Siapakah Sastro dan Jendro? Obrolan Kritis tentang Perilaku Sosial

Siapakah Sastro dan Jendro dalam buku Talijiwo karya Sujiwo Tejo? Bab “Arus Rantau Tejo” bercerita tentang Sastro dan Jendro. Mereka berdua adalah kakak beradik yang hendak pergi ke Pesantren Sastrojendro. Dalam perjalanan menuju pesantren, terjadi percakapan seru di antara keduanya. Percakapan mengenai fenomena mudik di Indonesia. <p style="text-align: justify;"><a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;">Siapakah Sastro dan Jendro</span></a> dalam buku <em>Talijiwo</em> karya Sujiwo Tejo? Bab “Arus Rantau Tejo” bercerita tentang Sastro dan Jendro. Mereka berdua adalah kakak beradik yang hendak pergi ke Pesantren Sastrojendro. Dalam perjalanan menuju pesantren, terjadi percakapan seru di antara keduanya. Percakapan mengenai fenomena mudik di Indonesia.</p>

<p style="text-align: justify;">Seperti yang kita tahu, di Indonesia terdapat budaya yang unik dan dianut oleh banyak sekali orang. Sebagian besar populasi di Indonesia meramaikan budaya ini setahun sekali. Budaya ini tidak lain dan tidak bukan adalah budaya mudik Lebaran. Setiap tahun, khususnya saat Idulfitri, pusat negara (Jakarta) lengang. Kota yang biasanya padat merayap dan sarat kemacetan bisa bernapas lega. Jalanan lancar, tidak ada kata macet. Hanya pada Idulfitri inilah Jakarta mengalami keabnormalan karena normalnya Jakarta, ya, macet itu tadi.</p>

<p style="text-align: justify;">Obrolan yang menarik lagi dari Sastro dan Jendro adalah tentang GPS, penunjuk lokasi. <strong>Siapakah Sastro dan Jendro</strong> sampai-sampai penunjuk lokasi seperti GPS pun menjadi bahan perdebatan? Menurut Jendro, yang penting jangan sampai kebablasan mengimani GPS. Alasannya sederhana; karena GPS menyesatkan. Menyesatkan dalam artian tidak memberikan titik lokasi tujuan yang presisi sehingga justru banyak membuat penggunanya kesasar. Dengan gayanya yang lucu, Sastro mengungkapkan kekecewaan terhadap GPS yang justru berpotensi membuatnya kesasar “<em>ngetan bali ngulon</em>”, sering juga justru kesasar ke sawah-sawah pelosok.</p>

<p style="text-align: justify;">GPS memang tidak selalu presisi. Karena tingkat kepresisiannya yang kurang pas inilah, Sastro menekankan pentingnya berinteraksi dengan orang. Misalnya, bertanya pada masyarakat setempat. Tidak melulu tergantung dengan teknologi, tetapi mengajak orang mengobrol. Di bab ini, Sujiwo Tejo menekankan bahwa janganlah karena efek GPS justru mengurangi silaturahmi dan menghindari interaksi dengan orang.</p>

<p style="text-align: justify;">Hal yang membuat bosan menggunakan GPS adalah selain karena kurang presisi, ternyata juga karena suara navigator GPS. Bagaimana suara navigator GPS dapat membuat bosan? Karena, suara navigator GPS kurang ekspresif, datar. Dengan bahasa penyampaian yang lucu, Sujiwo Tejo di bab “<a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;">Siapakah Sastro dan Jendro?</span></a>” menyatakan suara navigator GPS tidak mengandung rahman dan rahim. Suaranya lebih mirip dengan ransum nasi kotak yang tidak memiliki rasa. Tidak pedas, juga tidak asin, hambar pun tidak. Itu sebabnya Sastro dan Jendro akhirnya tetap bertanya pada masyarakat di sana.</p>

<p style="text-align: justify;">Saat bertanya pada masyarakat setempat, muncul masalah lain. Banyak masyarakat yang merantau di Jakarta, saat balik ke kampung, tertular bahasa Jakarta yang menggunakan lo-gue. Lebih bangga menggunakan bahasa tersebut alih-alih menggunakan bahasa daerahnya. Ada kalimat yang menurut saya menarik: “Mereka yang punya kebanggaan daerah tak akan goyah diguncang oleh sapaan lo-gue dalam film dan sinetron karya <em>bedes-bedes</em> Jakarta”. Sujiwo Tejo pun membandingkan fenomena perubahan bahasa, di Jember misalnya. Orang-orang yang mudik dari perantauan jika ada yang bicara menggunakan bahasa lo-gue akan mendapatkan komentar: “Halah, makannya blendrang tewel saja kok gaya pakai lo-gue.” Meskipun hanya komentar seperti ini, nyatanya cukup menohok.</p>

<p style="text-align: justify;">Dari ulasan di atas, sudah dapat dilihat <a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;">siapakah Sastro dan Jendro</span></a>. Sepasang kakak beradik yang sedang melakukan perjalanan menuju pesantren. Di sepanjang perjalanan, mereka pun melakukan obrolan klise, tetapi sangat sarat dengan pesan moral mengingat kini banyak sekali perubahan yang mengajak masyarakat untuk tidak ramah dengan budaya dan lingkungan. Itulah, semoga ulasan ini bermanfaat.</p>

<p style="text-align: justify;">Penasaran bagaimana cara Sujiwo Tejo membawakan kisah tentang Sastro dan Jendro? Telusuri lebih dalam tentang pandangan, rayuan, dan kisah Sastro dan Jendro dalam karya terbaru Sujiwo Tejo, <em><a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;">Talijiwo</span></a>. </em>Hingga saat ini, buku ini telah cetak ulang sebanyak empat kali. Dapatkan bukunya <a href="https://mizanstore.com/talijiwo_59931"><span style="color:#0000FF;">di sini.</span></a></p>

<p style="text-align: justify;"> </p>

<p style="text-align: justify;">Kontributor: Elisa</p>Bentang Pustaka

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

© Copyright - PT. Bentang Pustaka, Yogyakarta