10 Nasihat Bijak Cak Nun dalam Buku Apa yang Benar, Bukan Siapa yang Benar

 

Tak bisa dimungkiri, setiap nasihat bijak dari Cak Nun sering kali membuat hati tergetar. Mulai dari yang disampaikan secara langsung di forum Maiyahan maupun melalui artikel atau buku yang ditulisnya. Jika diperhatikan lebih jauh, beliau kerap mempertanyakan banyak hal dalam hidup ini. Dan, pertanyaan-pertanyaan tersebut seakan mengajak kita untuk melatih nalar kritis kita sebagai manusia.

Dan hal itulah yang coba dibahas secara lebih dalam di buku Apa yang Benar, Bukan Siapa yang Benar. Buku ini membedah pencarian manusia terhadap kebenaran yang hakiki. Seperti, proses mengenal Tuhan, kehati-hatian dalam memilih pemimpin, hingga introspeksi diri dalam menjalani ibadah.

Berikut inilah 10 nasihat bijak Cak Nun yang bisa kita jadikan pegangan dalam upaya pencarian tersebut.

Nasihat tentang kemesraan manusia dengan Tuhan

  1. Jangan mengharapkan cahaya terang akan datang dari seluruh ruang yang kalian pandang. Cahaya hanya bisa kalian terbitkan dari lubuk kedalaman jiwa kalian sendiri ….

 

  1. Tuhan Yang Maha-tunggal: “Qul, Huwalllahu Ahad ….” Tuhan memperkenalkan diri-Nya, sebatas akal dan rohani manusia sanggup menampungnya. Bahwa main icon-Nya adalah Rahman dan Bahwa ada 99 sifat-Nya, tidak berarti Allah itu terbatas pada dan oleh 99 karena Allah itu maha dan tidak bisa dirumuskan oleh angka, jumlah, huruf, dan kata.

 

  1. Semua ciptaan Tuhan adalah ayat. Ayat artinya tanda; tanda kehebatan Tuhan. Kebesaran dan keagungan-Nya. Seluruh alam semesta dan jagat raya beserta isinya, kata para sesepuh dulu, adalah ayat kauniyah.

 

  1. Firman itu sebenarnya merupakan perintah halus agar manusia meneliti kehidupan, mengamati dirinya, alam semesta, dan seluruh pengalaman hidup manusia. Di tengah proses penelitian itu, manusia terkesiap. “Edan, memang apa saja dalam hidup ini tidak ada yang sia-sia ….”

 

  1. Manusia memasuki hidupnya dengan kepatuhan. Berarti harus belajar menunduk, membungkuk, ngapurancang, karena tidak ada sasaran lain untuk patuh kecuali kepada Yang Maha Menciptakan-nya. Manusia tidak sanggup menciptakan dirinya sendiri. Karena ia makhluk, bukan Khaliq. Kita adalah kartu, bukan pemegang kartu.

 

Nasihat bijak untuk para pemimpin

  1. Maka, hati-hati kalau ngomong dan bersikap. Kalau kalian anak kecil, enggak apa-apa gembelengan [bermain-main]. Tapi, kalian berposisi memimpin, berarti sudah nyunggi wakul [membawa bakul di atas kepala; mengemban amanah]. Jangan sekali-sekali gembelengan. Jaga mulut, jangan sakiti siapa-siapa, justru setiap tindakan dan ucapanmu harus mengayomi, membesarkan hati rakyat, memberi ruang, memperluas ketenteraman dan keseimbangan hubungan. Kalau enggak, nanti wakul amanah kepemimpinan kalian akan ngglimpang [terguling] dan segane [nasinya] tumpah dadi sak-latar [sehalaman].

 

  1. Bagi setiap pemimpin, di level mana pun dan dalam bentuk apa pun, raja atau presiden atau direktur, di dalam dadanya berlangsung penyatuan antara Gusti dan rakyatnya. Kalau si pemimpin menyakiti rakyatnya, Gusti Allah marah. Kalau si pemimpin mengkhianati Gustinya, rakyat bergolak.

 

  1. Terus terang, sebagai rakyat kecil sampai setua ini, saya belum pernah mengalami kepemimpinan yang mengelola harmoni antara kecerdasan dan kebijaksanaan. Antara kekuatan dan kasih sayang. Antara kehebatan dan pengayoman. Atau antara kepandaian dan kearifan.

 

Nasihat bijak untuk berikhtiar dalam beribadah

  1. Daripada kita menunggu-nunggu Lailatul Qadar dengan mental seperti menunggu lotre atau bukaan nomer, daripada kita memperlakukan Allah hanya untuk kepentingan materialisme, ingin dapat uang berkarung-karung, ingin lebih kaya harta benda, mending kita ber-i’tikaf (iktikaf ), bertafakur, mengupayakan agar jiwa kita memfitri kembali. Kita berjuang menuju lailatul fithri dan naharul fithri. Siang membayi, malam membayi. Pagi memurnikan diri, sore menyucikan diri. Biar saja orang maido [meragukan] kita sebagai orang yang sok suci. Kita mengupayakan lailatul fithri justru karena hidup kita masih kotor ….

 

  1. Tradisi budaya bukan hanya tidak bertentangan dengan agama, melainkan bahkan memperindahnya, memperkaya praktik sosialnya. Sepanjang tidak ada pagar syariat yang ditabrak oleh tradisi budaya itu, maka mudik dan upaya-upaya budaya lain justru menjadikan ajaran agama itu keindahan yang nyata dalam kehidupan. Allah suruh kita shalat, kita praktikkan dengan mewujudkan budaya sajadah, masjid, arsitektur, tikar dan karpet, bahkan listrik dan Itu semua teknologi ikhtiar manusia, bagian dari budi daya kehidupan kaum Muslim.

Kutipan dan kisah menggugah lain dari Cak Nun lebih lanjut bisa kita temukan di sini.

 

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta