Menyingkap Tabir Kisah Hijrah Seorang Musisi Andal

@Lamia/Bentang

@Lamia/Bentang

Kira-kira pada tahun 2004, Saktia Ari Seno berjalan tergesa-gesa ke rumah sakit. Waktu itu, ia baru saja usai menggelar konser di Surabaya bersama bandnya. Dengan perasaan cemas, Sakti, sapaan akrab  pada saat itu meluncur menuju rumah sakit tempat ibunya dirawat. Di rumah sakit itulah, banyak hal yang kemudian Sakti renungkan. Perasaannya campur aduk. Rasa bersalah terus menyeruak karena ibunda yang dicintainya terbaring sakit. Timbul tanya yang besar dalam benaknya, apakah benar hal ini yang diinginkannya. Sebenarnya apa yang ia cari?

Sementara ibunya masih terbaring sakit, sekelebat rasa bersalah Sakti semakin membuncah. Lagi-lagi ia mulai mempertanyakan semuanya; apakah kesuksesan dan cita-cita harus berjalan seperti ini? Mengabaikan orang-orang terkasih dan lupa menyisihkan waktu untuk mereka?

Saktia Ari Seno adalah mantan gitaris Sheila on 7. Dulu, ia bergelut bersama personil dalam band yang digawangi oleh Erros, Duta, Adam, dan Anton. Sakti memang menyukai musik semenjak masih kecil. Ia sudah mulai mengenal lagu-lagu musisi profesional ketika masih kelas lima-enam SD. Hobi bermain musik menjadi nadi dalam hidupnya dan terus berjalan hingga kuliah. Pada akhirnya, band gebrakan Sakti bersama-sama kawannya mampu menembus label rekaman nasional di Indonesia. Semua itu adalah kesuksesan yang berarti. Tidak pernah disangka, band indie yang tadinya manggung dari satu tempat ke tempat lain akhirnya mampu dikenal masyarakat Indonesia secara luas.

Grup band ini tengah naik daun di tahun 2005-2006, berkat gubahan musiknya yang asyik didengar. Namun, siapa sangka, saat band tersebut tengah melejit, Sakti keluar dari band tersebut. Banyak sekali orang yang menyayangkan keputusannya. Apalagi, usut punya usut, Sakti keluar dari band SO7 karena ingin  lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan ingin belajar Islam lebih banyak lagi. Alasan ini kemudian menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Apalagi, musik telah menjadi bagian dari hidupnya. Banyak orang yang semakin menuduh agama sebagai alat mematikan kreativitas, terutama pada musik. Padahal, kariernya di SO7 pun sudah mencapai satu dekade! Perubahan yang terjadi pada Sakti pun sangat drastis. Ia berpenampilan lebih Islami dengan selalu mengenakan gamis dan memelihara jenggot. Ia juga mengubah namanya menjadi Salman Al-Jugjawy yang berarti orang yang selamat dari Jogja. Kini ia pun lebih dikenal sebagai Ustad Salman dan lebih banyak meluangkan waktunya dalam kegiatan keagamaan.

Berbagai tanggapan, cibiran, dan rasa takjub menghujani Sakti, terutama ihwal keputusannya melenggang dari dunia musik. Kapabilitasnya dalam bermain gitar memang tidak dapat diragukan lagi. Namun, Salman Al-Jugjawy telah menetapkan hatinya untuk terus berada di jalan Allah. Ia menetapkan untuk terus berdakwah dan berusaha menebar kebaikan kepada sesama karena memang itulah tugas manusia.

Walaupun keluar dari band SO7, Salman Al-Jugjawy tidak lantas pergi dari dunia musik begitu saja. Ia tetap membuat berbagai lagu-lagu Islami dan bahkan mengeluarkan album berjudul “Selamatkan” yang dapat diunduh gratis.

Tahun 2006, kancah permusikan di Indonesia memang tengah hebat-hebatnya. Sheila on 7 diprediksi akan semakin populer dan mampu menciptakan citra baik musik Indonesia. Sayangnya, Sakti (Salman Al-Jugjawy) memilih untuk keluar. Berbagai komentar tentu menghinggapi keputusannya. Apalagi, agama digeret sebagai dalang utama. Namun, pernahkan kita mendengar langsung penuturan dari Salman Al-Jugjawy secara langsung? Apakah pernah terlintas di benak kita untuk mendengarkan seluruh ceritanya terkait keputusan tersebut? Kita hanya menerka-nerka tentang keputusannya dan bahkan menganggapnya terlalu ekstrem. Tetapi, belum ada satu pun yang benar-benar mendengarkan kata hari Saktia Ari Seno yang kini telah berubah menjadi Salman-Al Jugjawy. Semua hanya saling menebak, menuduh, berprasangka, bahkan menggugat.

Untuk mendengar langsung penutusan Salman Al-Jugjawy, kita bisa membaca kisahnya dalam buku, Markas Cahaya. Markas Cahaya, adalah buku yang ditulis oleh Salman Al-Jugjawy. Ditulis oleh dirinya sendiri, mulai dari menceritakan kecintaannya terhadap musik dan proses hijrahnya yang pada awalnya jauh dari agama menjadi lebih dekat dengan agama. Buku inilah yang akan membantu kita mendapat jawaban tentang kejadian sepuluh tahun silam, saat ia memutuskan keluar dan muncul dengan penampilan yang berbanding terbalik 180 derajat! Setelah membacanya, kita akan tahu, bahwa setiap keputusan yang dilakukan oleh seseorang tentu telah dipikirkan dengan baik-baik. Buku Markas Cahaya sendiri, selain menceritakan kisah hijrah Salman Al-Jugjawy juga mengajak kita untuk ngopi — kepanjangan dari “duduk-duduk nyantai sambil Ngobrol Perkara Iman,”. Pada bagian inilah, kita akan belajar bersama-sama apa itu iman dan bagaimana mengamini iman itu sendiri. Dan bagaimana pula, Salman meraih dan merawat iman yang dimilikinya.

 

 

Lamia Putri D. 

@Lamia/Bentang

@Lamia/Bentang

Kira-kira pada tahun 2004, Saktia Ari Seno berjalan tergesa-gesa ke rumah sakit. Waktu itu, ia baru saja usai menggelar konser di Surabaya bersama bandnya. Dengan perasaan cemas, Sakti, sapaan akrab  pada saat itu meluncur menuju rumah sakit tempat ibunya dirawat. Di rumah sakit itulah, banyak hal yang kemudian Sakti renungkan. Perasaannya campur aduk. Rasa bersalah terus menyeruak karena ibunda yang dicintainya terbaring sakit. Timbul tanya yang besar dalam benaknya, apakah benar hal ini yang diinginkannya. Sebenarnya apa yang ia cari?

Sementara ibunya masih terbaring sakit, sekelebat rasa bersalah Sakti semakin membuncah. Lagi-lagi ia mulai mempertanyakan semuanya; apakah kesuksesan dan cita-cita harus berjalan seperti ini? Mengabaikan orang-orang terkasih dan lupa menyisihkan waktu untuk mereka?

Saktia Ari Seno adalah mantan gitaris Sheila on 7. Dulu, ia bergelut bersama personil dalam band yang digawangi oleh Erros, Duta, Adam, dan Anton. Sakti memang menyukai musik semenjak masih kecil. Ia sudah mulai mengenal lagu-lagu musisi profesional ketika masih kelas lima-enam SD. Hobi bermain musik menjadi nadi dalam hidupnya dan terus berjalan hingga kuliah. Pada akhirnya, band gebrakan Sakti bersama-sama kawannya mampu menembus label rekaman nasional di Indonesia. Semua itu adalah kesuksesan yang berarti. Tidak pernah disangka, band indie yang tadinya manggung dari satu tempat ke tempat lain akhirnya mampu dikenal masyarakat Indonesia secara luas.

Grup band ini tengah naik daun di tahun 2005-2006, berkat gubahan musiknya yang asyik didengar. Namun, siapa sangka, saat band tersebut tengah melejit, Sakti keluar dari band tersebut. Banyak sekali orang yang menyayangkan keputusannya. Apalagi, usut punya usut, Sakti keluar dari band SO7 karena ingin  lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT dan ingin belajar Islam lebih banyak lagi. Alasan ini kemudian menjadi perbincangan hangat di masyarakat. Apalagi, musik telah menjadi bagian dari hidupnya. Banyak orang yang semakin menuduh agama sebagai alat mematikan kreativitas, terutama pada musik. Padahal, kariernya di SO7 pun sudah mencapai satu dekade! Perubahan yang terjadi pada Sakti pun sangat drastis. Ia berpenampilan lebih Islami dengan selalu mengenakan gamis dan memelihara jenggot. Ia juga mengubah namanya menjadi Salman Al-Jugjawy yang berarti orang yang selamat dari Jogja. Kini ia pun lebih dikenal sebagai Ustad Salman dan lebih banyak meluangkan waktunya dalam kegiatan keagamaan.

Berbagai tanggapan, cibiran, dan rasa takjub menghujani Sakti, terutama ihwal keputusannya melenggang dari dunia musik. Kapabilitasnya dalam bermain gitar memang tidak dapat diragukan lagi. Namun, Salman Al-Jugjawy telah menetapkan hatinya untuk terus berada di jalan Allah. Ia menetapkan untuk terus berdakwah dan berusaha menebar kebaikan kepada sesama karena memang itulah tugas manusia.

Walaupun keluar dari band SO7, Salman Al-Jugjawy tidak lantas pergi dari dunia musik begitu saja. Ia tetap membuat berbagai lagu-lagu Islami dan bahkan mengeluarkan album berjudul “Selamatkan” yang dapat diunduh gratis.

Tahun 2006, kancah permusikan di Indonesia memang tengah hebat-hebatnya. Sheila on 7 diprediksi akan semakin populer dan mampu menciptakan citra baik musik Indonesia. Sayangnya, Sakti (Salman Al-Jugjawy) memilih untuk keluar. Berbagai komentar tentu menghinggapi keputusannya. Apalagi, agama digeret sebagai dalang utama. Namun, pernahkan kita mendengar langsung penuturan dari Salman Al-Jugjawy secara langsung? Apakah pernah terlintas di benak kita untuk mendengarkan seluruh ceritanya terkait keputusan tersebut? Kita hanya menerka-nerka tentang keputusannya dan bahkan menganggapnya terlalu ekstrem. Tetapi, belum ada satu pun yang benar-benar mendengarkan kata hari Saktia Ari Seno yang kini telah berubah menjadi Salman-Al Jugjawy. Semua hanya saling menebak, menuduh, berprasangka, bahkan menggugat.

Untuk mendengar langsung penutusan Salman Al-Jugjawy, kita bisa membaca kisahnya dalam buku, Markas Cahaya. Markas Cahaya, adalah buku yang ditulis oleh Salman Al-Jugjawy. Ditulis oleh dirinya sendiri, mulai dari menceritakan kecintaannya terhadap musik dan proses hijrahnya yang pada awalnya jauh dari agama menjadi lebih dekat dengan agama. Buku inilah yang akan membantu kita mendapat jawaban tentang kejadian sepuluh tahun silam, saat ia memutuskan keluar dan muncul dengan penampilan yang berbanding terbalik 180 derajat! Setelah membacanya, kita akan tahu, bahwa setiap keputusan yang dilakukan oleh seseorang tentu telah dipikirkan dengan baik-baik. Buku Markas Cahaya sendiri, selain menceritakan kisah hijrah Salman Al-Jugjawy juga mengajak kita untuk ngopi — kepanjangan dari “duduk-duduk nyantai sambil Ngobrol Perkara Iman,”. Pada bagian inilah, kita akan belajar bersama-sama apa itu iman dan bagaimana mengamini iman itu sendiri. Dan bagaimana pula, Salman meraih dan merawat iman yang dimilikinya.

 

 

Lamia Putri D.bentang

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta