Racun Puan: Saat Budaya Patriarki Meracuni Perempuan Bali

Hidup sebagai perempuan Bali tidaklah mudah. Perempuan Bali harus menjalani peran ganda dalam keluarga, baik saat statusnya sudah menikah, atau masih menjadi anak perempuan. Rumitnya hidup sebagai perempuan Bali dialami oleh Aruna dalam novel Racun Puan. Novel yang berangkat dari naskah yang menarik perhatian novel dalam Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta Tahun 2021.

Baca Juga: [“Feminisme dalam Islam, Bagaimana Nabi Muhammad Jadi Feminis Sejati?”]

Budaya Patriarki Adalah Racun Bagi Perempuan 

Menurut laman CNN, budaya patriarki adalah sistem sosial di mana laki-laki adalah pengendali semua bidang kehidupan baik di ranah keluarga maupun masyarakat. Baik bidang ekonomi, sosial, politik hingga teknologi. Lebih spesifik, sosiolog Allan Johnson menjelaskan, laki-laki yang dimaksud dalam budaya patriarki bukanlah keseluruhan laki-laki di dunia ini. Namun, jenis masyarakat yang mendorong laki-laki untuk mendapat hak istimewa dan menempatkan laki-laki sebagai sosok yang dominan.

Budaya patriarki di Indonesia masih jadi belenggu karena berdampak buruk terutamanya bagi perempuan. Perempuan masih dianggap kelas kedua dan laki-laki adalah yang utama atau dianggap raja. Walaupun topik budaya patriarki akhir-akhir ini sering dibicarakan di ruang publik terutama di media sosial, budaya ini masih langgeng dalam tatanan masyarakat Indonesia, salah satunya pada masyarakat Bali.

Sahabat Bentang bisa memahami bagaimana budaya patriarki mengekang hidup perempuan Bali melalui tokoh Aruna dalam novel Racun Puan. Seberapa kuat Aruna berusaha menjadi anak perempuan yang patut dibanggakan, ia tetap dianggap sebelah mata bagi keluarganya. Ia juga berusaha jadi istri yang baik, tapi selalu disalahkan dan dianggap keras kepala oleh suami dan mertuanya.

Contoh Budaya Patriarki Dalam Novel Racun Puan

Budaya patriarki dalam novel Racun Puan dialami oleh Aruna. Aruna merupakan perempuan Bali yang menikah dengan Komang Kawa Suganda. Sahabat Bentang bisa melihat bagaimana budaya patriarki meracuni Aruna dan membuat Kawa pada akhirnya menyesal. Berikut contoh budaya patriarki dalam novel Racun Puan:

 

  • Suami yang Menganggap Cerita Istri Adalah Basa-Basi

Aruna sering menceritakan keluh kesahnya kepada Kawa, termasuk pekerjaannya saat di kantor. Namun, Kawa mendapat saran dari teman-temannya di kantor sebagai sesama suami ketika istri mengeluh cukup abaikan saja, karena bagi kebanyakan laki-laki “tak ada yang benar di mata perempuan” dan keluhan istri hanyalah basa-basi. 

 

Ini merupakan salah satu contoh budaya patriarki dalam relasi suami istri. Padahal, perempuan senantiasa dihadapkan dengan persoalan rumit. Kawa pun menyadari bahwa setiap hari Aruna cerita dengan topik yang berbeda, yang berarti sedang banyak masalah yang harus dihadapi Aruna. Aruna harus menghadapi mertuanya, pekerjaannya di kantor, bahkan menghadapi istri dari ketiga kakak Kawa. 

  • Istri Wajib Mengerjakan Pekerjaan Domestik 

Contoh budaya patriarki selanjutnya adalah berkaitan dengan pekerjaan domestik alias pekerjaan rumah. Walaupun Kawa selalu memberi Aruna uang belanja harian, tapi Kawa dan keluarganya tak pernah membiarkan Aruna libur melakukan pekerjaan rumah. 

 

Salah satu pekerjaan rumah yang tiap hari dilakukan Aruna adalah memasak. Kawa menganggap istrinya memang menyukai kegiatan di dapur setiap hari tanpa jeda. Tanpa pernah bertanya bagaimana perasaan Aruna melakukan itu semua setiap hari.

Salah satu judul dalam novel Racun Puan yang menceritakan kisah Aruna, Ibu yang malang bagi menurut anaknya, Samudra.

  • Mengasuh Anak Bukan Tanggung Jawab Laki-Laki

Kawa ingat bahwa sejak kecil, ia tak pernah diasuh oleh ayahnya. Hanya ibunya seorang yang mengasuhnya. Mulai dari menangani kotoran di rumah dan pipis, mengepel agar rumah bersih, dan berbelanja agar Kawa, ketiga kakaknya dan ayahnya bisa makan. 

Ibu tidak boleh mengharapkan bantuan ayah dalam mengasuh anak. Karena bagi masyarakat Bali, laki-laki adalah raja. Mereka punya tanggung jawab sendiri yang tak tergantikan.

 

Novel Racun Puan karya Ni Nyoman Ayu Suciartini merupakan novel yang naskahnya menarik perhatian juri Sayembara Novel Dewan Kesenian Jakarta Tahun 2021. Isunya yang relevan dan penyajian cerita yang unik karena memuat berbagai perspektif membuat Racun Puan menarik untuk jadi teman baca. Perspektif pertama dari seorang laki-laki berstatus ayah dan suami yakni Kawa. Perspektif anak melalui sosok Samudra, dan perspektif perempuan melalui tokoh Aruna.

Kisah rumitnya hidup Aruna sebagai perempuan Bali mampu jadi teman bagi kita semua. Teman perjalanan memahami diri dan memanusiakan sesama manusia. Update informasi novel Racun Puan di Instagram Bentang Pustaka, ya Sahabat Bentang! 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta