah-pindah psikolog ini adalah upaya Sobat Bentang untuk mengenal apa yang pas dan membuat nyaman diri.

Pahami kemampuan dan latar belakang tiap manusia yang berbeda

Kita tidak bisa membandingkan kondisi kita dengan kondisi teman kita walau sama-sama beres konsultasi psikolog. Misalnya dalam buku Memilih Pulih, Bowo hobi lari pagi suatu waktu trekking bersama teman-temannya ke sebuah hutan. Tiba-tiba sepatu Bowo dipatuk oleh ular kobra dan membuat Bowo trauma untuk bermain ke alam. Kita perlu memahami bahwa trauma yang dialami Bowo merupakan mekanisme tubuh untuk melindungi diri. Trauma Bowo tentu berbeda dengan teman-temannya lain yang trekking bersama saat itu. 

 

Untuk bisa pulih dan lebih memahami kondisi kesehatan mental, diperlukan proses yang luar biasa panjang dan simultan. Buku Memilih Pulih tak hanya sekedar sajian cerita tapi juga menyajikan tahapan-tahapan khusus agar kita kembali berani menemukan jawaban atas makna hidup. Perlahan ya Sobat Bentang, ingat kamu engga sendiri!. Informasi perihal buku Memilih Pulih bisa diakses di sini, ya!

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta