Penanaman Nilai kepada Anak dengan Media Humanis

Tentu kita pernah membaca kisah beberapa anak yang memiliki kepribadian luar biasa. Ada anak usia 7 tahun rela menggendong adiknya ke sekolah. Di lain sisi, kita juga sering menemui, beberapa anak anak yang mudah marah ketika mainan dipinjam oleh temannya. Padahal, itu adalah mainan milik bersama di sekolah. Melihat kedua contoh di atas, muncullah pertanyaan, bagaimana bisa anak memiliki perkembangan kepribadian yang berbeda? Apa kunci dari penanaman nilai kepada anak? Dua hal di atas erat kaitannya dengan penalaran moral anak tentang bagaimana anak membedakan mana yang baik dan buruk.

Penuh tantangan. Itulah dua kata yang terlintas ketika membicarakan soal pendidikan anak. Sekilas, mendidik anak bisa terlihat sebagai hal yang mudah karena pelajaran yang dibutuhkan hanya hal dasar. Tetapi, ketika melihat lebih dalam, justru ini bisa menjadi hal tersulit. Sesuatu yang mendasar tak hanya bersifat sederhana, tetapi juga esensial. Dasar-dasar ini yang nantinya akan membentuk mereka; menjadi fondasi menjalani kehidupan. Bila di pelajaran ini gagal maka bangunan kepribadian anak akan sangat rapuh.

Perkembangan Moral Anak di Tahap Preconventional

Sebelum muncul pertanyaan lebih lanjut, mari berkenalan dengan teori perkembangan moral dari Lawrence Kohlberg. Dia adalah seorang psikolog Amerika dan professor di University of Chicago. Menurut Kohlberg, moral anak umumnya berada di tahap preconventional. Tahap ini menggambarkan bahwa penalaran moral anak masih berdasarkan pada kontrol eksternal.  Artinya, anak menilai baik dan buruk bergantung pada respons eksternal yang ia dapat. Di sini, peran orangtua sangatlah besar. Orangtua harus secara tepat memberikan respons untuk setiap tindakan anak.

Untuk menanamkan nilai moral di tahap preconventional ini ada banyak cara. Obedience dan punishment disebut sebagai salah satu yang efektif. Cara ini menekankan pada kepatuhan anak dalam menjalani arahan orang tua. Hukuman juga diterapkan bila anak melanggarnya. Tak melulu berupa fisik, hukuman bisa berupa pengurangan uang saku dan sejenisnya. Meski begitu, metode ini dirasa kurang optimal. Kita seakan sebagai penegak aturan saja yang kurang memahami sisi manusia mereka. Oleh karena itu, kita juga butuh metode lain. Metode penanaman nilai dengan cara yang menyenangkan: membacakan cerita.

Menyentuh Sisi Emosional Anak dengan Cerita

Berbeda dengan obedience dan punishment, membacakan cerita lebih menyentuh sisi emosional anak. Bila obedience dan punishment memberi tekanan, sebaliknya, membacakan cerita memberi anak kesenangan. Anak dapat terhibur dengan cerita, sekaligus mendapatkan nilai yang sebaiknya ia pegang. Membacakan cerita juga akan membangun kedekatan antara orang tua dengan anak. Si kecil akan merasa orang tua sebagai sosok pelindung yang mencintainya. Efeknya, anak akan lebih kuat saat menggenggam nilai yang diajarkan orang tuanya.

Ada banyak sekali sumber cerita yang dapat orang tua manfaatkan. Orang tua bisa membacakan kisah nabi dan rasul, kisah para pahlawan pemberani, atau dongeng-dongeng rakyat. Misalnya pada buku Para Sahabat Kesayangan Rasulullah, si kecil dapat memetik pelajaran moral dibantu dengan fitur “Pojok Hikmah” yang tersedia di setiap akhir cerita.

Interaksi saat membacakan cerita juga perlu diperhatikan. Orang tua juga sesekali berdialog kepada anak saat membacakan cerita. Contohnya, menanyakan apa yang akan terjadi, apa yang sebaiknya dilakukan oleh tokoh, dan sejenisnya. Pertanyaan-pertanyaan ini akan menstimulasi kognitif mereka. Penalaran mereka akan terlatih. Mereka tak hanya memahami moral secara pasif, tapi juga dengan berpikir aktif. Inilah keunggulan metode menggunakan cerita.

Ada banyak sekali manfaat bercerita terhadap perkembangan moral anak. Interaksi dan kesenangan adalah kuncinya. Bila anak dapat belajar secara menyenangkan, penanaman nilai kepada anak akan menjadi lebih mudah. Interaksi juga menjadi kunci yang dapat melatih kognitif anak sekaligus membangun kedekatan dengan anak. Dengan ini, anak akan terbangun kepribadiannya, baik dari dalam maupun dari luar. Apakah Anda tertarik untuk mencobanya? (Rahma)

Lima Tip Menata Rumah Ala Montessori

Metode montessori adalah metode pendidikan yang didasari oleh aktivitas kemandirian dan pembelajaran langsung. Metode ini disusun berdasarkan teori perkembangan anak dari Dr. Maria Montessori. Metode ini menekankan penyesuaian lingkungan dengan perkembangan anak. Keberhasilan praktik montessori di rumah tidak lepas dari properti, alat, dan penataan rumah yang ramah anak.

Bagi orang tua di rumah yang menerapkan metode ini pada pengasuhan anak, penting untuk merancang ruangan di rumah sesuai dengan aktivitas dan kebutuhan anak. Berikut tip menata rumah ramah anak ala montessori.

Keindahan ruangan

rumah gaya apapun, keindahan adalah hal mutlak yang harus dimiliki suatu ruangan. Begitu juga dengan menata rumah ala montessori, keindahan ruangan menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Moms bisa memajang karya seni yang sesuai dengan jangkauan anak dan terbuat dari bahan yang aman untuk anak.

Kemandirian 

Salah satu karakteristik permainan montessori adalah mempersiapkan mainan sebelum aktivitas bermain dimulai. Moms bisa meletakkan dan menata mainan beserta material nya di atas nampan dan keranjang sehingga mainan siap digunakan. namun, tetap carilah cara agar anak dengan mudah melakukan semuanya sendiri.

Sederhana lebih baik

Salah satu tujuan montessori juga adalah melatih fokus anak, dan anak dianjurkan untuk bermain dengan aktivitas yang hendak dikuasai nya. Agar anak tidak kewalahan, Moms harus menyiapkan beberapa aktivitas permainan yang membantu konsentrasi anak. Pajanglah aktivitas yang sedang berusaha mereka kuasai.

Tempat untuk semuanya dan semua ada tempatnya.

Balita memiliki keteraturan yang kuat. Ketika kita menyediakan tempat untuk sesuatu barang dan setiap barang memiliki tempatnya masing-masing. Hal tersebut akan membantu mereka untuk belajar meletakkan barang pada tempatnya dan melatih keteraturan.

Simpan dan rotasi

Buatlah tempat penyimpanan yang ideal untuk menyimpan peralatan bermain anak. Tempat penyimpanan tersebut harus berada di luar jangkauan mereka, rapi, dan enak dipandang. Adapun peralatan aktivitas yang dipajang ini juga memudahkan orang tua maupun anak ketika mencari permainan.

Tidak harus semua ruangan berisi dengan peralatan-peralatan aktivitas montessori, hanya saja perlu menyisakan satu ruang ramah anak di rumah. Semoga tip nya membantu, ya, Moms untuk mewujudkan rumah ramah anak.

 

Tip Agar Anak Mau Mendengarkan Orangtua

 

Banyak orangtua yang mengeluh tentang anaknya yang tidak mau mendengarkan perkataan, arahan, dan nasihat  mereka. Terkadang anak pura-pura tidak mendengar apa yang  dikatakan, bahkan sengaja pergi ketika kita mulai berbicara. Contoh, ketika anak selesai bermain dan meninggalkan mainannya begitu saja tanpa dibereskan, tentu akan membuat kita marah. Lalu kita memberi tahu mereka dengan cara kita sendiri, entah itu membentak, atau memberi tahu dengan nada kasar.

Namun tahukah Happy Parents? Ketika anak tidak ingin mendengarkan kita, bukan tanpa sebab mereka berbuat demikian. Simon Davies dalam bukunya The Montessori Toddler memberikan tip bagaimana agar anak mau mendengarkan kita. Yuk, kita coba empat tip di bawah ini.

  1. Gunakan bahasa yang positif

    Daripada mengatakan pada anak apa yang tidak boleh mereka lakukan, lebih baik kita mengatakan langsung apa sebenarnya perilaku yang kita inginkan darinya.

    Contoh:

    Kita bisa mengganti kata-kata di bawah ini dengan menyebutkan langsung perilaku yang kita inginkan dari mereka.

    “Jangan lari-lari”, diganti menjadi “Jalannya pelan-pelan saja, ya, Nak”.

    “Adiknya jangan dipukulin, dong”, diganti menjadi “Saling menyayangi, ya”.

    Tentu ini tidak selalu berlaku pada semua hal. Ada beberapa hal-hal yang berupa prinsip memang harus kita jelaskan kepada anak mengapa mereka tidak boleh melakukan hal tersebut. Ada dua hal yang tidak kita sadari saat memberi perintah pada anak balita kita, yaitu:

    • Mereka akan meniru kita
    • Mereka akan mendengar tepat apa yang kita tidak ingin mereka lakukan
  2. Berbicara dengan nada dan tindakan yang penuh hormat

    Nada bicara kita adalah cara untuk menunjukkan kepada anak bahwa kita menghormati dan menyayangi mereka. Nada suara yang gelisah, mengeluh, suara keras dan mengancam bisa memutarbalikkan tujuan baik dan tidak menunjukkan pada mereka bahwa kita menghormati dan menyayangi mereka. Tentu kita pun ingin diberi tahu dengan cara bicara dan nada yang lembut, bukan?

    Kita bisa memberi tahu mereka dengan mengendalikan suara dan mencoba membisikkan serta menatap mata anak balita kita. Hal itu akan membuat mereka menyimak langsung apa yang kita sampaikan padanya.

  3. Meminta bantuan pada mereka

    Sebagai bagian dari anggota keluarga, balita juga ingin dilibatkan. Beri anak balita kita kesempatan untuk membantu kita dalam hal-hal kecil. Seperti membawa sendiri piring dan gelas bekasnya ke dapur. Membawa kantong plastik belanjaan yang ringan, biarkan mereka mengambil barangnya dari rak dan membawanya ke meja kasir.

  4. Gunakan humor

    Anak merespons humor dengan sangat baik. Hal ini dapat kita gunakan terutama saat kesabaran kita mulai habis. Dengan melontarkan humor, ketegangan akan menurun dan mereka akan nyaman untuk kita arahkan.

 

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta
Shopee bentangofficialshop

Tokopedia Bentang Pustaka
Shopee mizanofficialshop

Jogja
Akal Buku
Buku Akik

Malang
Book by Ibuk

Bondowoso
Rona Buku

Jakarta
Owlbookstore
Tangerang Selatan
Haru Semesta