Feminisme dalam Islam, Bagaimana Nabi Muhammad Menjadi Feminis Sejati?

Feminisme dalam Islam yang seperti apa yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad? Apa benar pada masa dulu Nabi Muhammad pernah mengajarkan mengenai feminisme ini dan bagaimana sikapnya terhadap seorang yang patriarki?

 

Melalui buku Muhammad the World Changer karya Mohamad Jebara, kalian akan diceritakan serta diajarkan mengenai bagaimana Nabi Muhammad mengambil sikap terhadap orang-orang yang membenci perempuan atau yang biasa disebut praktik misogini tersebut. Baca terus artikel Bentang Pustaka ini ya!

Apa Itu Feminisme?

Seperti yang kebanyakan orang ketahui, feminisme dipandang dalam artian perempuan lebih unggul daripada laki-laki. Atau beberapa juga berpikir bahwa feminisme merupakan ajaran yang diterapkan dari bangsa Barat. Namun, pemikiran tersebut menjadi pemikiran yang salah. Feminisme sendiri merupakan sebuah gerakan sosial yang mana untuk mengangkat derajat perempuan setara dengan laki-laki dan menghilangkan hubungan sosial yang ada pada masyarakat patriarki dan hanya berpusat pada laki-laki.

 

Selama ini, perempuan hanya dipandang pada pemikiran misogini, yaitu perempuan tidak boleh bersekolah terlalu tinggi karena nantinya akan menikah, perempuan lemah secara fisik dan intelektualnya, pemimpin haruslah seorang laki-laki, perempuan tidak bisa menggunakan hak mereka sebagai manusia, suami berhak memukul sang istri jika membangkang, maupun pemikiran-pemikiran negatif lainnya terhadap perempuan.

 

Ternyata, jauh diluar dugaan, Nabi Muhammad merupakan pelopor adanya gerakan feminisme ini. Yang mana Nabi Muhammad mempraktikkannya pada setiap dakwah dan sepanjang hidup yang ia punya. Nabi Muhammad menjadi feminis sejati semenjak ia dilahirkan ke bumi.

 

Baca Juga:

Sejarah Awal Gerakan Feminisme di Indonesia

Feminisme dalam Islam Sejak Masa Kecil Nabi Muhammad

Pada saat kelahiran Nabi Muhammad, wanita di abad ke-7 Arabia hanya memiliki sedikit hak. Bahkan hak hidup dapat dipertanyakan, karena tidak jarang gadis kecil dikubur hidup-hidup selama masa kelangkaan. Dalam Al-Qur’an, dikatakan bahwa pada Hari Penghakiman “gadis-gadis yang dikubur” akan bangkit dari kuburnya dan menanyakan kejahatan apa yang mereka bunuh. Bagian dari warisan Nabi Muhammad adalah untuk mengakhiri pembunuhan bayi dan menetapkan hak-hak eksplisit bagi perempuan.

 

Islam mengajarkan bahwa laki-laki dan perempuan sama di hadapan Allah. Ini memberi perempuan hak warisan, properti, sosial dan pernikahan yang disetujui secara ilahi, termasuk hak untuk menolak syarat-syarat lamaran dan untuk memulai perceraian. Kecenderungan kelas menengah Amerika untuk memasukkan perjanjian pranikah dalam kontrak pernikahan benar-benar dapat diterima dalam hukum Islam. Pada periode awal Islam, wanita adalah para profesional dan pemilik properti, seperti banyak orang saat ini. Meskipun di beberapa negara saat ini hak perempuan untuk memulai perceraian lebih sulit dari yang diharapkan, ini adalah fungsi legislasi patriarkal dan bukan ekspresi nilai-nilai Islam. Muhammad sendiri sering menasihati pria Muslim untuk memperlakukan istri dan anak perempuan mereka dengan baik. “Anda memiliki hak atas wanita Anda,” katanya, “dan wanita Anda memiliki hak atas Anda.”

Usaha Nabi Muhammad Memberantas Patriarkal

Selama abad ketujuh Arab, pembunuhan bayi perempuan adalah hal biasa. Dan Nabi Muhammad telah menghapusnya. Sebuah ucapan dalam Hadits mencatat bahwa Nabi Muhammad mengatakan, kelahiran seorang anak perempuan adalah sebuah “berkah”. Wanita di Arab pada saat itu pada dasarnya dianggap sebagai properti dan sama sekali tidak memiliki hak sipil. Nabi Muhammad memberi mereka hak untuk memiliki properti dan mereka diberi hak perkawinan dan warisan yang sangat penting.

 

Sebelum Nabi Muhammad, mahar yang dibayarkan oleh seorang laki-laki untuk mempelai wanita diberikan kepada ayahnya sebagai bagian dari kontrak antara kedua laki-laki tersebut. Wanita tidak punya suara dalam masalah ini. Nabi Muhammad menyatakan bahwa wanita perlu menyetujui pernikahan dan mahar harus diberikan kepada mempelai wanita, bukan ayahnya; lebih jauh lagi, dia bisa menyimpan mahar bahkan setelah menikah. Istri tidak harus menggunakan mahar untuk biaya keluarga. Itu adalah tanggung jawab pria itu. Perempuan juga diberi hak untuk menceraikan suaminya, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya pada saat itu. Dalam perceraian, wanita itu diberdayakan untuk membawa mas kawin bersamanya.

 

Perempuan juga diberikan hak waris. Mereka hanya diberi setengah dari saudara laki-laki mereka karena laki-laki memiliki tanggung jawab keuangan lebih untuk pengeluaran keluarga, tetapi dengan Nabi Muhammad, perempuan menjadi pewaris harta dan aset keluarga untuk pertama kalinya di Arab. Pada saat itu, ini dianggap revolusioner.

 

Baca Juga:

Feminisme Islam dari Perspektif Perempuan Muslim

Feminisme pada Buku Muhammad the World Changer

Pada buku Muhammad the World Changer, kalian akan diceritakan mengenai bagaimana praktik patriarkal benar-benar terjadi. Seperti penduduk Mekkah yang menerapkan pembantaian ketika anak terlahir cacat atau memiliki kekurangan akan dibuang begitu saja. Terutama perempuan.

 

Nabi Muhammad terkadang menyadari bahwa anak-anak perempuan yang berada di lingkungannya kadang lenyap begitu saja tanpa jejak. Yang ternyata, anak-anak perempuan tersebut telah dikubur hidup-hidup oleh ayah mereka sendiri tanpa ada yang protes meskipun khalayak umum mengetahuinya. Karena mereka menganggap bahwa terlalu banyak anak perempuan menjadi suatu kelemahan. Bahkan pembantaian terhadap perempuan atau yang biasa disebut wa’d ini menjadi salah satu permasalahan yang  telah dibahas dalam Al-Qur’an.

 

Praktik patriarkal lain juga diterapkan pada hewan peternakan. Dalam buku tersebut diceritakan bahwa terdapat dua orang pria yang mendatangi Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad dengan maksud untuk menerima solusi atas permasalahan mereka. 

 

Kambing jantan pria pertama membuntuti kambing betina pria kedua. Kemudian kambing tersebut telah melahirkan anak. Namun, pria pertama mengklaim bahwa anak tersebut miliknya karena ia merasa bahwa anak tersebut merupakan keturunan kambingnya. Sedangkan pria kedua mengklaim bahwa anak kambing tersebut menjadi miliknya karena ia yang merawat dan memberi kambing tersebut makan serta mengeluarkan segala biaya untuk menjaga si kambing betina.

 

Cerita tersebut mengacu pada sikap patriarkis bahwa pria yang kambing jantannya membuntuti kambing betina berhak atas anak kambing itu, karena benih si kambing jantan yang memungkinkan kambing betina melahirkan.

 

Namun, Abdul Muthalib memiliki pandangan yang berbeda. Karena pemilik kambing betina telah memberi makan dan merawat kambing betina selama masa kebuntingannya, maka anak kambing tersebut menjadi milik pria kedua, dengan catatan pria kedua harus memberikan imbalan yang layak kepada pria pertama atau tetangganya atas jasa kambing jantannya.

 

Contoh-contoh sikap patriarkis dan penerapan feminisme telah banyak disinggung pada buku Muhammad the World Changer ini. Untuk itu, kalian bisa mempelajari hal ini sekaligus memahami bagaimana setiap detail cerita yang belum pernah diceritakan sama sekali oleh dunia mengenai bagaimana Nabi Muhammad bisa mengubah dunia hingga ajarannya diterapkan saat ini.

 

Untuk bisa mendapatkan buku ini, kalian bisa membelinya melalui toko-toko buku terdekat kalian atau kalian bisa membelinya melalui official store Bentang Pustaka. Pastikan juga untuk menceritakan kembali cerita Nabi Muhammad yang sudah kalian baca ini dan bagikan melalui media sosial kalian serta tag Instagram Bentang Pustaka untuk cerita-cerita yang kalian post! 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta