Bersaing di Era Jurnalisme Daring | Review Buku

Dalam hal informasi, kecenderungan masyarakat mulai bergeser dari media konvensional ke media online. Perubahan tersebut kemudian membawa konsekuensi pada praktik jurnalisme yang berkembang. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi membawa dampak luar biasa bagi seluruh aspek kehidupan. Dalam hal informasi, kecenderungan masyarakat mulai bergeser dari media konvensional ke media online. Perubahan tersebut kemudian membawa konsekuensi pada praktik jurnalisme yang berkembang. Di buku ini, Wendratama memaparkan pelbagai hal penting seputar jurnalisme online.

Pengajar Jurnalisme Online di Departemen Ilmu Komunikasi UGM ini memaparkan dengan cukup lengkap, baik yang bersifat konseptual sampai petunjuk praktis tentang hal-hal yang berkaitan dengan jurnalisme online. Menurutnya, perkembangan jumlah media daring talah menciptakan persaingan sangat ketat. Sebab, rentang perhatian khalayak terhadap konten internet semakin pendek. Riset Microsoft menunjukkan, rentan perhatian khalayak internet saat mengonsumsi sebuah laman daring rata-rata hanya 8 detik (2015), turun dari 12 detik pada tahun 2010.

Persaingan merebut perhatian khalayak tersebut juga dianggap ikut menurunkan kualitas jurnalisme daring. Sebab, media harus mengejar jumlah klik dan kecepatan menerbitkan berita. Namun, ada sisi positif dari persaingan tersebut. Yakni, beragam inovasi muncul seiring dengan tantangan yang dinamis. Hampir setiap hari, berbagai pubikasi terkait jurnalisme digital seperti Nieman Lab dan Poynter Institute menerbitkan bermacam cara dan eksperimen yang dilakukan media pers dalam memanfaatkan internet, mulai dari ragam konten hingga model bisnis,tulis Wendratama (hlm 4).

Di samping dari segi tampilan medianya, perkembangan tersebut juga menuntut jurnalis memiliki kecakapan khusus yang berbeda dengan era media cetak. Pertama, jurnalis online harus mampu menggunakan pelbagai alat mulitimedia. Kedua, secara umum, teks media daring lebih ringkas daripada media cetak, tetapi lebih panjang daripada radio dan televisi. Untuk itu, kemampuan menulis secara efisien menjadi penting. Ketiga, jurnalis harus bekerja lebih cepat, meski kecepatan bukan segalanya. Efisiensi, kepraktisan, dan kecepatan menjadi kunci media online.

Setelah memberi gambaran perkembangan media online, penulis mulai mengulas dasar-dasar jurnalisme dan kaitannya dengan jurnalisme online. Di sini, dipaparkan tentang cara menulis berita atau liputan dengan bahasa efisien dan sesuai kaidah, kecakapan menyunting, merangkum, dan disertai contoh-contoh dan latihan yang dibuat untuk memudahkan pemahaman pembaca.

Kita diajak melangkah ke materi tentang bagaimana menampilkan hasil liputan, terutama di media daring. Terkait liputan, penulis memaparkan tiga jenis liputan jurnalistik. Yakni liputan pendek, liputan langsung, dan liputan panjang. Pemaparan poin-poin dari setiap jenis liputan banyak disertai referensi dari media-media online ternama seperti Time, CNN, BBC.com, hingga theguardian.com.

Misalnya, dalam hal menulis lead, yang menjadi kunci liputan pendek, ditunjukkan contoh gaya yang sangat padat dalam merangkum dan tiap alinea hampir selalu tersusun atas satu kalimat saja. Ketika memberi contoh liputan langsung yang menarik, disuguhkan gaya tampilan Guardian.com. Tanda liputan langsung yang berkedip-kedip di pojok kiri atas artikel menunjukkan nilai kebaruan yang kuat, yang bisa bersaing dengan televisi dalam menyajikan liputan langsung, terangnya (hlm 70-71).

Penulis juga menerangkan penggunaan pelbagai alat mulitimedia yang tak terpisahkan dengan jurnalisme online, baik itu berupa teks, foto, slideshow, video, timeline, infografik, animasi, tautan, dll. Misalnya, terkait teks di media online, gaya tulisan percakapan yang santai biasanya banyak digunakan untuk menghibur khalayak daring. Biasanya, tulisan yang santai digunakan sebagai pengantar akun media sosial milik situs berita sebagai promosi. Meski menggunakan bahasa santai, setiap ungkapan harus bisa dipertanggungjawabkan. Jangan sampai promosi di medsos ataupun judul berita menjadi clickbait yang menipu khalayak, tegas Wendratama (hlm 79).

Buku ini juga memberi perhatian khusus terkait media sosial. Medsos menyediakan banyak sumber berita bagi jurnalis online. Bahkan, menggunakan medsos dan laporan warga sebagai sumber cerita merupakan keniscayaan bagi jurnalisme onlline. Konten non-liputan jurnalis ini bentuknya bisa beragam, mulai kicauan di Twitter, foto atau meme di Instagram, status di Facebook, atau infografik di Tumblr. Konten di medsos menyimpan sumber berita melimpah dan tinggal bagaimana pengelolaan dan penyajiannya menjadi berita yang menarik bagi khalayak internet.

Akhirnya, buku yang dikemas dengan bahasa ringan dan sistematis ini merupakan panduan yang cocok bagi siapa pun sebelum mendalami jurnalisme online. Bahasan yang lengkap, mulai prinsip-prinsip dan etika mendasar penulisan berita, karakter media dan jurnalisme online, pemanfaatan beragam alat mulitimedia, sampai gambaran bisnis media online terkini merupakan pengetahuan mendasar yang bisa menjadi pijakan awal untuk mendalami jurnalisme di era digital sekarang.

 

*Resensi ini telah dimuat di Radar Mojokerto, 22 April 2018. Al-Mahfud

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta